Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa perubahan iklim berkontribusi terhadap kesehatan manusia dan pada kasus yang parah, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Melansir
Reuters, studi yang merupakan gabungan delapan badan pemerintahan Amerika Serikat tersebut menjadi pemicu meningkatnya kematian dini di Negeri Paman Sam. Utamanya karena gelombang panas. Selain itu, perubahan iklim yang banyak menimbulkan bencana alam masif, seperti angin topan dan banjir, juga berkontribusi terhadap bertambahnya pengidap penyakit mental.
“Kami belum pernah melihat hal ini sebelumnya. Namun perubahan iklim punya efek signifikan terhadap kesehatan masyarakat luas,” kata Dokter Vivek Murthy saat konferensi pers mengenai temuan studi di Gedung Putih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak ada sumber tunggal yang bisa kita fokuskan untuk mencegah perubahan iklim. Ada banyak hal yang harus kita perhatikan dan itu saling berhubungan.”
Gelombang panas diprediksi menyebabkan 670 hingga 1300 kematian di Amerika Serikat per tahunnya, selama beberapa tahun terakhir. Hasil studi menyebut kematian prematur akibat gelombang panas diperkirakan meningkat hingga 27 ribu jiwa per tahun pada 2100. Peningkatan itu bahkan melebihi prediksi kematian akibat hipotermia atau udara dingin yang ekstrem.
Selain itu, pemanasan global juga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan serta memicu penyebaran serbuk sari, yang bisa mengurangi kualitas udara. Serbuk sari bisa memicu alergi dan gangguan pernapasan, terutama asma.
Studi tersebut juga mengungkapkan kualitas udara buruk ditambah suhu udara yang panas menjadi penyebab ratusan hingga ribuan kematian dini, peningkatan kunjungan ke rumah sakit, serta penyakit paru-paru pada 2030.
Kaitan dengan Kesehatan MentalPenelitian yang dilakukan selama tiga tahun tersebut juga menyebutkan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan penyakit mental. Akibat terlalu sering terpapar cuaca panas, manusia bisa mengalami gangguan stres, depresi, serta kecemasan berlebih.
“Meskipun demikian dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengonfirmasi temuan ini,” ujar Murthy.
Selain itu, kasus epidemi akibat virus yang ditularkan serangga, termasuk nyamuk, juga dipercaya berkaitan dengan perubahan iklim. Meksipun begitu, penelitian tidak secara khusus mengamati keterkaitan wabah virus Zika di Amerika Selatan dengan perubahan cuaca.
Demi mengurangi laju perubahan iklim, Presiden Barrack Obama telah memutuskan untuk memangkas emisi karbon dengan beralih dari batubara dan minyak bumi ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
(les)