Jakarta, CNN Indonesia -- Menyusuri jalan-jalan di kota Banyuwangi, makanan yang paling banyak bisa ditemui di hampir semua tempat makan adalah rujak soto.
Nama makanan ini memang agak membingungkan bagi mereka yang pertama kali mendengarnya. Karena pada dasarnya ini adalah dua jenis makanan yang berbeda.
Rujak biasanya adalah sayuran atau buah yang diguyur dengan sambal gula merah atau sambal kacang. Sementara soto biasanya dimaknai sebagai makanan yang berisi beraneka ragam komponen, mulai daging, kentang, mi atau apapun yang diguyur dengan kuah santan atau bening sesuai tradisi setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu bagaimana dua makanan ini bisa menjadi satu. Mungkin inilah uniknya orang Banyuwangi dengan kegemaran makanannya yang dicampur-campur menjadi satu.
Selain rujak soto mereka punya pecel rawon, rawon sop iga bahkan ada istilah nasi cawuk yang isinya adalah nasi dengan berbagai macam lauk pauk menjadi satu.
Dari begitu banyak warung rujak Soto, CNN Indonesia sempat mencicipi sebuah warung yang berada di Jalan DI. Panjaitan Banyuwangi. Tempatnya di depan tempat kursus keterampilan ELC.
“Saya sudah berjualan disini dari tahun 1980-an. Sudah sempat juga masuk televisi. Ini menu rujak singkong saya disorot juga,” kata Umi Kulsum alias Sum pemilik warung.
Sum tak hanya menjual rujak soto. Sembari menunggu Sum melayani pembeli lain, dia menawari segelas minuman temulawak. Awalnya agak ragu juga menjajalnya, mengingat temulawak dikenal sebagai rempah-rempah bercita rasa pahit yang tajam.
Tapi ternyata temulawak olahan Sum seharga Rp 2000 per gelas tidak demikian. Warnya kuning cerah bening khas temulawak dengan cita rasa yang segar, cocok untuk mengusir panasnya suhu kota Banyuwangi.
“Ini saya temulawaknya masak sendiri kok mbak. Saya tidak pakai yang sudah jadi itu. Saya beli temulawak iris keringnya di pasar lalu saya olah lagi,” Sum menegaskan.
 Es temulawak minuman khas teman makan rujak soto di Banyuwangi. (CNN Indonesia/Utami Widowati) |
Sum cukup paham untuk menanyakan selera seberapa pedas seseorang hendak menyantap rujak soto olahannya. Karena, mungkin ini perlu diwaspadai, masyarakat Banyuwangi umumnya punya selera pedas yang benar-benar pedas.
Tak hanya menanyakan seberapa pedas rujak soto akan dihidangkan, Sum biasanya juga akan memberikan cicipan dari bumbu-bumbu yang telah diuleknya yang terdiri dari cabai, gula merah, kacang tanah dan seiris dua iris pisang batu dengan cobek besarnya.
Setelah bumbu rujak jadi, Sum mengiris lontong yang dibungkus daun pisang, menambahkan tahun dan tempe goreng, sayuran kangkung, bayam, kacang panjang dan tauge. Khusus di tempat Sum, sayuran ditambahkan dengan rebung, atau irisan bambu muda yang nikmat dan renyah di tiap gigitnya.
Lalu bagian penting dari menyiapkan hidangan inipun tiba. Sum mengguyur rujak dengan kuah soto yang dilengkapi dengan potongan babat sapi.
Di atas rujak soto ditaburi bawang putih goreng dan kerupuk merah.
Paduan cita rasa dua masakan ini sungguh mengejutkan. Rasa manis beradu dengan rasa gurih dari kuah soto yang panas. Harganya pun cukup segar, hanya Rp 8.000 per porsinya.
Selain di Warung Bu Sum, rujak soto yang cukup direkomendasikan adalah yang berada di Jalan Losari. Dua kali CNN Indonesia menyambangi warung ini, dua kali pula pembeli terlihat penuh sesak hingga meluber ke luar rumah warung yang juga jadi tempat tinggal itu.
Rata-rata penjual rujak soto di Banyuwangi juga melengkapi diri dengan hidangan yang tak kalah asyiknya, yakni rujak kecut. Kecut dalam bahasa Jawa berarti asam.
Ini sebenarnya tak berbeda dengan rujak buah biasa. Namun Anda punya dua pilihan buahnya dipotong atau dipasrah, istilah untuk menyerut buah sebelum dicampurkan dengan bumbu.
(utw/utw)