Jakarta, CNN Indonesia -- Eddy Silitonga mengembuskan napas terakhir di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, pada Kamis dini hari (25/8). Sejak dua pekan lalu, sang pelantun
Biar Sendiri telah dirawat di rumah sakit itu karena penyakit jantung dan diabetes.
“Beliau sudah kami rawat kurang lebih dua minggu. Awal rawat di sini dengan keluhan sesak,” kata Dr. Chamim SP.OG, K-Onk, Direktur Medik & Keperawatan RSUP Fatmawati, kepada awak media. “Pas diperiksa, Eddy menderita sakit jantung komplikasi.”
Saat dirawat di ruang ICU, menurut Chamim, diketahui kondisi jantung Eddy sudah memburuk. “Kalau dihitung dalam tingkatan gagal jantung ini sudah stadium 4. Sampai tadi malam, kondisi semakin memburuk." Lima menit selepas tengah malam, Eddy meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak RSUP Fatmawati, diakui Chamim, sudah mengontrol diabetes yang diidap Eddy. “Diabetes itu juga membuat jantung [Eddy] memburuk,” kata Chamim seraya mengucapkan belasungkawa dan menyebut Eddy sebagai “salah satu anak bangsa terbaik.”
Eddy menutup usia 65 tahun. Menurut data yang dilansir laman
Heart, beberapa waktu lalu, setidaknya 68 persen orang berusia 65 ke atas yang menderita diabetes meninggal dunia karena komplikasi jantung, sedangkan 16 persen akibat stroke.
Menurut American Heart Association, diabetes termasuk satu dari tujuh faktor risiko utama yang memicu penyakit jantung. Orang dewasa dengan diabetes berisiko dua sampai empat kali mengidap penyakit jantung atau stroke daripada orang dewasa tanpa diabetes.
Soal diabetes, keluarga Eddy sudah banyak yang tahu. Sang adik, Anton Silitonga, menuturkan, kakaknya memang sudah lama mengidap itu. Tapi saat dilarikan ke RSUP Fatmawati beberapa pekan lalu, gula darah Eddy turun menjadi sangat rendah.
"Sampai 19. Itu mungkin berakibat ke organ tubuh lain seperti jantung," kata Anton kepada media tentang kakaknya yang lahir di Pematangsiantar, Sumatra Utara, 17 November 1950.
Tapi menurut Anton, kondisi Eddy di ruang ICU sempat membaik. Eddy sempat sadar dengan menggerakkan tangan dan jari. Karena itu keluarga berani membuat pernyataan bahwa Eddy membaik, saat rumor ia meninggal menyeruak, dua pekan silam.
Sayangnya, kondisi itu ternyata tidak bertahan lama. "Kami senang ketika melihat dia sadar, kami merasa itu perkembangan yang bisa menuju sehat. Tapi kemudian mondisi dia drop lagi sampai meninggal," Anton mengenang saat terakhirnya.
Di mata sang adik, Eddy merupakan sosok yang tegas. Sebagaimana orang keturunan Batak, ia sering berkata keras dengan nada tinggi. Tapi di balik itu, Eddy memiliki hati yang sangat baik.
Rencananya Eddy baru akan dimakamkan di TPU Kampung Kandang, Jagakarsa, pada Sabtu (27/8) mendatang.
(rsa/vga)