Jakarta, CNN Indonesia -- Muntok, tak sedikit yang mengenal kota ini. Kota penambang timah yang cukup dikenal hingga kalangan dunia. Kota yang ternyata menyimpan sepenggal kisah Indonesia dalam mencapai kemerdekaan penuh dari penjajahan Belanda. Lantas, bagaimana sebenarnya kota ini? Bagaimana jika ingin melihat kota yang tak lagi ingin dikenal sebagai kota timah ini?
Kota Muntok, berlokasi di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Jika melihat di peta, kota ini terletak persis di moncong pulau Bangka yang mirip seperti kuda laut.
Jika Anda dari Jakarta, perjalanan ke kota Muntok bisa ditempuh melalui Pangkalpinang. Menggunakan maskapai penerbangan tujuan Bandara Depati Amir, Anda akan menghabiswan waktu selama kurang lebih satu jam. Setelah itu, butuh waktu sekitar tiga jam dari bandara ke kota Muntok dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua, jika Anda kuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alangkah baik jika memilih kendaraan roda empat. Rute perjalanan yang cukup berliku, belum lagi jika temaram menjelang, membuat perjalanan tiga jam terasa melelahkan. Maklum, listrik di kawasan ini masih sangat terbatas. Jadi, jangan harap Anda akan ditemani sinar lampu jalan jika Anda melewati rute ini di waktu malam.
Pilihan kendaraan menuju kota Muntok beragam. Anda bisa menggunakan Damri atau minibus tujuan Muntok dengan memesan tiket di loket terminal bandara. Sementara kendaraan umum, seperti mikrolet, hanya beroperasi di pusat kota, itupun jarang terlihat.
Agar lebih nyaman, Anda juga bisa menyewa kendaraan roda empat dengan kisaran harga Rp300 ribu-Rp500 ribu per hari. Tergantung negosiasi. Tempat penyewaan mobil ini bisa Anda temukan di brosur atau bertanya-tanya di sekitar terminal bandara.
Sepanjang perjalanan menuju kota Muntok, Anda akan disuguhkan oleh berbagai tanaman hasil bumi khas Bangka, seperti kelapa sawit dan lada putih. Anda juga akan melihat padang luas berpasir oranye dan sejumlah lubang bekas penambangan timah. Sisanya, tentu saja rumah penduduk.
 Salah satu rumah Homestay klaster Eropa di kota Muntok. (CNN Indonesia/ Ranny Virginia Utami) |
Penginapan HomestaySetiba di kota Muntok, Anda tentu ingin langsung mencari lokasi bermalam. Di sini, berbagai hotel dan penginapan tersedia. Namun, bagi Anda yang ingin menyatu dengan suasana kota Muntok, disarankan untuk menginap di kawasan Homestay.
Akulturasi budaya akibat lokasi yang kerap menjadi tempat singgah bangsa lain pada zaman dahulu, membuat Muntok memiliki beragam etnis dan budaya yang melekat hingga kini. Konsep Homestay ini salah satunya, yang terbagi ke dalam empat klaster di antaranya klaster Eropa, klaster China, klaster Melayu dan klaster Arab.
Sekarang, Anda tinggal pilih ingin merasakan rumah dengan nuansa yang mana. Apakah ingin di kawasan yang didominasi oleh bangunan berarsitektur Eropa dengan halaman yang luas dan ruang atap yang tinggi, atau arsitektur Melayu dengan ornamen dan furnitur kayu?
Di Homestay ini, harga yang ditawarkan cukup beragam, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dengan fasilitas standar rumahan. Sekali lagi, kemampuan bernegosiasi Anda diuji di sini. Pasalnya, ada Homestay yang memiliki fasilitas bak hotel, seperti sarapan dan handuk mandi.
Namun sedikit berbeda dengan hotel, di Homestay Anda bisa berinteraksi secara aktif dengan warga sekitar dan menikmati beragam tradisi lokal yang hingga kini masih terjaga apik. Mulai dari memasak hingga berdiskusi soal budaya, sejarah dan kesenian masyarakat setempat.
Untuk menemukan kawasan Homestay, Anda bisa menghubungi Asosiasi Homestay Muntok melalui situs mereka di homestaymuntok.com. Apabila Anda langsung memilih kawasan Homestay tanpa melalui asosiasi ini, jangan tersinggung karena Anda akan dialihkan untuk menginap di hotel atau tempat penginapan lainnya. Aturan satu pintu ini dibuat demi menjaga keamanan bagi pemilik dan penyewa Homestay.
Muntok dan Sepenggal Sejarah IndonesiaBak orang awam, tak tahu di mana Muntok, ada apa saja di sana, dan ke mana sebaiknya jika ingin menjelajahi kota tersebut?
Anda tak perlu khawatir. Berikut ini ada delapan destinasi wisata yang menjadi unggulan kota Muntok. Kedelapan destinasi ini menjadi saksi sejarah perkembangan Indonesia mulai dari masa kerajaan, penjajahan hingga menjadi negara merdeka Indonesia.
Muntok merupakan salah satu kota penghasil timah yang cukup besar. Museum Timah Muntok menjadi saksi sejarah perkembangan pertambangan timah tersebut. Dulu, museum ini merupakan gedung bekas kantor pusat Banka Tinwinning, sebuah perusahaan negara yang didirikan oleh Belanda pada 1819 dan kini menjadi PT Timah Tbk.
Museum ini terletak di pinggir jalan utama kota Muntok sehingga tak akan sulit untuk mencapai ke sana. Museum ini beroperasi mulai pukul 9.00 WIB hingga 16.00 WIB. Selain melihat sejarah perkembangan tambang timah, Anda juga akan melihat sejarah Muntok dari kerajaan Sriwijaya hingga Perang Dunia II.
Bangunan ini merupakan kediaman seorang mayor asal China. Mayor merupakan jabatan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada keturunan China terpandang untuk mengatur sistem perdagangan di kota Muntok.
Rumah Mayor China ini berlokasi di dekat pusat kota sehingga tak sulit untuk menemukannya. Di dalam rumah ini, Anda bisa melihat arsitektur China lengkap dengan koleksi benda-benda antik peninggalan keluarga mayor.
Kelenteng Kong Fuk Miau merupakan kelenteng tertua dan pertama yang dibangun di kota Muntok. Sejarah mencatat kelenteng ini dibangun sekitar tahun 1820 oleh warga asal China.
Bak kelenteng pada umumnya, bangunan ini memiliki altar abu, tempat sembahyang bagi umat Kong Hu Cu. Setiap tahun, kelenteng ini menggelar tiga perayaan utama umat Buddha, yaitu Cap Go Meh, Sembahyang Rebut dan Sembahyang Bulan.
Satu keunikan kelenteng ini adalah keberadaan bedug dan lonceng di dalamnya. Penjaga kelenteng akan membunyikan beduk dan lonceng tepat pukul 05.00 WIB dan 17.00 WIB. Menjadi kebanggaan umat Buddha dan keturunan China di Muntok, tak ada salahnya berkunjung ke kelenteng ini dan melihat sendiri bangunan tua yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Tak kalah dengan Kelenteng Kong Fuk Miau, Masjid Jami’ juga merupakan bangunan tua di Muntok. Ia menjadi masjid pertama yang dibangun sekitar tahun 1883. Bersebelahan dengan kelenteng, masjid ini ternyata menyimpan nilai toleransi yang tinggi.
Menurut pengurus setempat, Masjid Jami’ dibangun tak hanya oleh umat Muslim tetapi juga non-Muslim, yakni umat Buddha. Mereka memanfaatkan sisa bahan bangunan kelenteng untuk mendirikan masjid agar berdiri kokoh. Tak heran, Anda akan melihat sedikit sentuhan China di dalam masjid berkonsep Melayu ini.
Sempat menjadi wisma pegawai perusahaan Banka Tinwinning sejak 1827, Pesanggrahan Muntok ini kemudian menjadi tempat kediaman Presiden RI Soekarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim saat diasingkan oleh pemerintah Belanda pada 6 Februari 1949.
Saat itu, Indonesia telah resmi memplokamirkan kemerdekaan dari penjajahan Jepang. Namun, agresi militer Belanda membuat Indonesia belum sepenuhnya resmi menjadi sebuah negara.
Di dalam tempat ini, Anda akan merasakan sendiri bagaimana Bapak Proklamasi menghabiskan waktu ketika diasingkan di kota Muntok, melalui sejumlah potret foto yang dipajang di dinding-dinding kamar bangunan ini.
Meski tak banyak sisa-sisa koleksi peninggalan Soekarno di sini, namun pengelola pesanggrahan di sini dengan senang hati menceritakan kisah Soekarno selama di Muntok kepada Anda.
Tak hanya Soekarno dan Agus Salim yang diasingkan oleh pemerintah Belanda di Pulau Bangka. Sejumlah elite Indonesia, termasuk Moh. Hatta, juga dibuang jauh agar Indonesia dapat kembali ke pelukan Belanda.
Namun berbeda dengan Soekarno, Hatta ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing yang berjarak 12 kilometer dari Pesanggarahan Muntok.
Lokasi pesanggrahan ini berada di bukit tinggi yang dikelilingi oleh hutan. Jika Anda ingin ke sana, bisa menggunakan mobil atau motor. Selain melihat sejumlah koleksi sisa peninggalan para elite Indonesia yang diasingkan di sini, Anda juga bisa menikmati kesejukan alam Muntok di atas bangunan tingkat dua ini.
Ingin melihat Muntok di atas ketinggian 65 meter? Anda bisa menaiki Menara Suar Tanjung Kalian. Namun, pastikan Anda memiliki cukup tenaga karena untuk menaiki menara ini Anda harus melewati 169 anak tangga batu dan 28 anak tangga kayu.
Untuk mencapai lokasi ini, Anda hanya butuh waktu sekitar 15 menit berkendara dari pusat kota Muntok. Di sini, Anda bisa melihat hamparan laut luas dan Selat Bangka yang menjadi pembatas Pulau Bangka dengan Pulau Sumatera.
Makam mungkin menjadi objek wisata yang tak terlalu banyak diminati wisatawan. Namun, jika Anda berada di Muntok, tak ada salahnya mengunjungi komplek pemakaman yang satu ini.
Sejarah lokasi pemakaman yang dulu merupakan bagian dari Benteng Kota Seribu cukup menarik untuk ditelisik. Terlebih jika ingin mengetahui siapa leluhur Pulau Bangka. Di sini terdapat makam keluarga bangsawan Melayu dengan hiasan nisan yang khas.