Jakarta, CNN Indonesia --
Dewi Fashion Knight (DFK) menjadi salah satu pertunjukkan fesyen yang paling ditunggu-tunggu di panggung Jakarta Fashion Week 2016. Bagaimana tidak, acara fesyen itu setiap tahunnya menampilkan desainer terbaik versi Majalah Dewi, yang dianggap bisa menentukan arah mode di Indonesia ke depannya.
Di tahun ke delapannya ini, dengan tema Eyes of The Future, DFK memamerkan karya dari empat desainer busana dan satu desainer aksesoris yang terbaik di Indonesia. Mereka adalah Felicia Budi, Lulu Lutfi Labibi, Haryono Setiadi, Peggy Hartanto, dan Rinaldy A. Yunardi.
Pemimpin Redaksi Majalah Dewi, Leila Safira mengatakan kelima desainer itu sudah dipilih dengan pertimbangan dari para kurator yang terdiri dari Leila sendiri, Editor At Large Dewi Jati Hidayat, pengusaha Christine Barki, aktris Dian Sastrowardoyo, dan fotografer Davy Linggar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Felicia terpilih karena keberanian dan inovasinya mengolah material yang ia gunakan. Peggy dan Haryono terpilih karena sudah mendapatkan pengakuan dunia jauh sebelum karya mereka dikenal di negerinya sendiri.
Sementara itu, Lulu Lutfi terpilih karena kecintaanya terhadap wastra Indonesia yang membumi. Dan satu-satunya desainer aksesoris dalam peragaan kali ini, Rinaldy A. Yunardi terpilih karena ia dianggap tidak hanya sebagai pembuat aksesoris, tapi ia juga dinilai mampu meniupkan nyawa pada setiap rancangannya.
Yang tak kalah pentingnya, kelima ksatria tersebut menggunakan material asli dari Indonesia pada rancangannya.
"Penggunaan material alami dari Indonesia menjadi fokus dari para ksatria malam ini, sesuai dengan tema JFW tahun ini, sustainable fashion," kata Leila.
Berikut kelima rancangan dari lima desainer papan atas di Indonesia itu:
Felicia membuat koleksinya dengan penuh filosofi. Mengambil tema Tanah Air, Fslicia terinspirasi dari cerita para petarung yang berperang untuk negeri mereka demi kebebasan dan menciptakan sebuah utopia di bumi. Koleksi ini juge merepresentasikan sebuah harapan di tengah perang yang merefleksikan situasi dunia saat ini.
Kerinduan akan kedamaian dan sebuah hasrat yang tetap membumi, seperti selalu terkoneksi dengan alam. Felicia mewujudkan semua itu dalam busana-busana dengan efek unfinished yang terbuat dari bahan alami. Ia menggunakan kain tenun dari Flores, tapi bukan tenun ikat.
Tenun itu di buat dengan menggunakan benang organik yang pohonnya di tanam di Flores dan dibudidayakan oleh masyarakat di sana. Mengusung konsep kedamaian dan kembali ke alam, Felicia menggambarkannya dengan koleksi pakaian yang terlihat sederhana namun punya nilai tinggi.
Ia bereksperimen dengan bahannya. Salah satunya, dia membuat two straped dress dengan bagian tali dibuat membentuk kepangan dari untaian bahan yang kemudian menjadi detail lilitan dan ikatan di dada. Dalam baju yang sama, ia juga menambahkan untaian-untaian bahan yang dibentuk sedemikian rupa, yang menimbulkan kesan 'kericuhan' sebagai gambaran dari menghadapi perang Untuk mendapat kesan itu, dia juga banyak mengaplikasikan 'robekan-robekan' pada baju buatannya.
Entah itu di bagian lengan atau membuat rumbai-rumbai di bagian bawah dressnya. Sementara, kesan kembali ke alam dia hadirkan lewat aksesoris kepala pada beberapa tampilan yang berbentuk daun atau ranting pohon. Uniknya, Felicia memadukan semua tampilan itu dengan menambahkan sepatu keds berwarna senada dengan baju yang juga didapatkan dari warna dasar benang. Kecintaanya terhadap wastra, membedakan nama Lulu Lutfi di ranah mode Indonesia. Dia selalu sukses menghadirkan tampilan etnik modern dalam koleksi busananya.
"Yang menyaksikan karya saya, seperti terlempar ke masa lalu," kata Lulu. "Lurik klasik akan muncul, kain kembang batu yang biasa dipakai eyang zaman dulu juga ada. Seperti terlempar ke masa lalu tapi sangat sekarang."
Masa lalu yang sangat sekarang itu benar-benar diwujudkan Lulu di runway. Salah satunya dengan membuat crop top menggunakan lurik klasik cokelat hitam.
Dia juga membuat dress tanpa lengan sepanjang betis berpotongan lurus dengan memainkan bahan luriknya sehingga tercipta potongan garis yang berbeda dalam satu busana. Lulu Lutfi tidak ketinggalan menggunakan motif batik kembang batu pada beberapa tampilan.
Ia menggunakannya untuk membuat atasan, juga bawahan. Desainer asal Yogyakarta itu juga memadukan beberapa motif bahan dalam satu tampilan, membuat karyanya terkesan sedikit memiliki gaya harajuku Untuk menguatkan kesan etnik modern, Lulu menambahkan aksesoris berupa sandal platform bertali dari kayu yang menyerupai bakiak.
Lulu Lutfi Labibi merangkum semua karyanya dan menyebutnya dengan Jantung Hati. "Karya ini mucul dari jantung hati saya melalui sebuah proses kreatif." Desainer Indonesia yang berbasis di Sydney, Australia, ini menampilkan karyanya yang memiliki nilai lokal dan mengemasnya dengan tampilan yang sangat modern. Ia menggunakan tenun ikat Bali untuk koleksinya yang ia tampilkan di atas panggung Jakarta Fashion Week 2016.
"Saya terinspirasi dari pekerjaan tangan tradisional Indonesia yang berasal dari Bali, tepatnya di Desa Tenganan, yang dinamakan kain ikat. Bahannya dibuat dari tangan dan disulam dari tangan," kata Haryono. Menggunakan konsep yang sederhana dengan tailoring yang presisi dan potongan yang tegas, Haryono berinovasi dengan bahan yang ia gunakan.
Dalam peragaan busananya di Dewi Fashion Knight, Haryono menggunakan warna-warna gelap seperti hitam dan biru tua. Kebanyakan ia membuat dress dengan dengan berbagai model. Selain tenun, Haryono juga menggunakan bahan katun dan sutra dalam pakaiannya.
Pada beberapa bagian ia menambahkan bahan seperti chiffon pada dress tanpa lengan yang bagian bawahnya sipotong asimetris dan memiliki layering. Ada juga kemeja lengan panjang dengan kerah kecil yang berdiri yang memperlihatkan sedikit bagian belahan dada sampai ke perut.
Ia memadukannya dengan rok mini yang menggunakan dua bahan berbeda, bagian depan seperti kain tenun ikat yang dimaksud Haryono, dan bagian belakang bahan berwarna hitam polos. Tampilan busana Haryono yang elegan ia perkuat dengan tatanan rambut yang rapi dan pemakaian sepatu high heels berwarna emas yang membiaskan warna pelangi. Busana yang ditampilkan Peggy pada Jakarta Fashion Week 2016 untuk Dewi Fashion Knight merupakan versi perpanjangan dari koleksi Spring Summer 2016 bertajuk Fin. Karyanya kali ini terinspirasi dari kehidupan di bawah laut. "Koleksi ini melihat sisi lain dari keindahan bawah laut. Masih ada masalah yang harus diperhatikan, seperti halnya sampah laut," kata Peggy.
Keprihatinan Peggy yang mengetahui kehidupan hewan bawah laut terusik karena sampah, membuat kreativitasnya menjalar dan akhirnya mewujudkannya dalam bentuk pakaian.
"Saya ingin menekankan kalau problematika bawah laut itu ada. Saya pernah membaca artikel tentang penyu laut yang cangkangnya tidak tumbuh dengan sempurna karena tersangkut di sampah," ujar dia.
Sampah berupa plastik, kaca, botol, dan debris-debris laut lainnya ia refleksikan dalam karyanya yang bernuansa monokrom dan sedikit warna hijau dan biru muda. Tanpa meninggalkan karakteristik desainnya dengan potongan yang khas dan bahan-bahan transparan, Peggy membuat 'sampah-sampah' laut yang ia maksud dengan sangat elegan.
Pada beberapa tampilan ia membuat rumbai-rumbai pada bajunya yang mengayun-ayun seperti sisa-sisa sampah yang berada di bawah air.
Ia juga membuat A-line tube dress berwarna perak dengan aksen lipat di bagian dada yang memperlihat sedikit bagian dalam baju yang berwarna hitam. Ada juga asimetris peplum dress berwarna hijau tua dengan aksen lipat serupa yang dipadukan dengan rok dengan belahan diagonal pada paha sampai ke lutut. Rinaldy merupakan satu-satunya desainer aksesoris dalam rangkaian fashion show Dewi Fashion Knight. Tapi, bukan berarti ia tenggelam dari desainer lainnya. Justru karya-karya Rinaldy yang tentunya berbeda sendiri itu, seolah menjadi klimaks dari keseluruhan pergelaran.
Tak disangka, tak dinyana, Rinaldy menampilkan adikreasi luar biasa dan mengundang decak kagum dari para penonton. Ia menghadirkan konsep srikandi dengan aksesoris yang terbuat dari rotan, metal, kaca, bahkan kertas daur ulang. Penampilan koleksi Rinaldy itu benar-benar bernilai seni tinggi.
Teknik pengerjaannya membutuhkan ketelitian dan kreatifitas yang sangat tinggi. Apalagi melihat bentuk-bentuk aksesoris yang sangat luar biasa yang dibuat dengan teknik laser cut. Rinaldy seolah menciptakan 'ranger-ranger' Indonesia masa depan.
Kesan futuristik begitu terasa dengan aplikasi kaca hitam pada bagian wajah dan mata beberapa aksesoris kepala yang dibuat Rinaldy. Tapi, kesan ramah lingkungan juga begitu terasa dengan pemilihan material yang digunakan. Sebagai penampil terakhir, rasanya Rinaldy menutup fashion show, bahkan seluruh pergelaran Jakarta Fashion Week 2016 dengan sangat mengesankan.