Bali, CNN Indonesia -- Semula, pekerjaan sebagai bartender jauh dari bayangan Dre Masso. Dari sekadar menemani sang bunda bekerja di bar, kini sang pria asal London, Inggris, menjadi bartender andal dan
mixologist kelas dunia.
Ia tercatat memiliki banyak prestasi, seperti tiga kali dinobatkan sebagai
Bartender of the Year UK, dan telah bekerja di bar terkenal di dunia, seperti the Atlantic bar & Grill, Lab Bar and Jamie Oliver's Fifteen. Ia pun pernah merilis buku tentang cocktail,
Margarita Rocks, dan
Classic Cocktails at Home.
Setelah berkeliling di berbagai negara, Masso mampir di Bali, Indonesia, beberapa waktu lalu, untuk membuka sebuah bar sekaligus tempat berkumpulnya pencinta
cocktail untuk belajar menjadi
mixologist seperti dirinya. Bar tersebut bernama Akademi dan terletak di kawasan Seminyak, Bali, Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sela-sela kegiatannya, Masso bersedia berbagi kisah dan pengalamannya selama lebih dari 20 tahun bergelut di bidang racik-meracik minuman alkohol kepada
CNNIndonesia.com.Bagaimana Anda memulai menjadi bartender?Sudah 23 tahun sampai saat ini. Saya mulai di usia 15 tahun dengan bekerja paruh waktu saat akhir pekan di
country club tempat ibu saya bekerja. Ia orang tua tunggal, dan kerap mengajak saya ke tempatnya bekerja.
Apa yang Anda kerjakan saat itu?Saya mengerjakan hal-hal yang sederhana seperti mengelap gelas, menyusun bahan minuman, dan yang lainnya. Kondisi itu sudah biasa bagi saya, saya tumbuh dengan lingkungan bar.
Kapan Anda mulai bekerja penuh waktu sebagai bartender?Saat usia 17 tahun. Saya ingin melanjutkan studi di kampus mengambil jurusan fotografi. Dan jurusan itu membutuhkan uang serta peralatan yang banyak.
Saya butuh uang untuk itu semua, sehingga saya bekerja sambilan saat akhir pekan. Dan ya ternyata saya tidak begitu baik dalam perkuliahan, sehingga saya memutuskan untuk berhenti dan total bekerja ketimbang kuliah.
Tapi kini sudah 23 tahun, dan sudah beragam cara dan tempat saya jalani.
 Dre Masso, bartender dan mixologist asal London yang membuka sebuah bar sekaligus tempat publik dapat belajar meracik minuman di Seminyak, Bali. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Putus kuliah, bagaimana Anda menghadapinya?Kadang kalau bertemu teman dan ia menceritakan kisahnya ya, kami bertukar cerita saja. Meski saya hanya bartender, saya bangga karena banyak yang sudah saya lakukan dan banyak minuman yang sudah saya buat.
Dan sampai saat ini, saya juga sudah buat beberapa buku. Saya rasa, ini pekerjaan terbaik untuk saya, menjadi bartender.
Kapan Anda mulai serius belajar membikin cocktail?Saat 18 tahun, setelah
drop out dari kampus. Saya, saat itu, menjadi bartender di sebuah klub gay di daerah Piccadilly, London. Hanya saya yang
straight di tempat itu. Hahaha.
Selama 12 tahun di tempat itu, saya belajar banyak hal terutama membuat minuman. Bukan cuma itu, saya juga belajar karakter orang, komunikasi dengan pelanggan, kadang juga menjalin relasi dan memperluas jaringan.
Apa dampaknya bagi Anda mempelajari itu semua?Saya bisa mengetahui kapan pelanggan membutuhkan teman, seperti saya belajar psikologi. Jadi tempat itu seperti kampus bagi saya.
Dan bagi saya, di mana pun saya berada, saya bisa belajar apa pun. Saya pernah menjadi konsultan untuk bar yang akan buka, juga tentang
cocktail.
Saya sudah menghabiskan 20 tahun di London, dan saya ingin melakukannya di banyak tempat. Saya pernah ke India, Australia, dan kini di Indonesia.
Berbicara tentang minuman, apa minuman kreasi Anda pertama kali?Hahaha. Saya, saat itu, bekerja di bar di London, mereka punya menu minuman tapi tak ada petunjuk bagaimana cara membuatnya. Itu minuman murah dan mirip
Sex in the Beach, dan bukan minuman yang akan saya minum. Sumpah, enggak banget.
Tapi kemudian saya pindah ke Piccadilly. Meski tempatnya kecil, suram, banyak lampu gantung, tapi itu memberikan saya banyak pandangan baru. Saya belajar membuat minuman sendiri di tempat itu.
Saya sukses membuat
Mai Tai, minuman dari 1940 dan
tasty rum cocktail. Di sana banyak sekali bahan dan itu tantangan buat saya mengingat itu semua, tapi saya suka.
Yang jelas
Mai Tai itu minuman pertama yang saya buat dari hati saya sendiri. Dan setiap kali bertemu pelanggan, saya akan membujuk mereka memesan
Mai Tai buatan saya. Hahaha.
Setelahnya, saya mulai membuat berbagai minuman, ada yang memang mencoba, banyak juga dari permintaan pelanggan jadi secara spontan. Tiga tahun setelahnya, saya serius berlatih membuat minuman sendiri.
 Dre Masso merasa bahwa menjadi bartender adalah jalan hidupnya dan ia ingin terus belajar meski sudah diakui dunia. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Tiga kali jadi Bartender of the Year di Inggris, apa rahasia Anda?Ini sama seperti yang saya bilang kepada banyak orang, semua ini tergantung bagaimana Anda terkoneksi dengan tamu dan menyambutnya, dan seterusnya.
Banyak bartender baru dan segar tidak punya kesadaran yang cukup bagaimana bekerja keras untuk membuat sebuah minuman. Kebanyakan mereka langsung ingin menjadi
mixologist.Saya bilang kepada mereka, mereka harus lebih rendah hati sehingga menimbulkan rasa saling menghargai.
Apa yang harus dipelajari bartender pemula selain sikap?Setiap bartender harus benar-benar belajar membuat minuman, mulailah dari
cocktail klasik. Pelajari berbagai informasi tentangnya, seperti proses pembuatan, rasa, profil minuman, untung rugi saat mengonsumsi, dan sejarah, itu penting sekali bila Anda ingin berada di industri ini.
Belajar resep yang lain juga. Bersikap baiklah kepada orang lain, lalu sering belajar serta menambah pengetahuan.
Saya pernah belajar menjadi barista dan chef, saya rasa bartender memiliki kemiripan dengan dua profesi itu.
Bila Anda bisa mengulang waktu, apa yang ingin Anda lakukan?Mungkin bila saya bisa kembali ke usia belasan, saya ingin tetap berada di jalan ini dan belajar lebih banyak dengan orang lain. Lalu, saya ingin memperdalam ilmu ini sebaik mungkin. Karena Anda perlu fondasi pengetahuan yang cukup.
Dan bila Anda punya kesempatan belajar di tempat asing, pergilah ke Tokyo dan belajar bagaimana mereka menyambut tamu. Lalu pergi ke Melbourne belajar tentang
coffee culture.
Kemudian pergi ke tempat lain juga untuk belajar berbagai aspek. Jika ada bartender yang masih muda, pesan saya bepergianlah dan belajarlah dari berbagai orang.
(end/vga)