JAKARTA FASHION WEEK 2016

Saatnya Menggerakkan Industri Fesyen yang Ramah Lingkungan

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Selasa, 27 Okt 2015 10:28 WIB
Baju yang Anda kenakan setiap hari merupakan satu dari miliaran baju di dunia yang mungkin ikut menyumbang pemanasan global dan perubahan iklim.
Busana karya Merdi Sihombing, Restu Anggraini, dan Friederich Herman yang mengusung Ethical Fashion. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pernahkah Anda berpikir dari mana pakaian yang Anda kenakan? Bukan toko di mana tempat Anda membeli pakaian, tapi lebih kepada siapa yang membuat pakaian Anda. Bahan apa yang digunakan untuk membuatnya? Apakah itu ramah lingkungan atau tidak?

Tahukah Anda, kalau ternyata baju yang Anda kenakan setiap hari merupakan satu dari miliaran baju di dunia yang mungkin ikut menyumbang pemanasan global dan perubahan iklim, yang berarti juga menyebabkan kerusakan lingkungan.

Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, industri fesyen adalah pemasok emisi gas rumah kaca terbesar setelah semen serta logam-baja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada banyak hal yang membuat fesyen menjadi industri yang tergolong berperan dalam kerusakan lingkungan. Industri fesyen menggunakan bahan-bahan kimia beracun yang bisa mencemari lingkungan, misalnya saja dari pewarna kimia.

Penggunaan pewarna kimia akan mencemari lingkungan ketika berakhir sebagai limbah yang tidak dikelola dengan baik.

Energi yang digunakan untuk industri ini juga tidak sedikit. Bayangkan, sebagai industri terbesar di dunia yang menyuplai kebutuhan sandang untuk semua manusia, pabrik pakaian menggunakan banyak listrik untuk menggerakan mesin-mesinnya, belum lagi air.

Dalam industri fesyen, air menjadi salah satu bahan yang diperlukan, terutama untuk proses pewarnaan dan pencucian.

Hal ini diperparah dengan tren fast fashion yang kini banyak dianut di berbagai negara. Fast fashion terjadi ketika pergantian model pakaian terjadi begitu cepat di pasaran, biaya produksinya murah, dan penggunaannya pun terbatas karena kualitasnya juga kurang.

Hal tersebut akhirnya membawa dampak negatif pada kesejahteraan orang-orang yang berada di balik industri fesyen itu sendiri. Pembuat film The True Cost yang juga merupakan seorang jurnalis Lucy Siegel mengatakan ada orang yang rela dibayar rendah untuk menghasilkan produk yang bisa dijual dengan harga murah.

"Kita tidak pernah mendapatkan cerita di balik pakaian yang kita beli. Tentang dampak lingkungan yang cukup signifikan juga tentang sistem produksinya," ujar Siegel dalam forum Sustainable Fashion dalam gelaran Jakarta Fashion Week 2016, Senin (26/10).

Untuk meredam dampak negatif tersebut, kini para pelaku fesyen diminta untuk lebih bertanggung jawab pada produksinya sendiri. Industri fesyen diminta untuk menerapkan suistanable fashion dan ethical fashion demi menjaga keberlangsungan planet bumi dan bisnis fesyen itu sendiri.

Sustainable fashion, biasa disebut eco design atau sustainable desain, menerapkan pentingnya aspek lingkungan dan sosial dalam membuat produk fesyen. Konsep ini mengutamakan ide bagaimana produk yang dibuat bisa tahan lama, dan digunakan dalam waktu panjang karena memiliki kualitas baik.

Sebenarnya ethical fashion pun memiliki pengertian yang hampir sama dengan sustainable fashion. Bagaimana cara mengembangkan industri fesyen dengan cara-cara yang etis, mulai dari penggunaan bahan, perlakuan terhadap pekerja, sampai dalam hal memasarkan pun harus menerapkan sistem perdagangan yang mengutamakan dialog,  transparansi, dan saling menghormati agar tercapai kesetaraan dalam perdagangan (fair trade).

Menteri Perindustrian Saleh Husin setuju jika konsep ini diterapkan di Indonesia. Konsep menjaga lingkungan, memberdayakan pekerja, dan kesetaraan dalam berdagang memang sudah sepantasnya diperhatikan oleh para pelaku industri fesyen.

Ia juga menilai, gempuran fast fashion pada akhirnya bisa sedikit diredam dengan adanya slow fashion. Munculnya slow fashion yang mengedepankan ketelitian, dari mulai pemilihan atau pembuatan bahan baku, pemilihan pola atau motif, pewarnaan, hubungan desainer dan pengrajin, hingga manfaat bagi masyarakat dan lingkungan dipercaya bisa menjadi jalan keluar dari dampak negatif industri fesyen selama ini.

"Dengan begitu kita bisa memiliki harga dan nilai lebih tinggi. Peluang menggali budaya yang mulai hilang pun harus disiapkan sebaik mungkin oleh para desainer. Di sini lah kearifan lokal Indonesia berperan besar," ujar Saleh Husin dalam pidato pembukaannya sebelum fashion show bertajuk Beginning Ethical Fashion dimulai.

Sebagai negara dengan kekayaan berlimpah, Indonesia memiliki serat alam dan warna alam yang kaya. Ada sutra, serat bambu, serat pisang, dan serat nanas yang bisa dijadikan produk fesyen. Ada juga pewarna alami yang berasal dari tumbuhan yang sampai sekarang juga masih digunakan di beberapa daerah. (win/win)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER