Jakarta, CNN Indonesia -- Kejadian-kejadian buruk seperti aksi kriminalitas atau bencana alam tak dipungkiri dapat menimbulkan efek traumatik, khususnya bagi mereka yang mengalami secara langsung. Peristiwa tersebut tentu akan terus terekam dalam pikirannya, tak terkecuali anak-anak. Sebenarnya trauma adalah wajar bagi mereka yang mengalami kejadian langsung hanya saja akan sangat sulit dihilangkan.
Trauma yang terjadi pada anak sebenarnya dapat dideteksi dini oleh orangtua atau orang terdekatnya. Biasanya anak-anak yang mengalami trauma akan mengalami regresi atau dengan kata lain kemunduran dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
“Dari yang tadinya nggak ngompol jadi ngompol lagi, tadinya bisa main sendiri sekarang jadi ke mana-mana harus ditemani orangtuanya,” tutur Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Nathanael EJ Sumampouw di Forum Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat), di Jakarta Pusat, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun gejala-gejala yang mengindikasikan bahwa seorang anak mengalami trauma menurut Nathanael. Ia membaginya menjadi 3 kelompok reaksi trauma, yaitu:
Penghindaran Anak-anak akan berusaha menghindari semaksimal mungkin apapun yang mengingatkannya pada kejadian.
“Misalnya mereka harus melalui jalan di mana dia melihat terjadinya ledakan, dia akan merengek tidak mau melewati tempat itu,” jelas Nathanael.
Mimpi burukBila dianalogikan hal ini seperti film yang melakukan perputaran terus menerus di dalam pikiran anak walau kejadiannya sudah lewat. Menurut Nathanael, manifestasinya bisa berupa mimpi buruk tentang kejadian.
Ketergugahan fisik yang berlebihanSaat mengalami hal ini anak kan memberi reaksi berlebih pada sesuatu yang memiliki kaitan dengan kejadian di masa lampaunya. Nathanael mencontohkan saat ada balon meledak di dekatnya, anak akan langsung gemetar ketakutan.
Namun, reaksi tiap anak bisa jadi berbeda. Nathanael mengatakan bahwa anak yang mengalami trauma belum tentu selalu terlihat sedih, gelisah dengan berteriak-teriak, atau regresi tadi. Karena ada pula anak yang setelah mengalami trauma justru menjadi semakin berani.
Maka dari itu, peran orangtua dan respon positif dari lingkungan sekitar sangat diperlukan anak-anak yang mengalami trauma. Karena hal tersebut dapat meminimalisir reaksi trauma yang terjadi pada mereka.
(les)