Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia kini tengah marak menggalakkan gerakan cinta produk lokal. Beberapa tahun belakangan, banyak produk-produk lokal Indonesia berkualitas yang bermunculan.
Namun para produsen produk lokal ini jarang yang membuka gerai. Mereka lebih memilih untuk menjualnya secara
online.
Untuk itu lah Marketplays, sebuah e-commerce start-up yang berdiri sejak 2015, mengumpulkan sebanyak lebih dari 200 merek lokal yang kerap menjual produknya secara online.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bermula dari sebuah masalah, ketika sulit sekali menemukan
brand lokal di Indonesia yang berkualitas. Kalau pun nemu, adanya di Instagram," ujar Ivan John, CEO dari Marketplays.
Kemudian, Ivan pun berinisiatif untuk menggelar sebuah pop-up bazaar yang digelar secara meriah selama tiga hari, dimulai dari Jumat (26/8) hingga hari ini, Minggu (28/8).
Acara bertajuk
MakersMarket 2016 ini diselenggarakan di Grand Indonesia West Mall lantai 5, dengan dihadiri 100 merek lokal yang terdiri dari produk olahan tangan, produk kulit, busana urban, dan juga makanan dan minuman.
Tak hanya bazaar, nantinya MakersMarket 2016 juga menghadirkan lokakarya (workshop) untuk para pengunjung. Lokakarya tersebut, dikatakan Ivan, bertujuan agar masyarakat Indonesia mengetahui lebih jauh proses pembuatan produk lokal.
"
Live workshop ini diadakan karena kita ingin menanamkan
product knowledge untuk mereka, jadi semakin mereka tahu [cara pembuatannya], jadinya mereka juga semakin
curious, dan akhirnya mau pakai produk lokal," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Untuk bisa mengikuti loka karya ini, pengunjung bisa mendaftar secara langsung di MakersMarket 2016 dengan biaya mulai Rp350 ribu hingga Rp450 ribu. Beberapa loka karya tersebut diantaranya, pembuatan produk dari bahan kulit, pembuatan shibori; kain jumputan khas Jepang, dan kaligrafi.
Nantinya, Ivan berharap agar bisa menggelar acara serupa di kota lain di luar Jakarta. "Banyak crafter dari luar [Jakarta]," katanya, "seperti Bandung, Surabaya, Bali, pengin roadshow ke tempat lain. Enggak perlu se-massive ini, yang kecil-kecil aja, yang penting bermakna."
Jika Anda salah satu produsen lokal, Anda bisa bergabung dengan Marketplays dengan gratis. "Hanya satu syaratnya, harus produk lokal, Indonesia asli. Kami engga terima produk impor atau produk imitasi," tambah Ivan.
MakersMarket 2016 merupakan acara besar pertama yang digelar Marketplays, dengan didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF), Darahku Biru; sebuah komunitas denim terbesar di Indonesia, Voyej, dan Fabelio.
Dari Iseng Gambar Jadi UangSebuah produk yang langsung menarik perhatian mata justru datang dari sebuah gerai yang belum memiliki nama. Terdapat gambar berwarna-warni yang diproduksi menjadi sampul buku menggambar, kartu, dan lukisan di atas kanvas.
Kanaya (15 tahun) dan Pryanka (14 tahun) adalah dua orang anak yang 'bertanggung jawab' atas lucunya gambar-gambar tersebut.
"Mereka memang senang gambar. Banyak banget gambarnya, sampai saya bingung mau ditaruh di mana lagi," ujar ibu kedua anak ini, Syanti Mulia, kepada CNNIndonesia.com.
"Kebetulan saya dan suami saya memang arsitek, jadi kalau liburan, kami ajak mereka jalan-jalan dan mereka harus dapat inspirasi. Saya kasih
deadline untuk gambar. Jadi saya kliennya dan mereka jadi
ngerti kerja itu seperti apa," tambahnya
Gambar-gambar mereka memang menarik. Mereka menggambar apa yang menjadi imajinasi mereka usai membaca Perjanjian Lama. Syanti berujar, "Jadi ini semua interpretasi mereka setelah baca Perjanjian Lama. Mereka tuangkan lewat gambar."
Mula-mula gambar tersebut dibuat di atas kanvas. Mereka menggunakan warna-warna cerah seperti merah, biru, kuning, hijau, dan ungu. Selanjutnya gambar tersebut difoto dan dipindai (scan). Baru lah kemudian dicetak menjadi kartu ucapan atau sampul buku.
Ini adalah kali pertama bagi keluarga Syanti untuk menjual gambar-gambar tersebut. "Iya makanya belum ada namanya. Saya bilang ke anak-anak, 'Ini mau dikasih nama apa? Kalian habis pulang sekolah langsung ke sini ya. Nanti mama bingung kalau ditanya orang,'" katanya.
Sebelumnya, Syanti dan kedua anaknya tidak berniat untuk menjual gambar tersebut. Biasanya, mereka hanya menjadikan gambar ini sebagai hadiah untuk orang lain.
Shibori, Kain Jumputan Khas JepangJika Indonesia telah mengenal kain jumputan, rupanya Jepang juga memiliki hal serupa yang diberi nama Shibori.
Teknik pembuatan shibori sama dengan kain jumputan. Awalnya, kain katun diikat atau dililt dengan benang atau karet, sesuai dengan keinginan. Setelahnya, kain yang sudah diikat tersebut dicelupkan ke cairan
naphthol dan berikutnya ke garam penguat berwarna.
Ikatan kemudian dibuka dan kain pun dibilas dengan air bersih. Untuk menghasilkan warna yang lebih tajam, ada baiknya kain tersebut direndam kembali ke dalam air garam, baru kemudian dijemur.
Tantri, inisiator pembuat Ms.Ink, mengaku tertarik dengan shibori sejak mengikuti loka karya yang dibuat oleh temannya.
"Serunya shibori itu karena
surprise hasilnya. Kita lipat-lipat terus hasilnya gimana. Warna juga gitu,
nyampur warna apa, nanti hasilnya gimana," papar Tantri.
Salah satu teknik melipat yang paling dasar adalah Itajime. Kain dilipat bertumpuk dan membentuk persegi empat, lalu kemudian diikat dengan karet.
Tak jarang, ia sering menciptakan jenis lipatannya sendiri. Namun sayang, terkadang ia lupa dengan tenik melipat yang dilakukan. "Sering juga
udah ngelipet ngasal, hasilnya ternyata bagus. Tapi lupa tadi caranya gimana ya?" tambahnya.
Hasil dari Shibori tersebut kemudian dijadikan produk rumah tangga, seperti taplak meja, hiasan dalam bingkai, dan hiasan sarung bantal. Ada pula yang ia jadikan untuk kain dan syal.
Ia berujar, "Kami arahnya enggak ke fesyen. Tapi kalau ada yang pesan, pasti kami
bikinin. Cuman kami memang enggak
produce itu."
(vga/vga)