Jakarta, CNN Indonesia -- Angin malam menerpa wajah saat kapal dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni membelah ombak di Selat Sunda. Kala itu, butuh hampir tiga jam mencapai Sumatera dari Jakarta, karena kapal sempat tertahan beberapa lama. Entah untuk apa.
Sekitar pukul 03.00 WIB akhirnya kapal merapat ke dermaga. Perjalanan harus dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat untuk sampai ke lokasi tujuan, Teluk Kiluan. Rombongan perjalanan yang terdiri dari 15 orang pun akhirnya terbagi menjadi tiga rombongan kecil dalam tiga mobil yang berbeda.
Masing-masing kendaraan melaju menyusuri jalan lintas Sumatera. Perjalanan yang harus ditempuh untuk sampai tempat tujuan mencapai tujuh jam, karena harus menempuh jarak lebih dari 150 kilometer dengan kondisi jalanan yang rusak parah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak jarang mobil bergoyang hebat dan membangunkan siapapun yang tertidur di dalamnya, akibat ban yang melintasi jalan berlubang. Hampir sepanjang perjalanan, kondisi ini pun selalu menyertai.
Matahari sudah mulai tinggi ketika rombongan sampai di . Sekitar pukul 11.00 WIB, di rumah penduduk yang disewa untuk tempat menginap, rombongan mulai meluruskan kaki dan merebahkan badan setelah 'diguncang' perjalanan yang hebat.
Pihak operator perjalanan pun memberikan waktu untuk beristirahat sejenak sekaligus makan siang karena perjalanan yang dilakukan memang cukup panjang dan melelahkan.
Perjalanan ke Teluk Kiluan ini diselenggarakan bukan oleh operator tur dan travel pada umumnya, melainkan menggunakan konsep
open trip. Bedanya,
open trip menggabungkan para pejalan lewat media sosial dengan konsep perjalanan praktis ala
backpacker menggunakan sistem
sharing cost alias berbagi biaya perjalanan.
 Suasana Pantai Laguna di Desa Kiluan Nagari, Lampung. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Pantai LagunaKembali ke rumah penduduk, menjelang sore, operator perjalanan mengajak untuk menjelajah pantai di sekitar Teluk Kiluan. Menurut pemandu wisata yang menemani rombongan, pantai yang dituju bernama Pantai Laguna.
Tak sampai 10 menit berjalan kaki menyusuri jalan setapak di belakang permukiman warga, ditambah harus menyusuri turunan tajam, akhirnya ombak Pantai Laguna mulai terdengar.
Hamparan pasir putih yang lembut dan laut berwarna biru muda menjadi pandangan yang mendominasi di Pantai Laguna. Ada juga batu karang yang menjulang dan terlihat kokoh di bibir pantai.
Jika menyusuri batu karang itu, di dekatnya ada sebuah kolam alami yang biasanya digunakan untuk berenang. Rombongan yang sudah mengetahui sebelumnya jika ada agenda berenang di pantai pun langsung melepas pakaian dan menceburkan diri ke kolam di pinggir laut tersebut.
Mereka terlihat gembira berenang bersama teman-temannya sambil mengabadikan lewat kamera. Ada yang mencoba melompat dari batu karang, ada juga yang baru mencoba belajar berenang.
Setelah puas berenang di kolam alami itu, rombongan bergeser, bermain di pinggir pantai. Ada yang menikmati ombak, ada juga yang menguburkan teman-temannya di pasir pantai yang lembut.
Belum sempat menikmati matahari tenggelam, operator perjalanan sudah meminta rombongan untuk kembali pulang. Ternyata, ada kejutan berupa jamuan minuman kelapa muda yang baru dipetik dari pohon setelah lelah bermain-main di pantai.
 'Berburu' lumba-lumba menggunakan perahu kecil di Teluk Kiluan. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Bertemu Lumba-LumbaKeesokan harinya, pukul 06.00 WIB, rombongan dibangunkan untuk melanjutkan rencana perjalanan yang sudah dibuat. Pagi itu rombongan diajak untuk bertemu dengan lumba-lumba yang menjadi ikon Teluk Kiluan.
Satu per satu rombongan yang sudah dibekali pelampung naik ke atas kapal kayu tak yang cukup ramping dan berukuran kecil. Hanya bisa ditumpangi oleh empat orang beserta pengemudi kapal.
Tanpa banyak bicara, pengemudi kapal yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan itu, membawa penumpang pergi ke tengah laut.
Sayangnya pagi itu cuaca tidak ramah, langit terlihat diselimuti awan kelam. Angin bertiup cukup kencang dan ombak pun terasa lebih tinggi. Kapal kecil yang ditumpangi terasa naik turun terbawa ombak.
Sempat berputar beberapa waktu, lumba-lumba yang dinanti tidak kunjung memunculkan sirip dan moncongnya. Sampai ketika gerimis mulai turun sekawanan lumba-lumba mulai menampakkan diri.
Rombongan terlihat begitu antusias bisa melihat dan berinteraksi dengan lumba-lumba di alam bebas secara langsung. Seolah menggoda, lumba-lumba itu pun sesekali melompat lompat ke permukaan.
Bidikan lensa kamera pun langsung mengarah pada mereka, walaupun sulit mendapatkan foto bagus karena kapal yang bergoyang hebat dan lumba-lumba yang bergerak dengan cepat.
Kapal-kapal yang ditumpangi rombongan dengan sigap mengikuti pergerakan mereka. Seolah tidak mau ketinggalan setiap pergerakan hewan berhidung botol tersebut.
Nelayan yang sudah terbiasa membawa pengunjung menengok lumba-lumba pun, tampaknya sudah hapal tempat-tempat hewan mamalia itu bergerombol menikmati suasana pagi.
 Rombongan menunggu aksi lumba-lumba di tengah laut di Teluk Kiluan, (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
"Biasanya di sini banyak
nih," kata seorang pengemudi kapal yang kemudian membelokkan kemudinya dengan sigap ketika melihat tanda dari lumba-lumba.
Puas bermain dengan lumba-lumba dari atas kapal kecil, rombongan melanjutkan perjalanan, menghabiskan waktu di sebuah pulau kecil. Letak pulau tersebut seperti berada di tengah Teluk Kiluan. Namanya Pulau Kelapa.
Di sana rombongan wisata bisa bebas berenang dan menikmati suasana pantai dengan ombak yang tenang. Airnya yang berwarna hijau tosca terlihat begitu asri dan segar.
Sayangnya, dalam rencana perjalanan tidak ada agenda untuk snorkeling. Padahal lautnya begitu jernih. Penasaran rasanya ingin melihat makhluk hidup apa saja yang berada di bawahnya.
Matahari mulai meninggi, tandanya rombongan harus bergegas kembali ke peristirahatan. Masih ada waktu untuk membersihkan badan dan berkemas, setelah itu pergi, menyelesaikan liburan.
Rombongan harus menempuh kembali perjalanan berjam-jam melewati jalanan yang bergelombang. Sebelum sampai di bandara, operator perjalanan mengajak rombongan untuk mencicipi penganan khas Lampung, yaitu Bakso Sony.
Setelah perut terisi, waktunya berburu oleh-oleh. Sebuah toko oleh-oleh di pusat kota menjadi incaran untuk berbelanja.
Berwisata, sudah, mencicipi kuliner setempat, sudah, berbelanja, sudah, saatnya mempersiapkan diri kembali ke rutinitas sehari-hari.
Setidaknya dua hari di akhir pekan dihabiskan dengan aktivitas berbeda yang bisa mengisi kembali daya tubuh untuk menunjang kegiatan sepekan ke depan. Perjalanan yang begitu singkat, namun penuh dengan cerita dan kenangan.
(les)