Ketika Bambu, Batik dan Daun Pisang Bertemu di Kenduri

Lesthia Kertopati | CNN Indonesia
Selasa, 16 Agu 2016 18:37 WIB
Edward Hutabarat mempersembahkan Kenduri, sebuah pameran multikreasi yang menggabungkan fesyen, musik, seni dan budaya di satu ruang publik.
Model memperagakan busana karya Edward Hutabarat bertema
Jakarta, CNN Indonesia -- Kenduri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa atau meminta berkah. Di daerah, kenduri lebih dikenal dengan sebutan kenduren atau selamatan. Bahkan, sejarah menyebut kenduri telah ada sejak dulu, sebelum agama merambah Nusantara.

Bila kenduri umumnya dilakukan saat malam hari dengan sajian nasi tumpeng, tidak demikian dengan kenduri yang digelar di Senayan City, Senin (15/8).

Atrium utama mal bergaya modern tersebut berubah tradisional. Terdapat instalasi yang dibuat menggunakan 1500 bambu tali dan dibentuk menyerupai rumah gadang, rumah adat Minangkabau. Melihat ke langit-langit, terdapat beberapa kain yang panjang menjuntai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kain-kain tersebut merupakan instalasi batik besutan Japa Wibisana, Aru Juwono dan Roland Adam. Sementara kreasi batiknya sendiri merupakan kolaborasi artisan batik asal Cirebon dengan desainer Edward Hutabarat, yang akrab disapa Edo.

Di tangan keduanya, batik Sawung Galing dan batik Garis menjelma jadi karya modern. Sekilas, motif-motif cantik itu bagaikan dicetak dengan presisi sempurna di atas kain, padahal saat diperhatikan secara detail, motif tersebut ‘ditulis’ menggunakan canting.

Satu per satu busana bergaya resort dari brand Part One by Edward Hutabarat punya motif batik yang berbeda. Semuanya dibatik secara langsung. Bukan dalam bentuk kain panjang yang kemudian dibuat menjadi busana. Edo membalik proses itu.

“Gaunnya dipola terlebih dahulu, baru kemudian dibatik,” sebut desainer yang telah berkiprah lebih dari 36 tahun ini.

Ada alasan tersendiri mengapa Edo melakukan hal itu. Sejak dulu, pria berdarah Batak itu memang tidak ingin membuang kain batik yang dia gunakan sebagai material koleksi. “Setiap batik punya makna mendalam, filosofis. Membuang bagian dari kain berarti tidak menghargai,” ungkapnya, waktu itu.

Oleh karena itulah, Edo mengaplikasikan batik setelah gaunnya sempurna terpola. Dengan demikian, tidak ada motif batik yang terbuang.

Batik, memang sudah sejak lama jadi media Edo dalam mempromosikan budaya Indonesia ke panggung internasional. Di tangan Edo, batik yang semula lekat dengan istilah kuno dan tua, berubah jadi modern.

Edward Hutabarat menggunakan batik sawung galing dan batik garis untuk koleksinya di Part One by Edward Hutabarat di Senayan City. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Edo sukses mengemas batik menjadi ‘summer dress’, busana siap pakai bergaya tropis yang digemari konsumen mancanegara. Lewat cara Edo mengolah kain batik dalam bentukan busana yang ringan dan minimalis, motif seperti parang rusak, mega mendung, sawung galing, kawung, buketan dan burung hong, banyak terlihat di Eropa dan Amerika Serikat.

Itulah yang menjadi alasan Senayan City mempersembahkan Annual Infinite Merit Award 2016 kepada Edo.

“Edward Hutabarat adalah desainer Indonesia pertama yang mengangkat kain batik modern ke dunia internasional dan menuangkannya dalam koleksi ready-to-wear,” kata CEO Senayan City Very Y Setiady.

Tapi, Edo tidak ingin sendirian menerima penghargaan tersebut. Di acara yang jadi bentuk perayaan Kemerdekaan Indonesia dari Senayan City itu, Edo menggandeng banyak seniman, menjadikan ‘Kenduri’ sebagai pameran multikreasi yang menggabungkan banyak elemen.

Mulai dari pertunjukkan musik tradisional dari Ubiet Raseuki, tari daerah, instalasi bambu karya Joko Avianto, seniman yang pernah berkarya di museum seni Frankfurter Kunstverein, Jerman, hingga presentasi kuliner jajanan pasar yang terinspirasi dari daun suji, daun pandan, dan daun pisang.

Selain pergelaran busana, acara Kenduri yang berlangsung hingga 25 Agustus 2016 tersebut juga diisi dengan pameran fotografi dan film dokumenter 'Batik Journey', sebagai ruang pamer untuk mendekatkan batik kepada publik, terutama generasi muda.

(les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER