Terapis Seks, Bagaimana Mereka Bekerja?

Utami Widowati | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jul 2015 22:00 WIB
Satu hal yang jadi pantangan buat terapis seks seperti Major adalah tidak akan pernah membagi pengalaman seksual pribadinya pada kliennya.
Ilustrasi konsultasi seks. (Thinkstock/shironosov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di antara banyak profesi menyangkut masalah kesehatan, profesi terapis seks bisa jadi adalah salah satu yang paling misterius.

Ammanda Major adalah salah satunya. Saat ini dia menangangi klien dari usia yang sangat beragam. Pasiennya yang tertua kini berusia 83 tahun dan pasiennya yang paling muda berusia 17 tahun. “Ketika mereka membuka dan membicarakan tentang perasaan seksual mereka, mereka akan jadi sangat rapuh. Dan saya sangat selalu menyadari pengorbanan besar yang mereka berikan untuk melakukan hal itu,” kata Major seperti diberitakan Guardian.

Major tak langsung memilih menjadi terapis seks dalam hidupnya. Dia pernah bekerja di dunia pemasaran. “Tapi hati saya berkata lain, yang saya inginkan adalah menjadi terapis seks,” katanya. “Saya selalu tertarik dengan bagaimana manusia saling terhubung, bagaimana mereka akhirnya bersama, apa yang membuat sebuah hubungan bertahan dan bagaimana hal itu bisa berubah seiring waktu.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Major kemudian mengikuti pelatihan di lembaga bernama Relate. Dia lalu menjadi konselor masalah hubungan antar pasangan dan baru kemudian lebih spesifik menjadi terapis psikoseksual. Pelatihan itu dilakukannya 23 tahun lalu. Sejak selesai pelatihan dia kemudian melayani ratusan orang: lajang, menikah, pasangan hidup bersama, transgender dan gay.

“Orang selalu khawatir saat bicara dengan saya mereka akan membuat saya terkejut. Padahal tak banyak lagi yang bisa membuat saya terkejut,” kata Major.  “Tak pernah ada dua orang klien yang memiliki isu yang benar-benar sama. Dan itu yang membuat pekerjaan saya jadi sangat menarik.”

Pekerjaan sebagai terapis seks juga lumayan tinggi tingkat kesuksesannya. Relate, lembaga tempat Major menemukan bahwa 93 persen mereka yang menemui terapis seks, berhasil meningkatkan kualitas kehidupan seksual mereka. Karena dengan berkonsultasi mereka akan bisa memetakan masalah mereka, melihat berbagai alternatif solusi dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan komunikasi antar pasangan.

Sulitnya menggali riwayat masalah seksual

“Intinya terapi seks, adalah membawa masalah seksual untuk dibicarakan dalam ruangan yang aman dalam sesi terapi dan mulai mencari pemecahannya, sering kali kita tidak mengetahui masalah seksual kita sendiri, apalagi pasangan kita,” kata Major. “Saya hanya bertugas membuat mereka mengeluarkan masalah itu dan bertanya apa yang kemudian bisa dilakukan untuk memperbaikinya.”

Dalam sehari, Major biasa menerima dua atau tiga pasangan atau individu. Terapinya sendiri dilakukan dengan sangat rahasia. “Jadi siapapun yang saya ceritakan di sini sama sekali hanya contoh, bukan klien nyata saya.”  

Misalnya Major bercerita tentang pasangan Jess dan Steven. “Mereka masing-masing berusia 30 tahun dan telah bersama selama empat tahun. Mereka punya satu anak berusia dua tahun, tapi sejak anak itu lahir mereka berhenti berhubungan seks,” kata Major memberi salah satu contoh kasus yang ditanganinya.

“Jess ingin melakukannya, tapi buatnya sangat menyakitkan. Kini mereka sebenarnya ingin menambah satu anak, tapi sadar bahkan pada saat yang sama hubungan mereka juga semakin terancam.”

Dalam beberapa kali sesi terapi Major menemukan bahwa Jess bisa merasakan kekecewaan Steve, dan itu membuat Jess merasa bersalah.  

Dalam pertemuan itu Major menemukan bahwa renggangnya hubungan pasangan itu karena Jess merasa trauma untuk melakukan hubungan sejak melahirkan anak mereka.  Sementara Steve meski ingin memperbaiki hubungan juga ketakutan akan melukai Jess.

Pantangan bercerita tentang pribadi terapis

“Sesi perkenalan selalu tentang melihat kesulitan seksual, karenanya saya selalu meminta mereka untuk datang sebagai individu agar mendapat riwayat detail masalah dari sudut pandang mereka.”

Dalam menjalankan profesinya, Major selalu punya tiga pertanyaan tentang kliennya. “Pertama, apa yang terjadi pada masa awal kehidupan mereka yang bisa memengaruhi kehidupan seks mereka saat ini?”

Kedua, apa yang memicu hal itu kemudian jadi masalah? Dan ketiga apa yang membuat mereka terhenti karena masalah itu? “Saya selalu ingin tahu ketiga hal ini, apakah masalah awalnya adalah ejakulasi prematur, kurangnya gairh atau hubungan yang menyakitkan. Karena begitu klien Anda bisa menjawab ketiganya, Anda akan mulai bisa membantu mereka.”  

Dalam kasus Steve dan Jess, misalnya, Major merancang beberapa tugas yang harus mereka lakukan sendiri-sendiri atau bersama, sampai mereka bisa meningkatkan kepercayaan diri bahwa mereka bisa mengatasi masalah itu. “Hal utama yang harus saya lakukan adalah menghilangkan ketegangan diantara mereka yang muncul bersamaan dengan masalah itu.”

Satu hal yang jadi pantangan buat terapis seks seperti Major adalah tidak akan pernah membagi pengalaman seksual pribadinya pada kliennya. “Karena terapi itu adalah tentang mereka, bukan saya. Sesi terapi bukan forum untuk membandingkan pengalaman,” kata Major.

“Saya menggunakan cincin kawin, jadi cukuplah klien tahu bahwa saya sudah menikah. Saya punya dua anak yang sudah besar, cukup itu yang diketahui klien saya, bahwa saya adalah pihak yang netral.”

Major mengatakan memang ada kalanya orang bertanya apakah profesinya mempengaruhi kehidupan pribadinya. “Tapi, kita tak akan bisa jadi terapis untuk suami, keluarga atau teman-teman kita sendiri, dan saya tidak mencobanya,” kata Major. “Jika suatu kali ada teman yang menceritakan masalah seksualnya pada saya, maka saat itu saya adalah Ammanda, temannya, bukan terapis.”

Kepada klien lainnya yang mengalami hambatan orgasme, Major menyarankan pentingnya soal fantasi. “Tentu saja saya tak meminta dia untuk menceritakan fantasinya — terapis seks tidak  mengarahkan kliennya untuk melakukannya saat terapi. Saya hanya menyarankan bagaiman punya fantasi yang lebih kaya sebagai jalan menuju orgasme.”  

Ada pula pasangan berusia 60 tahun, dengan anak-anak yang sudah beranjak dewasa. “Yang saya lakukan adalah memberi sesi edukasi. Meski salah satu pilihan adalah konsumsi Viagra untuk sang suami, tapi ternyata sang istri tidak berharap si suami melakukannya.” Major mengatakan harus sangat berhati-hati menjelaskan tentang obat seperti Viagra.

Major hanya berharap semoga saja kehidupan seksual kliennya akan membaik, sembari mengingatkan bahwa kehidupan seksual tak harus selalu sempurna.

“Ada terlalu banyak tekanan dalam hidup kita untuk punya kehidupan seks yang luar biasa. Dan tugas saya untuk membantu mereka menemukan apa yang terbaik.”

Salah satu pesan yang selalu diberikan Major pada semua kliennya adalah: semua masalah seksual itu bisa dibicarakan. “Menjaga selera humor Anda adalah salah satu cara yang luar biasa membantu dalam segala masalah seksual,” kata Major.

(utw/utw)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER