Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam sebuah lingkungan trendi, kaum hipster London atau New York tengah giat-giatnya dengan jus, diet vegan, dan mengudap keripik kale. Ribuan mil jauhnya dari kota modern tersebut, kelas menengah di Nairobi atau Bogota justru lebih sering mengonsumsi kambing panggang atau
steak yang
juicy.
Sementara di belahan bumi lain, warga kelaparan karena tak punya makanan.
Pada akhir bulan ini, para pemimpin dunia pun sepakat mendukung tujuan PBB untuk menghilangkan kelaparan pada 2030. Namun, mereka harus meyakinkan warga mereka dahulu untuk mengadopsi kebiasaan makan baru, demikian komentar dari para peneliti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pola makan harus terdiri dari sedikit daging merah, mengonsumsi 11 kali lebih banyak air dan mengurangi lima kali lebih banyak emisi iklim pemanasan dari ayam atau babi, berdasarkan penelitian pada 2014.
Pergeseran seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) PBB sendiri harus diterapkan, baik untuk negara kaya atau berkembang. Sebab, konsumsi makanan yang tidak ramah secara ekologi tumbuh kian cepat.
“Diet sehat dan berkelanjutan memerlukan gerakan menuju diet yang sebagian besar berbasis tanaman,” kata Colin Khoury, ahli biologi di International Centre for Tropical Agriculture di Kolombia. Perubahan penting lain yang dibutuhkan adalah mengurangi limbah makanan dan memerangi gizi buruk, tambahnya.
Ada beberapa tanda masyarakat mulai mengikuti nasihat pola makan sehat yang dianjurkan. Mereka mengikuti informasi dari aplikasi EatBy yang mengingatkan konsumen untuk mengolah makanan dari lemari es agar tidak terbuang sia-sia.
Selain itu, masyarakat juga mulai memakai jaringan sosial baru yang membantu mereka mengadopsi pola makan 'climatarian', yang menghindarkan daging hewan pemakan rumput yang mengandung gas, misalnya daging sapi dan domba.
Selain itu, lebih dari satu juta orang telah menandatangani petisi online. Mereka meminta menteri-menteri di Eropa untuk meluluskan undang-undang dan meluncurkan rencana aksi nasional yang ditujukan untuk memenuhi target SDG, yakni mengurangi separuh limbah pangan global per kapita pada 2030.
Dunia menghasilkan cukup makanan untuk semua orang. Namun, menurut FAO, sekitar sepertiga dari populasi dunia dibuang atau dirampas dalam proses pengangkutan atau penyimpanan sebelum sampai ke konsumen.
Di negara-negara kaya, individu dan toko-toko grosir bertanggung jawab atas sebagian besar limbah. Mereka membuang sayuran atau produk tak sempurna yang mereka pikir tidak lagi aman untuk dikonsumsi.
Negara-negara berkembang kehilangan sekitar sepertiga dari makanan karena sistem pendingin yang buruk atau kemacetan infrastruktur yang mencegah makanan sampai di pasar.
(win/mer)