Jakarta, CNN Indonesia -- Di satu kafe internet di Tokyo, Jepang, para pecandu online tidak pernah melepaskan pandangannya pada layar komputer. Di ujung bilik-bilik komputer, tersedia kapsul-kapsul hotel di mana para pengunjung dapat rehat sejenak sebelum akhirnya berselancar kembali di lautan dunia maya.
Tak ada yang istirahat sempurna. Di Jepang, banyak pecandu internet memiliki masalah tidur.
"Pada kasus terburuk, anak-anak dikeluarkan dari sekolah dan tak dapat mengikuti kurikulum sekolah. Anak seperti itu juga akan memiliki masalah lain, seperti tidak bisa tidur yang juga harus diatasi di samping kecanduan itu sendiri," ujar salah satu terapis di klinik pecandu online di Yokohama, Nomura Kazutaka, seperti dilansir The Independent.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di salah satu pusat distrik perbelanjaan elektronik di Tokyo, Akihabara, orang tak menganggap kecanduan internet sebagai suatu masalah. "Saya menelusuri internet sekitar sepuluh jam sehari dan itu biasa saja," ujar seorang warga Tokyo. Menimpali komentar tersebut, seorang lain berkata, "Saya tidak berpikir itu salah karena itu adalah cara kami hidup di masa sekarang."
Isu ini tak ayal menjadi keprihatinan pemerintah Jepang. Mereka memperkirakan, setidaknya ada 500 ribu remaja yang ketagihan internet.
Pusat-pusat detoks internet akhirnya menjamur di berbagai sudut kota. Mereka menawarkan detoks digital. Sebelum memasuki membuka pintu tempat rehabilitasi tersebut, pengunjung diminta untuk meninggalkan alat elektronik mereka dan menikmati waktu sejenak tanpa telepon genggam, tablet, atau komputer.
Salah satu pasien yang berhasil tahir dari kecanduan internet adalah editor situs majalah Lifehacker, Yoneda Tomohiko. Kepada Al Jazeera, ia menuturkan bahwa sebelumnya ia bisa menghabiskan waktu 15 jam per hari untuk mengarungi internet. Kini, ia tengah menulis buku mengenai pengalamannya memerangi kecanduan internet dan mengapa remaja harus belajar hidup tanpa layar dunia maya.
"Bahkan saat akhir pekan, saat Anda seharusnya beristirahat, jika Anda terhubung dengan internet, Anda tidak benar-benar beristirahat. Orang membutuhkan waktu menjauh dari perangkat digital, tak terhubung dengan internet, lalu kalian dapat menyelami imajinasi dan lebih sering melakukan komunikasi tatap muka," papar Yoneda.
Secara umum, Asia memang memiliki masalah kecanduan internet yang sangat pelik. Pada 2015 lalu misalnya. BBC melaporkan, seorang pria Korea Selatan tewas setelah bermain permainan video selama 50 jam tanpa istirahat. Polisi mengatakan bahwa ia bahkan tidak tidur dan makan dengan baik.
Pada Maret 2010, The Guardian melaporkan bahwa sepasang suami istri dari Korea Selatan membiarkan bayi tiga bulan mati kelaparan sementara mereka malah membeli anak secara daring. Mereka menamakan bayi tersebut Anima, sementara anak kandung mereka tak diberi nama. Ia ditelantarkan di rumah sementara orang tua mereka mengunjungi kafe internet setiap hari.
(mer)