Jakarta, CNN Indonesia -- Mengangkat tema ‘A Midsummer Night's Dream’, desainer Sebastian Gunawan beserta istrinya, Christina Panarese, menampilkan sebuah pagelaran busana dengan sentuhan alam untuk lini koleksi utamanya.
Ciputra Artpreneur Gallery, yang jadi venue acara, sontak berubah jadi hutan belantara, Kamis (19/11) malam. Cabang dan batang pohon menggapai hingga langit-langit, diantaranya terlihat lilitan lampu berkelap-kelip, mencipta magis dan ilusi.
Seba, demikian Sebastian akrab disapa, mengatakan bahwa tema yang ia angkat itu terinspirasi dari kisah komedi romantis besutan William Shakespeare, yang berjudul sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga: (Galeri Foto) Parade Peri Hutan Sebastian Gunawan"Jadi saya dan Christina terinspirasi dari karya Shakespeare yang berjudul A Midsummer Night's Dream. Kami berpikir bahwa cerita itu terjadi di hutan yang dipenuhi dengan para peri cinta," ujar Seba.
Peri-peri cinta yang dimaksud oleh Seba adalah para model yang mempresentasikan keindahan hutan melalui busana-busana indah garapan Seba sendiri.
Mereka menampilkan 80 busana berbeda yang memiliki tema hutan, sekaligus dipadukan dengan citra glamor dan elegansi tahun 1950-an.
Menggunakan sifon, organdi, sutera dan taffeta, koleksi yang dihadirkan Seba terlihat menyatu dengan nuansa panggung. Namun di sisi lain, kepiawaian Seba membawa nuansa klasik menjadi kini, tetap terasa.
Terlihat ornamen berbentuk bunga di kain busana yang dikenakan para model itu, begitu pula dengan manik-manik berkilau, bak kumbang yang sedang menari di hutan.
"Orang kan kalau membayangkan hutan itu seram, nah dengan busana-busana ini, saya ingin menampilkan sisi indah hutan," papar Seba, yang menambahkan dia menyematkan detail alam agar koleksinya semakin terasa seperti berasal dari kedalaman hutan.
"Koleksi ini cukup menarik, jadi pengunjung bisa membayangkan bahwa mereka sedang berada di hutan.”
Seba menggunakan detail tekstur kayu, bunga, serta manik-manik yang menggambarkan kerlip sayap kunang-kunang.
Soal warna, desainer yang sudah malang-melintang selama dua dekade di belantika mode Indonesia itu sengaja mengambil nuansa warna hutan dari pagi hingga malam hari.
Di sekuen awal, terdapat banyak warna putih, semburat kuning, serta perak kebiruan yang menggambarkan kehidupan pagi hingga siang hari di hutan.
Kemudian ada warna coklat seperti tanah, hijau dan keemasan, layaknya menyongsong sore hari.
Selain itu warna gelap malam juga ditampilkan oleh Seba, melalui busana bernuansa hitam serta ungu. Lewat nuansa warna itu, Seba ingin menceritakan kemewahan hutan di malam hari.
"Kalau warna dari busana saya sendiri menggambarkan keadaan hutan di pagi hari hingga malam tiba. Pertama ada putih, lalu ke kuning, kemudian ke silver, hingga akhirnya warna hitam,” jelas dia.
 Model memperagakan busana karya Sebastian Gunawan bertema "A Midsummer Night's Dream" di Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Panggung ParisSelain menghadirkan koleksi untuk lini utamanya, Seba juga membawa pengumuman penting.
Tahun depan, pemilik Red Label dan Votum itu akan memamerkan koleksinya di pusat mode dunia, Paris.
Di kota cinta itu, Seba akan mewakili perancang busana couture dari Asian Couture Federation. Nantinya, Seba akan berangkat bersama tiga desainer Asia lainnya untuk pamer karya di Paris.
Keberangkatan Seba ke Paris dikonfirmasi Presiden Asian Couture Federation, Dr Frank Cintamani.
Lebih lanjut, Dr Cintamani mengatakan konsistensi Seba dalam merancang selama lebih dari dua dekade, ditambah teknik jahit dan inovasi mode, membuat dia pantas menyandang predikat sebagai couturier atau perancang adibusana.
“Oleh karena itu, tidak ada tempat yang lebih sempurna untuk menampilkan karyanya selain di Paris,” kata dia.
Meskipun demikian, Dr Cintamani menegaskan couture berbeda dengan haute couture.
“Haute couture adalah istilah yang sangat spesifik, hanya mengacu pada desainer yang mendapat pengesahan dari asosiasi The Chambre Syndicale de la Couture Parisienne. Di luar itu, perancang adibusana disebut couturier,” jelas dia.
(les)