Jakarta, CNN Indonesia -- Kampanye seks yang aman, atau
safe sex, biasanya merujuk pada penggunaan alat kontrasepsi guna mencegah penyebaran penyakit menular seksual. Namun, sebuah studi yang baru dikumpulkan oleh Electronic Injury Surveillance System (NEISS) menunjukkan sebuah definisi baru dari '
safe sex'.
NEISS merupakan sebuah lembaga yang bertugas dalam hal keamanan konsumen terhadap sebuah produk. NEISS mencatat sepanjang 2009 hingga 2014, terjadi 450 cedera yang berhubungan dengan aktivitas seksual.
"Cedera seks ini tidak lazim kami lihat dalam bentuk seperti ini, tapi ini tidak terjadi setiap hari," kata Robert Glatter dari Lenox Hill Hospital New York City.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mendapati kasus seorang wanita yang cedera kepala dan tulang leher saat sedang berhubungan intim."
Selain kecelakaan yang terjadi ketika tengah berhubungan seksual, laporan cedera juga datang dari penggunaan alat bantu seks.
Flowingdata, perusahaan riset lainnya mencatat 75 persen pasien yang melaporkan cedera akibat penggunaan
sex toys adalah kaum pria.
"Kami melihat banyak sekali seperti ini. Pasien menunda memeriksa dirinya, bahkan tidak datang hingga beberapa kali," kata Glatter.
Berdasarkan laporan data yang telah terkumpul, memar dan lecet menjadi jenis cedera umum yang dilaporkan. Namun juga ada jenis cedera lainnya seperti teriris, keseleo, dan cedera organ internal.
Dalam laporan itu juga menyebutkan perhiasan sering dijadikan alat bantu seks. Sedangkan momen kejadian cedera seks sering terjadi pada saat mandi, tidur, bahkan terjadi di lantai.
Menyikapi hasil ini, Glatter menekankan pentingnya cedera seks mendapat perhatian medis.
"Kami selalu menghargai dan menjaga rahasia serta tidak menghakimi," kata Glatter. "Saya rasa itulah yang membuat tertundanya pengobatan. Banyak yang takut paramedis bereaksi negatif ketika menangani mereka."
(meg/les)