Jakarta, CNN Indonesia -- Gejala kanker darah Chronic Myleoid Leukimia (CML) atau Leukimia Granulositik Kronis yang tidak khas menyebabkan banyak dokter salah mendiagnosis penyakit ini.
Dokter spesialis hematologi onkologi medik Hilman Tadjoedin mengatakan biasanya diagnosis mengarah pada penyakit lainnya.
(Baca juga: Kanker Darah yang Banyak Menyerang Usia Muda di Indonesia)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang salah diagnosis. Peningkatan sel darah putih orang mikirnya lebih ke TBC atau infeksi biasa," kata Hilman saat ditemui usai diskusi mengenai CML di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (22/9).
Hilman menjelaskan hal ini terhadi karena pemeriksaan hanya dilakukan di permukaan saja karena dilihat dari sel darah putih saja.
Sebenarnya ada beberapa pemeriksaan yang harus dilewati untuk mengetahui seseorang mengidap CML atau bukan.
"Biasanya, pasien datang dengan keluhan perut terasa begah dan demam, lalu kami ambil darahnya. Ternyata darah putihnya meningkat," ujar Hilman.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara fisik, Hilman melanjutkan harus ada pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan darah tepi. Darah tepi merupakan darah yang menuju ke jantung.
Jika ditemukan jumlah sel darah putih dalam jumlah besar, kemungkinan besar pasien mengidap CML. "Setelah itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil sumsum tulang belakang dan pemeriksaan molekular," kata Hilman.
Penyebab belum jelasDokter yang juga spesialis penyakit dalam itu mengatakan belum jelas benar apa yang menyebabkan penyakit CML muncul. Satu-satunya penyebab adalah adanya gen BCR-ABL yang membuat produksi sel darah putih menjadi lebih banyak.
Namun, munculnya Gen BCR-ABL atau kromosom philadelphia yang ditemukan pada penderita leukimia itu belum dapat dipastikan datang dari mana.
"Kalau menunjuk yang jadi biang keladi susah. Tapi waktu itu di Jepang, tahun 1945 saat akhir perang dunia kedua, dikumpulkan pasien CML se-Jepang ternyata mereka berasal dari lingkungan yang dekat dengan kejatuhan bom atom," ujar Hilman.
Tapi ia pun tidak bisa memastikan bahwa radiasilah yang menjadi penyebab munculnya gen tersebut.
"Yang merokok laporannya juga ada. Tapi tidak bisa selalu dari merokok. Merokok kan yang dekat kanker paru, prostat, dan lain-lain," katanya.
(utw/utw)