Jakarta, CNN Indonesia -- Edukasi bahaya merokok melalui iklan layanan masyarakat (ILM) masih dianggap penting untuk menyadarkan dan mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Sejalan dengan itu, Kementerian Kesehatan kembali merilis ILM tentang bahaya merokok.
"Hasil dari beberapa penelitian mendukung upaya edukasi mengurangi rokok melalui iklan layanan masyarakat," kata Doddy Izwardy, Direktur Gizi Masyarakat Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan saat merilis ILM Rokok Merusak Tubuhmu di Jakarta, pada Jumat (2/9).
"ILM sebelumnya juga cukup efektif. Kami mendapatkan banyak respon positif, dan ILM sebelumnya juga diadaptasi oleh negara lain seperti Filipina," kata Doddy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam upaya mengampanyekan bahaya merokok sebagai bentuk pengendalian konsumsi linting tembakau, Kementerian Kesehatan tahun ini merilis beberapa ILM terkait bahaya merokok bagi kesehatan.
Sebelumnya pada akhir Mei lalu, Kementerian Kesehatan merilis ILM bertema
Suara Hati Anak. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan anak-anak menjadi pihak yang paling sering menjadi korban rokok.
Kementerian Kesehatan mencatat bahwa penyakit katastropik seperti jantung dan kanker telah menyedot anggaran negara untuk BPJS hingga 33 persen. Selain itu, data World Economic Forum (WEF) mencatat penyakit akibat rokok dapat membebani ekonomi Indonesia hingga US$4,5 triliun.
"Justru prevalensi perokok di Indonesia mengalami peningkatan. Berbeda dengan di negara lain seperti Thailand," kata Abdillah Ahsan Wakil Kepala 1 Lembaga Demografi Universitas Indonesia, dalam kesempatan yang sama.
Ahsan merujuk pada data yang dikeluarkan the Global Adult Tobacco Survey yang dirilis Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Dalam data yang diambil pada 2011 lalu itu menunjukkan bahwa jumlah perokok Indonesia mencapai 61,4 juta orang.
Dari jumlah orang yang mencapai 36 persen penduduk Indonesia tersebut, diketahui pula prevalensi laki-laki perokok sebesar 67,4 persen dan perempuan sebesar 4,5 persen. Prevalensi ini bertambah dibanding dekade lalu ketika prevalensi laki-laki perokok berada di sekitar 40 persen dan perempuan sebesar dua persen.
Abdillah membandingkan dengan Thailand yang mengalami penurunan prevalensi perokok selama dua dekade terakhir sekitar dua persen. Angka ini terjadi setelah berbagai pelarangan promosi rokok dalam bentuk apa pun dan pemberian edukasi terus menerus kepada masyarakat.
Kementerian Kesehatan sendiri, menurut Doddy, menargetkan penurunan prevalensi perokok hingga sepuluh persen sampai 2020.
"Keberadaan ILM ini jadi penting karena disiarkan dan dapat dilihat oleh seluruh rakyat Indonesia. Ini juga melengkapi kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang lain," kata Abdillah.
"Namun yang efektif adalah melarang iklan rokok sepenuhnya di televisi dan media lainnya termasuk sponsor. Setelah dilarang, ILM ini dinaikkan," lanjut Abdillah.
Abdillah menyebut bahwa pelarangan secara total promosi rokok dalam bentuk iklan atau dukungan acara tidak akan mengganggu pendapatan pihak yang selama ini mendapatkan uang dari perusahaan rokok. Hal ini karena akan membuka pihak pendana lain untuk mengisi kekosongan tersebut.
Upaya lain untuk menekan angka konsumsi rokok yang efektif menurut Abdillah adalah dengan mewujudkan kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus. Menurut kajian yang dilakukan Abdillah dan kawan-kawan, nominal tersebut menjadi pemicu perokok untuk membeli rokok dan berhenti merokok.
"Kami meminta Presiden untuk tidak ragu menaikkan harga rokok. Namun selain menaikkan harga rokok, perlu juga instrumen lain seperti edukasi secara terus-menerus," kata Abdillah.
(end/vga)