Ilustrasi daging merah (Thinkstock/Jacek Chabraszewski)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan kesehatan dunia WHO membuat pengumuman mengejutkan bulan lalu. Mereka menyatakan bahwa produk olahan daging merah bersifat karsinogenik alias berpotensi menyebabkan kanker. Adapun produk olahan yang dimaksud diantaranya daging asap, sosis, serta burger.
WHO menyebutkan bahwa hasil penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bukti signifikan bahwa produk olahan daging merah berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker kolorektal pada manusia.
Daging merah tanpa olahan juga tidak jauh lebih sehat. WHO menyatakan bahwa ada kemungkinan daging merah berpotensi menyebabkan kanker kolorektal, meskipun tidak setinggi daging olahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip laman Live Science, data yang dikumpulkan para ilmuwan WHO menunjukkan adanya keterkaitan positif antara mengonsumsi daging olahan serta peningkatan kanker perut, pankreas serta prostat. Data tersebut telah dipublikasikan di jurnal Lancet Oncology.
Meskipun begitu, WHO menyebutkan data yang mereka rilis hanya merupakan pemberitahuan bagi masyarakat, bukan menjadi larangan manusia untuk mengonsumsi daging merah.
Data WHO menunjukkan bahwa mereka yang makan daging olahan kurang dari 2 ons per hari atau setara satu batang sosis atau dua lembar daging asap, memiliki risiko terkena kanker kolorektal 18 persen lebih tinggi dari mereka yang tidak makan daging.
Alasannya, menurut Alice Bender, ahli nutri American Institute for Cancer Research (AICR), karena daging olahan mengandung pengawet dan telah melalui berbagai macam proses untuk membuat daging lebih tahan lama.
Namun, biang keroknya, sebenarnya terdapat di waktu penyimpanan di toko. Sosis, ham, salami, dendeng, ataupun daging kalengan bisa tersimpan selama berbulan-bulan sebelum sampai ke tangan konsumen.
Dalam jangka waktu tersebut, pengawet makanan bisa jadi mengembangkan agen penyebab kanker seperti polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Selain itu, daging olahan juga kerap diawetkan menggunakan nitrit yang bermanfaat melindungi daging dari kontaminasi bakteri. Nitrit, dalam waktu lama, bisa jadi membentuk komponen N-nitroso yang juga bisa menyebabkan kanker.
Selain itu, proses memasak juga merupakan salah satu faktor peningkatan risiko kanker daging olahan.
Memasak dengan temperatur tinggi, seperti memanggang, menggoreng atau memasak menggunakan microwave, bisa memicu kehadiran amino heterocyclic (HCAs) yang diklaim karsinogenik. Arang yang menempel pada daging bakar juga mengandung komponen karsinogen PAH.
Reduksi Risiko
Lalu bagaimana caranya mengurangi risiko kanker namun tetap mengonsumsi daging merah?
AICR mengatakan untuk membatasi konsumsi daging merah dan daging olahan harian.
“Jangan makan daging olahan dan daging merah setiap hari. Sebaiknya, banyak konsumsi sayur dan serat,” kata Bender.
Untuk daging merah tanpa olahan, AICR merekomendasikan porsi daging sebanyak 18 ons per minggu.
Bender mengatakan manusia masih tetap bisa mengonsumsi daging merah dalam jumlah cukup karena daging merah merupakan sumber protein hewani, zat besi, zinc, serta vitamin B-12.(les/les)