Hutan Bakau Kebumen, Penahan Tsunami Jadi Calon Obyek Wisata

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Rabu, 23 Sep 2015 11:50 WIB
Pernah jadi penyelamat kota dari terjangan tsunami, kini hutan mangrove Kebumen berusaha dihidupkan kembali dengan tujuan suatu saat bisa jadi objek wisata.
Pohon-pohon bakau Pantai Ayah, Kebumen. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni )
Kebumen, CNN Indonesia -- Kebumen menjadi salah satu daerah terdampak tsunami Pangandaran pada 17 Juli 2006. Bagian pesisir selatan dari Kabupaten ini sempat porak poranda diterjang tsunami yang juga memakan korban jiwa itu.

Salah satu daerah yang merasakan amukan gelombang tsunami adalah Pantai Ayah. Di tempat ini ketinggian gelombang mencapai sekitar lima meter. Warga sekitar pun sempat berlarian ke gunung untuk menyalamatkan diri dari terjangan gelombang tsunami.

Sebenarnya amukan gelombang di Pantai Ayah kala itu bisa lebih ganas lagi kalau saja tidak ada benteng alam berupa hutan mangrove (bakau) di kawasan tersebut. Tapi nyatanya, pohon-pohon bakau yang tersisa di sana sangat sedikit untuk menghambat laju gelombang tsunami kala itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dibilang tersisa, karena pada saat itu bakau yang ada tidak sebanyak dulu. Banyak bakau yang ditebang sembarangan oleh warga dan digunakan untuk rangka atap dan keperluan bangunan lainnya. Maklum kekuatan kayu bakau memang tahan lama dan tidak mudah rapuh apalagi termakan rayap.

Sekilas cerita mengenai tsunami dan bakau di Pantai Ayah ini dibeberkan oleh Ketua Komunitas Pecinta Lingkungan Pantai Selatan (KPL Pansela) Kebumen, Sukamsi saat rombongan media menyambangi hutan mangrove di kawasan Gombong itu. Sebagai orang asli Kebumen, Sukamsi masih ingat betul bagaimana bencana itu menimpa tempat tinggalnya.

"Dulu di sini pas tsunami, ketinggian air sampai setinggi orang dewasa. Hilang semua tanaman di sini," kata Sukamsi saat memandu rombongan di muara sungai yang terhubung langsung ke Samudera Hindia di Pantai Ayah, beberapa waktu lalu.

Selang beberapa tahun berlalu, Kebumen kembali dibayangi kenyataan pahit. Pada 25 Januari 2014 Kebumen kembali diguncang gempa, tapi tidak berpotensi tsunami.

Terus diintai bencana membuat warga dan pemerintah harus selalu siaga. Pasalnya, sebanyak 48 desa yang dihuni sekitar 40 ribu penduduk di Kebumen dinyatakan rawan bencana tsunami. Dalam waktu dekat bencana itu pun bisa sewaktu-waktu datang lagi karena lempeng bumi di Samudera Hindia terus bergerak.

Untuk itulah, KPL Pansela menggandeng pemerintah beserta pihak-pihak lainnya untuk bersama-sama membangun kembali benteng alami di Pantai Ayah untuk menghindari dampak yang lebih besar jika tsunami kembali menerjang dengan menanami kembali hutan mangrove yang sebenarnya sudah ada sebelumnya.

"Kami tidak berharap ada bencana, tapi ada keiistimewaan mangrove untuk melindungi Kebumen. Jadi kami harus melakukan langkah ini," ujar Sukamsi.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh KPL Pansela adalah dengan menanam 10 ribu bibit bakau di Pantai Ayah atas kerja sama dengan Martha Tilaar Group yang dilakukan beberapa waktu lalu. Dengan ditanamnya ribuan bibit ini, Sukamsi berharap hutan mangrove kembali terbentuk dan bisa melindungi warga dari ancaman bencana.

Bibit-bibit tersebut di tanam di area-area yang masih kosong. Dari 150 hektar lahan yang ada, memang baru 50 hektar yang bisa ditanami sejak tahun 2003 lalu. Jadi masih banyak area yang harus ditanami bibit.

Tapi, di luar area itu, ada beberapa titik di mana pohon bakau sudah berdiri kokoh berkelompok membuat sebuah hutan. CNN Indonesia mendapatkan kesempatan untuk melihat hutan mangrove dan pohon-pohon bakau yang sedang dibangun KPL Pansela dengan berbagai pihak lainnya.

Bakau-bakau yang berhasil tumbuh terlihat begitu kokoh dengan akarnya yang menancap ke dasar sungai. Daun hijaunya yang rimbun menambah kesan sejuk dan alami di tengah cuaca terik yang menerpa kami.

Di antara deretan bakau-bakau itu, ada segerombol pohon bakau yabg terlihat lebih besar dan kokoh dibandingkan yang lainnya. Kata Sukamsi, bakau-bakau itu memang lebih dulu ada jadi ukurannya lebih besar.

"Itu ditanamnya setelah tsunami, jadi sudah besar sekarang," kata Sukamsi.

Mengembangkan wisata hutan mangrove

Tidak hanya mementingkan kelestarian alam dan penghadang tsunami, bakau-bakau dan jenis pohon lainnya yang ada di hutan mangrove yang dikembangkan KPL Pansela juga memiliki tujuan lain. Apalagi kalau bukan wisata dan ekonomi.

Jika nanti pohon-pohon bakau sudah tumbuh besar, Sukamsi berharap hutan mangrove bisa dijadikan obyek wisata. Sebenarnya saat ini pun sudah bisa, tapi masih ada beberapa kendala yang membuat niat Sukamsi dan kawan-kawannya terhambat.

Ada beberapa hal yang harus disiapkan KPL Pansela untuk mengembangkan wisata, di luar persoalan dana tentunya. Sukamsi mengaku sampai saat ini masih memakai biaya seadanya untuk membangun wisata mangrove di kawasan Pantai Ayah itu.

"Untuk wisatanya, baru rintisan kelompok. Dari Dinas Pariwisata belum melirik, belum merapat ke kami. Sebenarnya dengan potensi seperti ini pemerintah sudah harus tanggap. Tapi kami pun tidak menyalahkan karena mungkin ada faktor lain," kata Sukamsi.

Untuk mengembangkan wisata mangrove, Sukamsi punya mimpi membuat jembatan yang bisa menjelajah ke seluruh area hutan mangrove, termasuk ke sela-sela pohon bakau.

Menyusuri hutan mangrove di Kebumen. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni)


Mungkin menggunakan kapal untuk berjelajah seperti yabg sudah dilakukan saat ini terlihat menarik, tapi dalam beberapa kondisi kapal tidak mampu menjelajah ke dalam akibat kurangnya ketinggian air.

"Rencananya mau bikin tracking jembatan kayu yang masuk ke hutan. Kalau ada jembatan kan tidak harus nunggu air pasang jadi bisa masuk sambil menikmati," ujarnya.

Selain menunggu jembatan 'harapan' Sukamsi, ia juga harus menyiapkan sumber daya sebagai pemadu wisata di hutan mangrove. Sebab, kata Sukamsi, melakukan wisata di hutan mangrove tidak boleh sembarangan dan tidak semua orang bisa melakukannya.

"Sebenernya untuk masuk ke sana tidak semua orang bisa karena pohon bakau sensitif dengan ekosistem yang ada. Tatkala ada yang masuk dan tidak dipandu itu bisa mengganggu biota yang ada di sana," kata Sukamsi.

"Misalnya ekosistem seperti burung, kalau yang masuk belum ramah burung bisa stres. Ada juga lorong yang menjebak. Jadi kalau masuk tidak bisa keluar dan itu  berbahaya. Jadi harus dipandu. Jangan sampai juga ada akar yang baru keluar jadi pegangan lalu patah. Bakaunya akan rusak."

Itulah alasan mengapa sampai saat ini Sukamsi belum bisa mewujudkan salah satu mimpinya membangun tempat wisata. Tapi, sebagai langkah awal, saat ini ia sudah memulainya meski belum terbuka untuk umum.

Paling, dalam satu minggu hanya ada satu sampai dua rombongan saja. Itupun sudah sangat lumayan katanya.

Untuk saat ini, Sukamsi mematok harga Rp 200 ribu untuk menyewa satu perahu dan bisa menjelajah hutan mangrove. Perahu tersebut bisa memuat delapan orang termasuk pemandu dan nahkoda.

"Rp 200 ribu sudah keliling masuk hutan mangrove sekaligus dapat pengetahuan tentang mangrove," kata Sukamsi.

(utw/utw)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER