Jakarta, CNN Indonesia -- Bermodal wajah tampan atau cantik dan punya uang banyak tak lantas membuat seseorang mendapatkan jodoh idealnya. “Tak ada jaminan apapun, makanya kami ada membantu mereka,” kata Zola Yoana, perempuan 31 tahun pendiri Heart-inc, biro jodoh modern untuk kaum elit ibu kota.
Zola mendirikan biro jodoh modern yang menyasar kaum elit pada 2013, setelah dia menuntaskan kuliah di Matchmaking Institute, New York, Amerika pada 2012-2013.
Menurut Zola, kliennya adalah orang-orang berduit yang memiliki segalanya. Mereka cantik, tampan dan sering bergonta-ganti pasangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pada akhirnya mereka bosan dan ingin memiliki hubungan dengan pasangan yang serius,” kata Zola.
Lewat Heart-Inc, Zola berupaya memfasilitasi kebutuhan kaum jet set dalam menata hidupnya. Dia membatasi segmen klien dengan penghasilan minimal Rp25 juta per bulan.
Pembatasan segmentasi kelas, kata Zola untuk menjamin keamanan keuangan. Jaminan keuangan dianggap penting karena dia berorientasi menghantarkan kliennya hingga ke pelaminan.
Zola membangun bisnisnya dengan modal Rp1 miliar. Modal itu ia gunakan untuk memulai
start up yang dirintisnya sendirian pada Februari 2013. Ketika awal berdiri, pemasaran Heart Inc hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut.
Setelah satu bulan beroperasi, Zola mendapatkan satu klien. Dia menawarkan dua paket jasa perjodohan yakni paket eksklusif dan diamond.
Paket eksklusif dipasang tarif US$2 ribu dengan masa konsultasi enam bulan. Klien yang memilih paket ini berhak memilih dua dari lima orang yang terdaftar sebagai calon pasangan.
Paket diamond dengan tarif US$3 ribu mendapatkan konsultasi selama satu tahun. Klien mendapat akses bebas memilih lima calon pasangan.
Meskipun untuk kalangan terbatas, bisnis Zola berjalan lancar. Dalam waktu dua tahun dia telah balik modal. “Poinnya, saya melihat ambisi saya terpenuhi," kata Zola.
Pada saat ini Zola mengelola klien sekitar 100 orang. Selain klien, Zola juga memiliki anggota kandidat yang jumlahnya mencapai sekitar 300 orang.
Berbeda dengan klien, anggota kandidat tidak perlu membayar. Mereka diseleksi oleh Zola sebagai calon pasangan kliennya. Keanggotaannya bersifat pasif, karena para kandidat tidak bisa memilih calon pasangan.
“Siapapun bisa menjadi anggota kandidat selama tidak memiliki ikatan apapun,” kata Zola.
Sebagian besar klien dan kandidat, kata Zola, hampir 60 persen berjenis kelamin perempuan.
Selain mengandalkan kandidat, Zola memiliki data dari jaringan biro jodoh internasional. Dia bermitra dengan agen mak comblang di Singapura, Kanada, Inggris, Ukraina, dan Amerika.
"Banyak klien, terutama perempuan, mencari pasangan atau teman kencan dari luar negeri. Faktor jaringan sangat membantu di sini," kata Zola.
Zola mengembangkan jaringan luar negerinya dengan intens mengikuti komunitas Matchmaker Alliance, komunitas mak comblang internasional. Setiap tahun, dia tidak ketinggalan konferensi yang diadakan komunitas ini.
Zola menemukan perbedaan karakteristik antara pengguna jasa mak comblang di Indonesia dengan luar negeri. Menurutnya, masyarakat di luar negeri lebih terbuka dan tidak malu untuk mengakui dirinya menjadi klien jasa konsultan pencarian jodoh.
“Profesi mak comblang bukan lagi sebuah tabu di negara-negara maju,” katanya.
(yul/yul)