Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi Soraya, sosok ibu bukanlah sekadar orang tua. Bukan sekadar perempuan yang telah berjuang menghadirkannya ke dunia dan membesarkannya sampai sekarang. Buatnya, ibu adalah rumah. Sebagai tempat berlindung dan bersandar dari lika-liku kehidupan sehari-hari.
"Ibu adalah sosok yang selalu siap menerima kita apa adanya, tanpa terbungkus dengan kedok. Seperti kalau kita di rumah, bebas mau pakai celana dalam
doang,
nah ibu tuh kayak gitu, mau menerima apa adanya," kata Soraya kepada
CNNIndonesia.com.
Sosok ibu di mata Soraya menjadi semakin istimewa ketika sang ibu harus berjuang membesarkan ia dan kakaknya seorang diri. Apalagi ketika sang ibu berhasil membimbing mereka hingga ia berhasil meraih gelar sarjana dan kakak perempuannya meraih gelar master dengan program beasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 1999, kedua orang tua Soraya memutuskan untuk berpisah. Soraya sendiri tidak mengerti apa yang terjadi saat itu, yang ia tahu, di antara kedua orang tuanya selalu timbul perselisihan.
Setelah perpisahaan itu, Soraya menemukan ada perubahan dalam diri ibunya. Ibu Soraya jadi lebih menutup diri, tidak mudah percaya kepada orang lain, dan lebih keras kepala. Untungnya, ibunya tak berubah menjadi galak dan pemarah terhadap anak-anaknya.
Secara keseluruhan tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi di rumah Soraya pasca perceraian itu terjadi. Tapi, hatinya tetap saja terenyuh kala melihat ibunya berada dalam situasi sulit.
"Paling sedih kalau Mama tidak ada duit. Jadi suka senewen terus kena semprot," ujar Soraya diakhiri dengan tawa. "Saya juga sedih kalau mama dianggap remeh sama orang, gara-gara janda."
Soraya bercerita, tetangga mereka sering membicarakan ibunya. Padahal, ibu Soraya harus membiayai hidup sendiri, tanpa bantuan suami di sampingnya.
Di sisi lain, perasaan Soraya mendadak bahagia ketika melihat sang ibu tertawa. Ada perasaan senang yang tiada tara ketika Soraya mendapati ibunya yang lelah bekerja seharian, bisa tertawa hanya karena menonton serial televisi favoritnya.
Sebagai anak yang berbakti, tentu Soraya juga ingin membahagiakan ibunya sepanjang hayatnya. Tapi, ia sadar kalau apapun yang ia berikan tidak akan sanggup menggantikan jasa ibunya yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, sekaligus menjadi 'rumah' untuk dia.
Tapi, ada satu keinginan Soraya yang mungkin bisa dijadikan salah satu cara untuk membalas jasa ibundanya. Ia ingin membelikan ibunya kendaraan.
"Kalau saya sudah punya uang saya mau kasih kendaraan. Habis kasihan ke mana-mana naik bus," kata perempuan 23 tahun itu.
Bekerja Lebih KerasBerbeda dengan Soraya yang ibunya memang sudah bekerja selama 30 tahun di sebuah perusahaan, ibu dari Feri harus lebih bekerja keras untuk menyambung hidup bagi ketiga anaknya, sejak suaminya meninggal dunia pada 2009 lalu.
Kehidupan ibunda Feri berubah drastis. Dari yang tadinya hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, setelah tahun 1997 berhenti bekerja, akhirnya ibunda Feri harus memulai kembali untuk mencari nafkah.
Kepada CNNIndonesia.com, Feri bercerita kalau kini ibunya membuka usaha kecil-kecilan. Ia membuka sebuah toko
online yang menjual tas, baju, dan aksesoris.
Bagi Feri usaha ibunya itu sungguh luar biasa, sambil merangkap peran sebagai ayah, ibunda Feri juga terus berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya dan menjaga perekonomian keluarga.
Melihat hal itu, sebagai anak laki-laki, Feri tak lantas larut dalam kesedihan. Perjuangan ibunya justru memecut Feri untuk bekerja keras lagi demi membahagiakan sang ibu.
"Saya bangga dan itu menjadi motivasi biar saya juga bisa bikin ibu bangga dan senang," ujar laki-laki yang kini bekerja di sebuah bank swasta itu.
Namun, setegar apapun kondisi sang ibu di depan Feri, ternyata ibundanya menyimpan kesedihan yang begitu mendalam. Feri sering memergoki sang ibu menangis di malam hari, seusai melakukan salat malam.
Kendati tak mendengar apa yang sedang dirasakan atau mungkin dikeluhkan ibunya kepada Sang Pencipta, tapi Feri bisa mendengar rintihan ibunya. Tak jarang ia juga melihat langsung ketika dia melewati kamar sang ibu untuk pergi ke dapur mengambil air minum.
Yang bisa ia lakukan hanyalah membuat sang ibu bahagia. Dari hal-hal kecil sekalipun. Dari selentingan cerita lucu yang keluar dari mulutnya atau dari saudaranya, yang penting bisa membuat sang ibu tertawa, melupakan semua masalahnya.
Demi ibunya, Feri juga berkomitmen untuk menjadi seorang laki-laki yang bisa lebih dewasa dan bertanggung jawab lagi. Sebab ia percaya, materi saja tidak cukup untuk membalas semua jasa dan membahagiakan ibunya.
(les)