Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi udara yang dihirup, air yang diminum dan lingkungan sekitar tempat bekerja, bermain ataupun beristirahat kerap menjadi hal-hal yang tidak diperhatikan oleh manusia. Padahal, menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), lingkungan bisa menjadi salah satu faktor yang dapat membunuh seseorang.
Dalam sebuah temuan temuan terkininya, WHO menemukan bahwa sebanyak 12,5 juta kematian di seluruh dunia per tahunnya terjadi karena kondisi lingkungan manusia. Stroke, serangan jantung, diare hingga kanker menjadi penyakit di urutan atas yang disebabkan oleh lingkungan.
Dari kajian ini, ditemukan bahwa kepedulian ataupun kontrol manusia dengan lingkungan tempat dia tinggal sangatlah kecil. Tidak seperti penyakit pada umumnya, kesehatan lingkungan dapat dilihat juga dari pemahaman seseorang tentang kebijakan publik seperti pengelolaan air, udara bersih, ataupun ruang publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lingkungan yang sehat membentuk populasi yang sehat," kata Direktur Umum WHO, Margaret Chan, seperti dilansir
Time. "Jika negara tidak mengambil peran untuk membuat lingkungan tempat manusia tinggal dan bekerja menjadi sehat, jutaan lainnya akan terus sakit dan meninggal muda," ujarnya.
Masih menurut laporan dari WHO, penyakit yang berhubungan dengan lingkungan paling banyak terjadi di negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Minimnya sumber daya penerapan peraturan untuk lingkungan sehat menjadi salah satu faktor yang diduga terjadi di negara-negara tersebut.
Wilayah yang tercatat memiliki paling banyak tingkat kematian adalah Asia Tenggara dan Kawasan Pasifik Barat dengan kematian mencapai 3,8 juta dan 3,5 juta jiwa. Di kedua kawasan tersebut, anak-anak dan orang tua rentan terhadap kondisi lingkungan yang buruk.
Meski begitu, negara kaya juga tak luput dari masalah lingkungan buruk. Di Amerika Serikat, hampir 850 ribu jiwa melayang karena permasalahan lingkungan seperti polusi udara dan air.
"Hal yang unik dari polusi udara adalah manusia tidak dapat lari atau bersembunyi darinya," kata professor University of British Columbia, Michael Brauer. "Namun semua mengetahui bahwa ketika kualitas udara membaik, maka semua pihak dapat memperoleh manfaat dari itu."
(meg)