Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun tak diwajibkan, sekitar 50 juta pengidap diabetes di seluruh dunia tetap melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Para dokter pun tak dapat melarang seseorang untuk menunaikan ibadahnya.
Namun, menurut studi epidemologi yang dijabarkan oleh guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Pradana Soewondo, hal ini cukup riskan. Pasalnya, dari 12.243 pasien di 13 negara, sebagian besar di antaranya mengalami komplikasi akut.
Pradana pun menjabarkan empat risiko berpuasa pada orang yang mengidap diabetes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hipoglikemia adalah kondisi di mana tubuh kekurangan glukosa dalam darah. "Asupan makanan yang kurang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipoglikemi," kata Pradana dalam jumpa pers di Jakarta.
Hasil studi dari Epidemiology of Diabetes and Ramadan (EPIDIAR) menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan hipoglikemia pada pengidap Diabetes Melitus 1 (DM tipe 1) 4,7 kali lipat. Sedangkan pada DM tipe 2, risiko meningkat 7,5 kali lipat.
"Mengapa orang diabetes malah terancam kekurangan gula darah? Ini karena penggunaan insulin atau sulfonilurea dan glinid, perubahan dosis obat tanpa konsultasi, dan perubahan gaya hidup yang drastis," ucap Pradana.
Hal ini sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, hipoglikemia sendiri merupakan penyebab 2-4 persen kematian pada pasien DM tipe 1.
Bertolak belakang dengan hipoglikemia, hiperglikemia terjadi karena gula darah berlebih.
"Kalau hipoglikemi biasanya karena insulin ditambah, hiperglikemi biasanya karena pasien mengurangi insulin berlebihan demi mencegah hipoglikemi," tutur Pradana.
Keadaan ini diperparah dengan anggapan bahwa berbuka puasa harus dengan makanan manis. "Pada penderita diabetes sebaiknya hindari kolak atau es buah berlebih," ucapnya.
Mengacu pada studi EPIDIAR, hiperglikemi pada pengidap DM tipe 2 melonjak hingga lima kali lipat. Sedangkan pada penderita DM tipe 1 risiko meningkat tiga kali lipat.
Jika kadar gula dalam darah sangat berlebihan, pasien diabetes akan mengalami ketoasidosis. Dalam keadaan ini, pasien biasanya sampai terbaring koma.
"Hal ini biasanya terjadi karena semenjak sebelum puasa saja, pengidap diabetes tidak dapat mengatur penyakitnya dengan baik," ujar Pradana.
Para pasien biasanya sengaja mengurangi suntik insulin karena berpikir bahwa asupan makanan juga berkurang.
Saat berpuasa, tentu asupan cairan dalam tubuh berkurang. Risiko besar dehidrasi pun menghantui orang yang tinggal di iklim panas atau pekerja berat.
Menurut Pradana, kurangnya cairan akan membuat darah menggumpal. Penggumpalan darah sebenarnya sudah biasa dialami oleh pengidap diabetes.
"Jika ditambah dehidrasi, risiko penggumpalan akan lebih besar sampai dapat menyumbat pembuluh darah sehingga berakibat stroke. Konsultasi ke dokter sangat dibutuhkan bagi penderita diabetes yang mau berpuasa," tutur Pradana.