Koreografer fashion show Bernard. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pergelaran busana adalah kolaborasi apik banyak orang. Di panggung, model mengambil alih lampu sorot, berbalut busana terkini kreasi desainer mereka tampil cantik. Penguasa catwalk.
Namun, dibalik glamor catwalk, ada sosok yang berjasa besar membuat sebuah fashion show berjalan lancar. Tanpa sosok itu, fashion show bisa berubah kacau. Model bertabrakan, penataan waktu yang tidak pas, ataupun alur show yang acak adul.
Sosok itu adalah koreografer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai profesi, koreografer memang tidak sepopuler desainer atau model, tapi kehadirannya tak kalah penting. Koroegrafer mode adalah orang yang memastikan panggung mode berjalan sukses. Sang penggerak keindahan panggung mode.
Fashion Show Paul Direk di Jakarta Fashion Week 2016 (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Guna mengetahui lebih jauh mengenai profesi koreografer, CNN Indonesia berbincang dengan Unkle Bernard, koreografer Jakarta Fashion Week 2016.
Menjadi koreografer pergelaran busana, tidak pernah dibayangkan oleh Bernard sebelumnya. Yang ia bayangkan adalah menjadi seorang desainer karena ia jatuh cinta dengan dunia fesyen.
Kecintaannya terhadap fesyen tumbuh dari kebiasannya yang gemar membaca majalah mode. Saking sukanya, nama-nama model yang sering tampil pun, ia hafal di luar kepala.
Meski bercita-cita jadi desainer, Bernard tidak memilih sekolah mode setelah lulus SMA. Kala itu ia masih dirundung ragu. "Dulu tahunya kalau suka fesyen mikirnya jadi desainer. Lulus SMA kalau saya pilih jadi desainer tapi tidak ada modal, jadinya tukang jahit, dong. Akhirnya masuk perguruan tinggi jadi sarjana biar orang tua senang," kata Bernard saat ditemui di sela kesibukannya mengatur fashion show di Jakarta Fashion Week 2016, belum lama ini.
Waktu itu, tahun 1992, Bernard memutuskan kuliah di jurusan teknik dengan mengambil konsentrasi real estate. Sebab, saat itu real estate sedang digandrungi banyak orang dan sedang berkembang. Walaupun mengambil pendidikan yang tidak sejalan dengan minatnya di bidang fesyen, Bernard tak pernah sekalipun meninggalkan fesyen dari hidupnya.
Bangkok International Fashion Week di JFW 2016 (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Sampai pada suatu waktu, sekitar tahun 1994, Bernard mendapatkan tawaran menarik dari seorang temannya yang mempunyai usaha di bidang event organizer. Minat Bernard terhadap fesyen memang sudah tersebar, maka dia ditawari terlibat dalam acara fashion show yang digelar salah seorang teman. Dia ditawari jadi koreografer fashion show.
Saat itu ia belum tahu benar apa saja tugas seorang koreografer. Padahal di pengalaman pertamanya itu, Bernard harus menangani model-model top, sebut saja Dona Harun, Lulu Dewayanti, Arzeti Bilbina, dan masih banyak lagi. Sampai pada satu saat Bernard baru mengetahui tugasnya ketika dihubungi oleh Lulu Dewayanti.
Dia bercerita saat itu Lulu sempat bertanya-tanya kenapa Bernard ditunjuk sebagai koreografer padahal ia tidak mempunyai latar belakang di bidang itu. "Kamu memang koreografer?" kata Bernard menirukan pertanyaan Lulu. "Enggak," jawabnya. "Penari?" kata Bernard kembali menirukan Lulu. "Enggak," jawabnya lagi. "Jadi, kamu apa ya? Yang berhubungan dengan koreografi apa?" "Enggak ada," jawab Bernard.
Mengetahui Bernard tak punya latar belakang apapun untuk mengolah koreografi, Lulu menyuruh dia untuk datang ke rumahnya. Dan di sana, Bernard mengatakan dapat banyak pelajaran berharga dari sang model kondang.Ia mendapat pengetahuan tentang pengaturan blocking, jalan di catwalk dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan tanggung jawab Bernard waktu itu sebagai koreografer fashion show.
"Dari situ belajar. Pas sudah show jadi suka. I think this is what i want. Sampai akhirnya berlanjut sampai sekarang," kata laki-laki berkacamata itu.
Untuk mempertajam kemampuannya membuat koreografi fashion show, Lulu menganjurkan Bernard sering datang ke acara fashion show. Sebab, ketika itu belum ada sekolah yang mengajarkan menjadi koreografer fashion show. Mulai dari show kecil sampai show besar tidak boleh dilewatkan Bernard. Lulu pun bersedia menjadi fasilitator agar Bernard bisa menghadiri fashion show berskala besar dengan tamu yang terbatas.
"Dari situ jadi tahu, kalau show kecil seperti ini, kalau show besar seperti itu. Dulu lihat panggung besar sampai mangap-mangap karena masih belajar kan," ujarnya.
Sambil menonton, Bernard juga sambil membayangkan jika ia yang harus mengatur fashion show itu apa yang akan ia lakukan. Begitulah cara dia belajar. "Kalau kesempatan datang aku sudah punya tabungan. Ada ilmu yang bisa dipakai."
Sekilas pekerjaan sebagai koreografer fashion show terlihat mudah. Tapi, ternyata ada banyak hal yang harus diperhatikan koreografer untuk mengatur fashion show. Sebelum show dimulai, seorang koreografer harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan semua orang yang terlibat di dalam fashion show. Semua berembug untuk menentukan jalannya pertunjukkan.
"Biasanya kita meeting brainstorming. Posenya seperti apa, modelnya siapa saja. First stage siapa, last stage siapa, opening dan closing," ujarnya.
Koreografer fashion show juga harus bisa mengarahkan gaya para model agar baju yang mereka tampilkan bisa terlihat indah. Dan tentunya bisa membuat penonton tertarik dan timbul keinginan untuk membeli.
Lenggak-lenggok model di atas catwalk juga koreografer yang mengatur. Mulai dari rute berjalan, tempat berpose, pose yang harus dilakukan, sampai formasi-formasi tertentu. Jeda waktu model muncul di depan penonton pun ada di tangan koreografer.
Tak hanya sampai di situ, semuanya juga harus disesuaikan dengan dentuman musik yang selalu mengiringi pertunjukkan. Gerak tubuh model dan musik semuanya harus sinkron sehingga penonton tidak bosan melihatnya. Riasan wajah dan tata rambut juga harus diperhatikan agar baju yang dikenakan model bisa terproyeksi dengan baik karena itu adalah tujuan fashion show.
Pengalaman Dua Dekade
CNN Indonesia berkesempatan mengintip pekerjaan Bernard dalam menggarap fashion show di Jakarta Fashion Week. Sebelum show di mulai, Bernard melakukan briefing dengan para modelnya setelah sebelumnya sempat melakukan gladi resik.
Kala itu mereka menemukan kesulitan. Ternyata butuh waktu sedikit lebih lama untuk setiap model berganti pakaian. Saat itulah kemampuan berpikir cepat Bernard dibutuhkan.
Ia mengubah konsep semula yang tadinya model hanya berjalan sekali, ia buat menjadi bolak-balik dua kali. Bukan hal mudah untuk melakukan tersebut karena semuanya harus sesuai dengan musik yang sudah disiapkan.
Tapi, nyatanya, Bernard bisa melakukannya dengan baik. Tidak ada hal yang ganjil dalam fashion show tersebut, dan penonton pun tidak mengira jika ada kerumitan seperti itu di belakang panggung. Selama 20 tahun berkarier sebagai koreografer fashion show, tentu Bernard punya ciri khas sendiri dalam mengelola fashion show. Ia mengaku selalu menggunakan gaya yang sederhana, hanya bermain pada riasan wajah dan musik.
Fashion Show BIN House di JFW 2016 (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
"Musik harus cocok sama bajunya dan yang pasti tidak biasa. Biasanya saya sama music director meramu biar yang mendengarnya tidak bosan," kata Bernard.
Sepanjang perjalanan kariernya itu juga, ada satu fashion show garapannya yang begitu membekas di benaknya. Kala itu Bernard harus menggarap fashion show busana couture milik Oscar Lawalatta yang ditampilkan di kolam renang Senayan, Jakarta.
"Openingnya di tempat loncat indah, penonton duduk di tribun. Pose, pose, pose, tapi tiba-tiba yang di bawah (tepi kolam renang) jalan. Terus modelnya turun tangga. Itu seru," kata Bernard bercerita.
Kendati dibutuhkan tingkat koordinasi yang tinggi, kemampuan berpikir cepat, dan kreatif tentunya, Bernard merasa tak ada kesulitan yang ia alami dalam menjalani profesinya. Dia sudah memilih sesuatu yang ia cintai sebagai profesinya sehingga membuat hidupnya lebih berkualitas.
"I love my job, I love what I do. Aku tidak menganggapnya sulit. Meeting, gladi resik jam 5 pagi, ya sudah tidak dijadikan beban," ujarnya. (les/les)