Solo, CNN Indonesia -- Pernikahan Gibran Rakabuming dengan gadis pilihannya, Selvi Ananda akan dilaksanakan dengan prosesi adat Jawa Solo yang dilakukan berdasarkan pakem-pakem adat Jawa Solo yang kental.
Menurut Panitia Pelaksana Pernikahan Gibran dan Selvi bagian Budaya, Mufti Rahardjo, meski pernikahan putra sulung Presiden RI tersebut menurut adat Jawa Solo, tetapi Gibran dan Selvi tetap menyesuaikan dengan kondisi era sekarang.
"Akar budayanya yang tetap dipegang, tetapi menyesuaikan dengan zaman," kata Mufti kepada CNN Indonesia di tengah persiapan pernikahan Gibran dan Selvi di Solo, Minggu (7/6). "Sebenarnya intinya itu ijab dan kabul, namun ada prosesi sebelum dan sesudahnya.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adat budaya pernikahan Jawa pada umumnya memang memiliki kompleksitas yang tinggi dengan makna filosofi yang dalam. Setiap proses atau tahapan pernikahan memiliki keterkaitan dengan kehidupan ataupun dengan harapan atas pernikahan tersebut.
Dalam budaya Jawa sendiri, ada banyak budaya lokal yang eksis di dalamnya. Adat budaya Jawa yang ada di Yogyakarta akan ditemukan sedikit perbedaan dengan yang ada di Solo yang kemudian menjadi penanda dari masing-masing daerah di pulau Jawa.
Mufti menjelaskan dengan panjang rangkaian proses budaya Jawa Solo pada umumnya, dan memungkinkan Gibran dan Selvi ikut menjalaninya.
1. Lamaran"Lamaran intinya adalah proses silaturahim dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita," kata Mufti.
Lamaran pada era dahulu kala merupakan kegiatan untuk mempertemukan antara kedua pasang calon yang akan dinikahkan, karena pada masa itu, rata-rata antar calon belum saling mengenal.
Namun di masa sekarang, lamaran menjadi sebuah proses untuk meminang seseorang untuk kemudian menjadi pendamping hidupnya. Biasanya, orang tua laki-laki yang akan menyatakan kepada orang tua perempuan bahwa berminat menjadikan sang perempuan menjadi pasangan bagi putranya.
Pada umumnya, orang tua laki-laki akan membawa beberapa sajian berupa oleh-oleh yang disebut nampah berisi berbagai macam penganan. Makna dari penganan ini adalah sebagai simbol dari kebutuhan hidup pokok manusia, yaitu pangan dan sandang.
Setelah lamaran pihak laki-laki diterima, maka akan ditentukan tanggal yang tepat bagi keduanya menyatu sebagai sepasang suami istri. Pemilihan tanggal ini dalam budaya Jawa sangatlah penting yang kemudian dikaitkan berdasarkan hitungan weton (hari dalam penanggalan Jawa) dari masing-masing calon mempelai.
Hal ini bertujuan banyak hal, mulai dari mencegah hal yang buruk hingga mencari 'waktu terbaik' bagi keduanya agar diberikan keberuntungan, keberkahan, dan kelanggengan dalam menjalani biduk rumah tangga.
2. TarubUpacara Tarub adalah upacara yang biasanya dilakukan sehari sebelum dilangsungkannya perjanjian suci sebagai suami istri. Tarub sendiri adalah hiasan janur kuning yang dipasang di tepi pagar rumah calon mempelai yang terbuat dari bleketepe, ayaman daun kelapa yang masih hijau.
Dalam pemasangan bleketepe, bukan hanya anyaman daun kelapa saja yang dipasang di atas pagar pintu masuk kediaman orang yang mantu, tetapi juga dengan sepaket hiasan berupa berbagai hasil pertanian yang dipasang dan disusun seperti pagar, yang disebut tuwuhan.
Hasil pertanian tersebut dapat berupa tandan pisang, padi, buah kelapa, buah-buahan, bahkan singkong, dan daun beringin. Artinya adalah kembali kepada kebutuhan hidup manusia akan pangan, dan harapan akan kehidupan baru yang akan segera dimiliki.
Secara detail, setiap pemilihan bahan tuwuhan memiliki arti dan maknanya masing-masing sesuai dengan kearifan lokal setempat.
Di hari yang sama dengan pemasangan bleketepe dan upacara tarub, bagi masyarakat Jawa yang beragama Islam, biasanya akan dilanjutkan dengan pengajian atau pembacaan lantunan ayat suci Al-Quran. Tujuannya adalah mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
3. SiramanProses siraman ini ada yang dilakukan di beda hari dengan upacara tarub, ada juga yang dilakukan bersamaan setelah pemasangan tarub. Untuk pernikahan Gibran dan Selvi, kemungkinan yang terjadi adalah berbeda hari.
"Siraman ini maknanya adalah penyucian fisik dan batin dari masing-masing calon mempelai," kata Mufti.
Meski tampak hanya mengguyur secara perlahan dari sebatok atau segayung air berisi kembang, namun siraman lebih dari sekadar menyiram calon pengantin dengan air.
Siraman harus dilakukan oleh orang tua dari calon mempelai atau orang yang dituakan dalam keluarga masing-masing. Proses dimulai dari orang tua kandung hingga tujuh sepuh di atasnya. Cara menyiramnya pun memiliki tata caranya sendiri.
"Orang yang menyiram, baiknya satu tangan menyiram secara perlahan, yang lainnya menyentuh kepala calon ataupun pundak, dengan diiringi doa dan harapan untuk kebaikan calon mempelai," kata Mufti.
Air yang disiram adalah air bersih yang dicampur dengan beragam jenis bunga. Bunga adalah gambaran keindahan, wewangian, dan simbol dari warna-warni hidup.
Biasanya, masyarakat mengenalnya dengan kembang tujuh rupa, padahal tidak mesti harus tujuh jenis kembang untuk prosesi siraman, yang terpenting adalah bunga atau kembang yang wangi dan indah yang biasanya ada di taman.
"Jika ada air yang berasal dari sumber-sumber tertentu, itu hanyalah ungkapan kepuasan batin dari masing-masing keluarga calon mempelai," kata Mufti.
4. Sadean DawetSadean Dawet adalah kegiatan yang biasanya menimbulkan kehebohan lantaran acaranya yang seru dan mengundang perhatian para hadirin. Sadean Dawet berarti kedua orang tua calon mempelai berjualan dawet kepada masyarakat sekitar, atau yang datang.
Prosesi ini dilakukan setelah siraman rampung diadakan. Sadean Dawet memiliki makna yang dalam ketimbang hanya membagi-bagikan secangkir dawet ayu.
"Undangan yang datang itu diibaratkan dawet atau cendol, ramai, dan semoga pernikahan ini mengundang banyak keramaian dan semakin banyak yang mendoakan kebaikan serta mendapat berkah," kata Mufti.
Kedua orang tua pun punya aturan dalam sadean dawet, sang ibu yang 'menjual', dan sang ayah yang memayungi ibu dan menerima uang keping dari tanah liat sebagai alat 'membayar'. Itupun memiliki makna dan filosofinya.
Ibu memiliki peran sebagai pemberi kasih sayang, pendidik, dan juga memberikan bimbingan yang baik kepada anak. Sedangkan ayah, berfungsi sebagai pelindung dari keluarga dan mencari nafkah.
"Keping uang tanah berarti kita semua harus ingat bahwa semua berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah (mati)," kata Mufti.
5. MidodareniProses ini khusus ada di calon mempelai perempuan dan biasanya paling terkenal. Orang Barat mengenalnya dengan malam lepas lajang.
Namun, bukan dengan pesta seperti pada orang Barat, midodareni justru mewajibkan calon mempelai perempuan untuk tidak melakukan kegiatan berat atau bepergian di malam menjelang akad nikah.
Dalam malam penuh penantian tersebut, calon mempelai perempuan akan mulai dirias, didandani, dan melakukan ritual kecantikan yang diperlukan untuk tampil penuh pesona di hari yang membahagiakan.
"Midodareni mengharapkan calon mempelai perempuan nantinya memiliki pesona selayaknya bidadari," kata Mufti.
Selain melakukan perawatan, calon mempelai juga diwajibkan banyak-banyak berdoa untuk mendapatkan kesejahteraan dalam menjalani biduk rumah tangga.
"Yang laki-laki tidak ada larangan khusus, tetapi harus mempersiapkan diri saja sebaik mungkin," kata Mufti.
Dahulu, midodareni diibaratkan dengan perempuan dipingit dan dilarang untuk bertemu bahkan berkomunikasi dalam bentuk apapun dengan calon mempelai laki-laki. Selain untuk mencegah tindakan berdosa, juga sebagai bumbu agar sang calon mempelai laki-laki merasa rindu dan menguatkan kasih sayang keduanya.
Sekarang, jarang yang masih melakukan tindakan pingitan. Intinya, tidak direkomendasikan untuk bepergian ke mana pun semalam menjelang akad.
6. PamitanPamitan adalah proses meminta restu kepada kedua orang tua untuk pergi dan menjalani kehidupan yang baru bersama pasangan hidupnya. Prosesi ini biasanya dilakukan setelah siraman dan sesudah akad nikah.
Calon mempelai melakukan sungkem kepada masing-masing orang tua kandung dan berujar permohonan maaf selama menjadi anak, dan ungkapan untuk memohon restu kedua orang tua baginya menjalani sisa hidup bersama orang yang ia pilih.
"Sesudah siraman dan setelah akad boleh dilakukan, saat setelah akad saja juga tidak masalah,” kata Mufti.
Setelah semua prosesi dijalankan, maka akan masuk ke dalam tahapan inti dari pernikahan, yaitu mengikat janji suci dalam akad nikah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(mer)