Cerita Wanita Korea yang Runtuhkan Tabu Lewat Mainan Seks

Windratie | CNN Indonesia
Jumat, 18 Des 2015 03:32 WIB
Dua perempuan Korea Selatan membuka toko perlengkapan seks di negaranya yang konservatif, di mana percakapan seks merupakan hal tabu.
Ilustrasi alat bantu seks. (Thinkstock/ink1)
Jakarta, CNN Indonesia -- Choi Jung-yoon dan Kwak Eura ingin meruntuhkan ketabuan tentang seks di negaranya yang konservatif. Kedua perempuan ini adalah pendiri Pleasure Lab di Seoul, Korea Selatan. Pleasure Lab adalah toko yang menjual mainan seks dan segala produk terkait seks untuk perempuan.

Mereka berharap dapat memecah 'keheningan sosial' tentang perempuan dan seksualitas, sekaligus mengajarkan kepada pembeli bagaimana menggunakan alat bantu seks dengan cara yang aman. Hal tersebut mulai terwujud dengan semakin banyaknya perempuan yang mengunjungi Pleasure Lab. Omset bulanan toko alat bantu seks itu berjumlah US$17 ribu atau sekitar Rp236 juta.

“Anda bisa menyebut kami aktivis, tapi kami pikir kami adalah kurator,” kata Choi (30), mantan wartawan yang menghabiskan masa remaja dan berkuliah di Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Cara mengubah dunia bisa lewat kampanye atau berperang di luar sana. Namun kami berpikir menjual mainan seks dalam suasana cerah dengan senyuman adalah pertempuran dan kampanye versi kami,” katanya di tokonya yang dibuka sejak Agustus lalu, seperti dilaporkan oleh Reuters.

Toko itu berada dalam bangunan yang sama dengan dua gereja di sebuah kawasan perumahan di kota Seoul. Dinding putih toko semakin menyorot produk-produk yang sebagian besar berwarna merah muda dan ungu. Pleasure Lab juga memberikan informasi tentang kesehatan seksual.

Salah satu produknya diberi nama Merry Clitorismas, berisi vibrator dan pakaian dalam perempuan. Pada umumnya, toko perlengkapan dewasa di Korea Selatan ditargetkan untuk laki-laki. Korea Selatan adalah negara Konfusianisme, di mana laki-laki mendominasi dalam peran gender. Di sisi lain, Negeri Ginseng itu juga menempati urutan ke-115 dari 145 negara di indeks kesetaraan gender Forum Ekonomi Dunia.

Kedua pendiri toko berkata, masih ada stigma tentang pemberdayaan seks perempuan, atau ketika perempuan berbicara tentang seks. “Dalam budaya populer seperti acara televisi dan film, laki-laki heteroseksual masih menjadi pihak yang memiliki kebebasan berbicara dan kebebasan seksual,” kata Choi.

Dia menambahkan, terdapat stigma 'perempuan tidak baik' jika kaum hawa bebas berbicara tentang seksualitas. “Perempuan yang berbicara terbuka tentang kehidupan seksual mereka, dianggap melanggar stigma sosial dan disebut pelacur,” sambung dia. 

Di sisi lain, Korea Selatan menganggap lumrah modifikasi kecantikan fisik melalui operasi plastik. Bagi mereka, kecantikan masih berpusat soal fisik, sementara kecantikan batin dianggap nomor dua. (win/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER