Singkawang, CNN Indonesia -- Gang kecil di Jalan Budi Utomo, Singkawang, ternyata menyimpan sejarah yang panjang. Tempat yang diberi nama Kawasan Tradisional itu merupakan komplek rumah bergaya Tionghoa milik Keluarga Thjia. Rumah ini sudah berdiri sejak tahun 1902.
Sie Fung Tho, salah satu pemilik rumah, bercerita komplek rumah tersebut dibangun oleh nenek moyangnya. Kala itu nenek moyangnya berimigrasi dari China ke Kalimantan Barat, tepatnya ke Singkawang.
Untuk membangun semua rumah yang ada di komplek tersebut nenek moyangnya membawa langsung arsitek dari Tiongkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tukangnya di bawa ke sini untuk membangun rumah seperti di Tiongkok persis. Dulu nenek moyang kan kaya, dari suku Hokkian," kata Fung Tho kepada CNNIndonesia.com.
Sejak berdiri 114 tahun yang lalu Fung Tho mengatakan tak ada yang berubah dari rumah peninggalan nenek moyangnya itu. Semua kayu yang digunakan untuk dinding sampai lantai masih asli seperti saat dibuat pertama kalinya.
Kayu belian atau kayu ulin yang digunakan masih terlihat dalam kondisi baik. Tak terlihat ada bagian yang lapuk. Fung Tho juga mengatakan tak ada bagian rumahnya yang dimakan rayap.
Beberapa ornamen asli masih dipertahankan. Misalnya papan nama yang terpasang di atas pintu rumah, semuanya masih asli. Fung Tho sendiri tidak mengerti arti aksara China yang tertulis di papan tersebut.
 CNN Indonesia/Safir Makki |
Keaslian bangunan rumah Keluarga Thjia memang harus dipertahankan. Sebab, bangunan tersebut sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sejak tahun 1999.
"Pemerintah bilang ini tidak boleh dibongkar, tidak boleh dijual. Kami juga mana bisa dijual, mana boleh," ujar Fung Tho.
Hingga kini, komplek rumah Keluarga Thjia sudah dimiliki oleh turunan ke-tujuh. Fung Tho adalah menantu dari keturunan ke-lima. Suaminya yang merupakan keturunan langsung dari Keluarga Thjia sudah lama meninggal.
Saat ini, rumah warisan Keluarga Thjia hanya dihuni oleh 10 kepala keluarga. Keluarga keturunan Thjia yang lainnya kebanyakan merantau ke daerah atau bahkan negara lain.
"Kebanyakan pindah ke Jakarta, ke Singapura. Ke Tiongkok juga ada, Hong Kong juga ada. Kalau Imlek, kadang ada yang pulang, ada yang tidak," kata perempuan berumur 62 tahun itu.
Ada Bagian yang RobohSelain bangunan yang ada sekarang, Fung Tho bercerita sebenarnya komplek rumah Keluarga Thjia dulu lebih besar. Ia mengatakan ada beberapa rumah yang sudah rusak dan akhirnya roboh. Rumah tersebut dulunya adalah gudang yang disewakan kepada orang yang membutuhkan.
"Robohnya sekitar 30 tahun lalu kayaknya, kami juga tidak tahun itu kayu beliannya ke mana. Dicuri orang mungkin," ujar Fung Tho.
Selain ada rumah yang roboh, salah satu bangunan yang sekarang masih berdiri kondisinya mulai rusak dan butuh direnovasi. Bangunan itu sebenarnya bukan rumah, hanya ruang pertemuan yang biasa digunakan kumpul keluarga.
Namun, hingga saat ini belum ada keputusan untuk merenovasi bangunan tersebut, karena masih terjadi perdebatan internal keluarga.
 Keturunan keluarga Thjia (CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Banyak keturunan, banyak kongsi. Yang satu mau rehab yang satu tidak mau," katanya.
Perdebatan itu juga muncul berkaitan dengan dana. Meski rumah tinggal Keluarga Thjia mendapatkan predikat sebagai cagar budaya, tapi Fung Tho mengaku tak pernah mendapatkan dana untuk memelihara bangunan tersebut.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tertulis pemerintah dan pemerintah daerah memiliki tugas untuk mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.
Sayangnya, Undang-Undang tersebut belum memiliki Peraturan Pemerintah sehingga sulit diaplikasikan. Pemerintah Daerah sulit membuat Peraturan Daerah untuk menjalankannya.
"Waktu itu kami dengar orang ngomong katanya di koran kawasan tradisional akan dapat dana Rp1 Miliar, tapi kami merasa tidak pernah mendapatkan itu," ujar Fung Tho.
Saat ini Kawasan Tradisional Rumah Keluarga Thjia hanya berfungsi menjadi rumah tinggal saja. Namun, mereka terbuka bagi siapa saja yang ingin datang berkunjung. Termasuk wisatawan dan itu tidak dikenakan biaya.
"Paling kalau ada yang foto buat pernikahan mereka kasih sumbangan. Ya, sesuka hati dia, langsung masukin ke kotak persembahan kami," kata dia.
(chs)