Jakarta, CNN Indonesia -- Membawa oleh-oleh untuk orang terdekat usai berwisata sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia. Meski akhir-akhir ini hal itu oleh sebagian orang dianggap tak lagi terlalu penting untuk dilakukan karena demi kepraktisan wisatawan.
Namun, bagi sebagian yang masih menganggap membawa oleh-oleh adalah kebanggan, mencari cinderamata khas daerah tertentu jadi tantangan.
Seperti misalnya di Banyuwangi. Biasanya orang tak lupa membawa oleh-oleh roti Bagea. Tapi sebenarnya oleh-oleh Banyuwangi bukan cuma roti ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Boleh dibilang bagea itu sudah bisa didapatkan di banyak tempat juga kan. Surabaya, Semarang, dan sebagainya, " kata Syahril, pengendara taksi. "Tapi kalau manisan buah, di Banyuwangi ini ada desa tempat buahnya."
Maka sampailah kami di sebuah desa yakni desa Pesucen, Kali Puro Banyuwangi, sekitar 3 kilometer dari pusat kota. Memasuki daerah itu terlihat di halaman sejumlah rumah sedang dijemur tumpukan-tumpukan buah pala diiris dan bersalut gula di atas anyaman bambu.
Ini adalah proses akhir pembuatan manisan buah pala. Menurut Mar'atin (42) salah satu perajin manisan di daerah ini, kemampuan membuat manisan sudah diturunkan dari nenek moyang entah generasi ke berapa di daerah itu hingga sulit ditelusuri.
Namun, intinya hingga saat ini manisan buah dari daerah inilah yang akhirnya dijual di toko-toko oleh-oleh di Banyuwangi, Malang hingga Surabaya.
"Dalam sebulan minimal saya kirim ke Surabaya itu 4 kuintal manisan pala. Tapi kadang-kadang bisa 8 kuintal," kata Mar'atin kepada CNN Indonesia.
Di tempat Mar'atin ada banyak kelompok pengrajin manisan yang memiliki usaha yang sama. "Wah, jumlahnya banyak saya sampai tidak tahu. Tapi kalau di kelompok saya ada empat orang saja," katanya.
 Manisan pala dan ciremai Banyuwangi. (CNN Indonesia internet/ Utami Widowati) |
Mereka berempat bergotong royong mengolah buah yang sudah dipanen atau berdasarkan pesanan orang. "Kalau menjelang puasa dan Lebaran begini pesanannya jadi banyak sekali," ujar Mar'atin yang berasal dari Blitar.
Dalam kelompok itulah proses pembuatan manisan dilakukan dengan membagi tugas. "Prosesnya puaanjang sekali," kata Mar'atin dengan logat Banyuwangi yang khas.
Pertama buah dipilih yang matang. Meski buah yang belum matang juga bisa diolah, namun rasanya akan sedikit berbeda. Buah pala bisa didapat pengrajin dari kebun di sekeliling desa.
Namun, mereka sesekali membuat manisan dari ceremai, tomat, asam dan belimbing wuluh. Buah-buahan itu digiling sampai empuk lalu direndam dengan air kapur sirih alias gamping atau yang di masyarakat setempat disebut enjet. Untuk buah pala, biji buah bisa dimanfaatkan lagi selain untuk bumbu masak juga diambil minyak atsirinya.
Setelah ditiriskan, buah harus dicuci bersih, lalu baru direndam dengan gula. Kemudian baru disangrai dan dijemur.
 Manisan asam Banyuwangi. (CNN Indonesia internet/ Utami Widowati) |
Prosesnya untuk ceremai bisa hanya membutuhkan waktu sepekan saja. Namun untuk pala sangat tergantung pada matahari untuk mengeringkan saat dijemur.
Mar'atin biasa menjual manisan cermai sekilo Rp 35 ribu, pala Rp 22 ribu, tomat Rp 40 ribu dan buah asem Rp 37,5 ribu.
Mar'atin mengklaim manisan buatannya bisa bertahan hingga satu tahun. "Karena kami membuatnya dengan alami, sama sekali tanpa pengawet-pengawetan segala," katanya mengakhiri.
(utw/utw)