Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah digeser oleh Swiss dari peringkat pertama urutan negara paling bahagia di dunia, kini Denmark kembali menempati posisi jawara dan menggeser Swiss ke peringkat kedua.
Menurut laporan berjudul World Happiness Report Update 2016 yang dibuat oleh lembaga Sustainable Development Solutions Network untuk PBB, setelah Denmark dan Swiss, mengikuti Islandia dan Norwegia sebagai negara paling bahagia.
Dengan diumumkannya laporan yang baru dirilis kemarin, Rabu (16/3), di Roma itu, Denmark berarti mengukuhkan dirinya kembali sebagai negara paling bahagia untuk ketiga kalinya.Dalam riset yang pertama kali dimulai pada tahun 2012 itu, Denmark tercatat hanya satu kali tergeser dari peringkat paling atas.
 Kota Jenewa yang merupakan kota terpadat kedua di Swiss (Mike Hewitt/Getty Images) |
Di tempat lain, masyarakat di Burundi, Afrika, menjadi orang-orang yang dianggap paling tidak puas dengan kehidupan negaranya. Selain itu, ada juga negara-negara seperti Benin, Afghanistan, Togo dan Syria yang berada di urutan terbawah daftar ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk negara adidaya yaitu Amerika, ternyata hanya mampu menempati peringkat ke-13 dalam daftar ini. Jauh di depannya, secara berurutan peringkat enam ditempati oleh Kanada, Belanda, New Zealand, Australia, Swedia, Israel dan Austria. Adapun Jerman hanya berhasil menempati peringkat 16.
Begitupun dengan negara-negara superpower seperti Inggris, Jepang, Rusia dan China. Keempatnya terhitung masuk dalam peringkat menengah dan bawah dalam urutan negara paling bahagia kali ini. Negara monarki Inggris tercatat ada di posisi 23, Jepang di peringkat 53, Rusia ke-56 sedang China ada di kursi ke-83.
Beberapa negara lain yang tercatat dilanda masalah ekonomi dan politik, seperti Yunani, Italia, Spanyol dan Ukraina, dipastikan melorot dari peringkat mereka sebelumnya.
Pentingnya Mengukur Kebahagiaan Tingkat kebahagiaan yang diriset dalam laporan ini dinilai menjadi alat ukur yang tepat untuk mengetahui kesejahteraan manusia, dibandingkan mengukur melalui faktor pendidikan, kesehatan, kemiskinan, pendapatan ataupun jalannya pemerintahan suatu negara.
Setidaknya ada tujuh kunci yang dapat dijadikan ukuran kebahagiaan dalam riset ini. Masyarakat yang hidup di negara paling bahagia biasanya memiliki rencana hidup yang panjang, mendapatkan lebih banyak dukungan sosial, memiliki kebebasan lebih untuk menentukan pilihan hidup, mempunyai daya tanggap yang rendah soal korupsi, gemar berderma, jarang sekali mengalami kesenjangan, dan mempunyai bruto produk domestik per kapita yang tinggi.
 Pemukiman penduduk di Islandia. (Sharonang/Pixabay) |
"Mengukur tingkat kebahagiaan dan mencapai kesejahteraan harusnya menjadi agenda setiap negara yang ingin mencapai pembangunan yang berkelanjutan," ujar Asisten Editor riset dan Direktur Lembaga Bumi Universitas Kolumbia, Jeffrey Sachs, seperti dilansir dari
CNN.
"Memang, tujuan pembangunan itu sendiri mengandung ide bahwa manusia yang bahagia harus dipupuk melalui pendekatan menyeluruh yang menggabungkan antara sisi ekonomi, sosial dan lingkungan," kata Sachs.
Bahagia Tidak Melulu Soal UangTahun lalu, Islandia dan Irlandia telah mengalami krisis perbankan, yang secara dramatis berimbas kepada perekonomian mereka. Namun kondisi itu ternyata tak membuat masyarakat Islandia dan Irlandia menjadi tidak bahagia.
Kedua negara itu memiliki rasa dukungan sosial antara masyarakat yang sangat tinggi, hingga akhirnya menempatkan Islandia berada di peringkat ketiga, dan Irlandia di posisi ke-19 tahun ini.
 Jalan O'Connel yang menjadi pusat kota Dublin, Irlandia. (Thinkstock/Digital Vision) |
Jika hanya melihat dari masalah keuangan maka pandangan soal kebahagiaan itu sendiri dianggap dapat kabur.
"Di Norwegia, sangat lumrah melihat seseorang membantu tetangganya untuk mengecat rumah meski mereka sebenarnya mampu untuk mengupah orang lain untuk memperbaiki rumahnya," ujar Asisten Editor sekaligus Asisten Direktur Riset untuk Lembaga Kanada.
"Mereka membuat cara untuk saling membantu dan akhirnya menjadi kegiatan sosial. Dan kegiatan seperti itu menciptakan manusia yang saling mendukung di tengah perkembangan sosial yang kian membuat orang lebih suka membeli daripada membuat sesuatu sendiri," katanya.
(meg)