Jika Tuban dan Jepang Bergaya Syar'i

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2015 15:17 WIB
Desainer Yogiswari Prajanti menghadirkan koleksi busana santun bermaterialkan tenun Gedog khas Tuban dalam balutan gaya unik Harajuku.
Desainer baru APPMI, Yogiswari Prajanti memamerkan koleksi Gedoglicious di Kembang Goela Sudirman. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah bukan rahasia umum lagi Indonesia memiliki begitu banyak kain khas Nusantara, namun masih banyak juga yang belum dikenal masyarakatnya sendiri. Itulah yang menjadi landasan imajinasi perancang baru Indonesia, Yogiswari Prajanti, dalam peragaan koleksi ready-to-wear bertema ‘Gedoglicious’ yang diadakan di Kembang Goela Sudirman, Jakarta, baru-baru ini.

Yogiswari mengambil kain tenun Gedog yang berasal dari Tuban, Jawa Timur. Kain ini pada dasarnya hampir mirip dengan tenun lainnya, terbuat dari serat kapas, dan ditenun dengan mesin manual.

Adapun, nama tenun gedog diambil dari bunyi mesin tenun yang bersuara "dok..dok..dok" saat digunakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koleksi Gedoglicious karya Yogiswari Prajanti. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)

Usai ditenun, kain Gedog kemudian dibatik. Proses pembatikan yang terjadi pada kain Gedog dilakukan secara tulis sehingga secara kasat mata tidak akan ada beda dengan kain batik tulis pada umumnya.

Warna yang digunakan pun dominasi pewarna alam seperti sogan, biru tua, merah, dan hitam. Namun bila dirasa dan ditelisik lebih detil, maka akan terlihat tekstur khas kain tenun yang saling silang, tebal, namun nyaman digunakan.

"Tenun gedog ini juga sulit ditemukan di luar Tuban, saya jadi penasaran kenapa begitu sulit padahal di internet juga banyak. Mereka tidak ingin mengirim ke luar Tuban," kata Yogiswari saat berbincang dengan CNN Indonesia.

Koleksi Gedoglicious karya Yogiswari Prajanti. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Lulusan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya itupun akhirnya melancong ke Tuban guna menelisik lebih jauh jenis tenun tersebut. Ia pun berangkat dengan bermodalkan gengsi setelah mengetahui pernah ada orang Amerika Serikat pergi ke Tuban untuk mencari kain tersebut.

Setelah bertemu dengan penyedia kain, ia semakin tertarik pada kain tenun yang memiliki motif tak jauh berbeda dengan kain batik pesisir Jawa pada umumnya. Kebanyakan terinspirasi dari bentuk tanaman seperti daun dan bunga, serta hewan seperti burung.

Guna membuat kain tenun ini lebih terlihat moderen, Yogiswari mengombinasikannya dengan bahan lain seperti linen, satin silk, jacquard, prada, dan tenun baron. Kombinasi tersebut terlihat dalam susunan desain yang digunakan.

Potongan asimetris dengan pola tabrak yang ia gunakan merefleksikan kecintaan Yogiswari terhadap desain khas Jepang, seperti Harajuku style.

Koleksi Gedoglicious karya Yogiswari Prajanti. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Dalam koleksi Gedoglicious kali ini, Yogiswari menyediakan 16 potong busana muslim menggunakan bahan tenun Gedog. Seluruh koleksi dengan nuansa asimetris ala Harajuku tampak serasi bersama prinsip syariah yang Yogiswari terapkan.

Tak seperti beberapa desainer muslim yang tetap menonjolkan lekuk tubuh, Yogiswari yang tak berhijab ini konsisten memilih model longgar dengan sedikit siluet A-line pada bagian bawah. Berkesan chic namun tetap syar'i.

Yogiswari pun menggunakan model hijab yang sederhana tanpa lilitan rumit. Ia memilih bahan satin silk dengan warna-warna yang soft namun elegan seperti lembayung, marun, hitam, biru, dan putih.

"Saya tidak ingin menggunakan kerudung yang macam-macam, selain ribet, saya ingin orang-orang terfokus pada baju yang saya tampilkan," kata Yogiswari.

Pilihannya tak salah, baju koleksi Yogiswari ini sebenarnya tetap cantik tanpa menggunakan hijab sekalipun. Dengan model baju yang sudah 'cukup ramai', tak menuntut pengguna menambah aksesori lainnya.

Koleksi Gedoglicious ini sepenuhnya ramah lingkungan, dibuat manual dengan tangan dan menggunakan pewarna alam. Warna tenun Gedog yang 'membumi' menjadi tantangan tersendiri bagi Yogiswari.

Tenun Gedog yang sulit ditemukan di luar Tuban, menjadikan koleksi buatan Yogiswari ini cukup eksklusif. Harganya pun lebih dari Rp4 juta per potongnya. Pun demikian, Yogiswari menyisipkan banyak pesan moral dalam setiap potong pakaiannya, dari ramah lingkungan hingga pelestarian budaya. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER