Jakarta, CNN Indonesia -- Ada banyak alasan yang menggerakkan seseorang untuk datang ke dokter bedah plastik. Di Indonesia, ternyata bentuk hidung menjadi alasan yang paling banyak digunakan seseorang untuk menemui dokter bedah plastik.
"Kalau minat di Indonesia itu operasi hidung, kelopak mata dan sedot lemak," kata Ahli Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Budiman, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (2/8).
Minat tersebut juga diamini oleh Irena Sakura Rini, spesialis bedah plastik dan rekonstruksi sekaligus Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Irena, kondisi hidung masyarakat Indonesia yang tak semancung orang-orang dari negara barat kerap tak membuat percaya diri. Dengan banyaknya tokoh publik yang mengaku memancungkan hidung mereka, disebut Irena jadi salah satu pemicu semakin bertambahnya permintaan itu.
"Mulai banyak itu saat 2005 ketika banyak artis yang terbuka dan mengaku bedah plastik, masyarakat mulai ikut. Padahal sejak 1973 sudah ada. Sekarang kalau pengalaman saya, dua sampai tiga persen permintaan bedah plastik makin bertambah tiap tahun," kata Irena.
Berdasarkan pengalaman Irena sendiri, jumlah peminat untuk permak hidung bisa sampai 32 hingga 33 persen dari total operasi yang ditanganinya. Setelah masalah hidung, baru menyusul kelopak atau kantung mata yang dapat mencapai 28 persen.
Namun, dokter yang praktik di RS Kanker Dharmais ini mengatakan bahwa kini semakin banyak pasien yang datang berasal dari golongan produktif dan sehat.
Mereka datang dengan tujuan agar pada bertambahnya usia mereka, tak akan terlihat keriput dan tanda penuaan pada bagian wajah.
"Dari penelitian kami sih usia 30-an mulai memperhatikan prosedur estetika. Biasanya mulai dari suntik botox dahulu, penasaran hasil dan efeknya. Walaupun kami terus edukasi bahwa ini tidak bertahan lama," kata Irena.
Dia juga mengakui meski bertambah dari segi kuantitas, pasien bedah plastik Indonesia juga sudah memiliki pemahaman risiko dan kesadaran akan konsultasi yang harus dilakukan sebelum menjalani prosedur.
Meski jumlah permintaan memancungkan hidung terbilang banyak, namun tak semua permintaan disanggupi oleh Irena. Menurutnya, ada beberapa kondisi yang membuat prosedur pemancungan hidung dapat berhasil.
"Batasan untuk pasien itu adalah kondisi anatomi yang tak mungkin untuk dilakukan prosedur. Misal memang memiliki tulang hidung yang ke dalam, kalau dipaksa akan rusak jadinya. Ini karena faktor badan dari pasien," kata Irena.
Beberapa tindakan lain yang biasa dihadapi oleh dokter seperti Budiman dan Irena adalah prosedur rekonstruksi akibat suntik silikon. Senyawa kimia ini kadang digunakan untuk meningkatkan volume payudara ataupun bokong supaya terlihat lebih 'seksi'.
"Beban terberat kami itu ketika harus rekonstruksi silikon. Karena senyawa itu tidak seharusnya ada di tubuh secara langsung dan sudah pasti kalau ada kasus, karena tindakan malpraktik. Akibat silikon sangat kompleks dan bisa jadi kelainan. Kalau bisa menolak, saya akan menolak kasus itu," kata Budiman.
"Saran kami ya terimalah apa adanya. Kalau ada yang ingin diperbaiki, perbaiki sesuai kemampuan, bukan dorongan orang lain, dan harus masuk akal. Kalau ingin operasi, jangan mengubah tapi memperbaiki kondisi, yaitu mengembalikan bila ada yang harus dikembalikan karena suatu penyakit atau kecelakaan. Dokter itu bukan Tuhan, jadi buatan kami tak mungkin sama seperti aslinya," kata Irena.
(meg)