Jakarta, CNN Indonesia -- Selama ini, Gelanggang Remaja identik dengan kegiatan olahraga dan kesenian. Namun sesungguhnya lebih dari itu, Gelanggang Remaja juga digunakan kaum muda untuk sekadar nongkrong, serta acara konser hingga keagamaan.
"Memang banyaknya yang datang untuk latihan olahraga, namun kadang anak-anak muda masih ada di sini dari pagi sampai pukul sembilan malam," kata Sri Sumiyati, pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Selatan atau Gelanggang Olahraga (GOR) Bulungan kepada CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
"Apalagi Bulungan ini lokasinya strategis, jadi banyak yang datang, kapasitasnya yang sekitar seribuan untuk gedung olahraga, juga termasuk paling besar," lanjut Sri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelanggang Remaja mulai dibangun saat Jakarta dipimpin Gubernur Ali Sadikin atau Bang Ali pada akhir dekade '60-an. Kala itu, GOR Bulungan menjadi Gelanggang Remaja pertama, kemudian menyusul muncul sejumlah Gelanggang Remaja di kawasan lain Jakarta, juga kota lain di Indonesia.
Bang Ali berniat membangun gelanggang remaja sebagai wadah penyaluran minat dan bakat remaja Jakarta saat itu ke arah yang lebih positif dan bermanfaat. Atas dasar itu, Bang Ali melengkapi gelanggang remaja dengan berbagai fasilitas olahraga dan tempat pertunjukan.
Sejalan fungsinya sebagai tempat berkumpulnya anak muda untuk menyalurkan minat dan bakat, maka tak heran banyak muda-mudi yang menghabiskan waktu mereka di GOR Bulungan, dari latihan olahraga rutin, sampai bersosialisasi, atau kombinasi keduanya.
Bahkan untuk beberapa sekolah sekitar Bulungan yang dahulu kerap terlibat tawuran juga belakangan ini menjadikan Gelanggang Remaja sebagai tempat kongko, tanpa ada tensi darah muda.
"Kalau anak-anak sehabis bermain olahraga, sering sampai larut malam hingga pukul setengah satu. Kalau seperti itu, mengusirnya cukup matikan lampu saja. Nanti mereka juga pulang sendiri," kata Eko, salah satu penjaga keamanan Gelanggang Remaja Bulungan.
Bahkan Gelanggang Remaja tak jarang menjadi lokasi favorit sejumlah
event organizer untuk mengadakan acara konser. Selain faktor kedekatan atau keakraban di kalangan anak muda, juga akses yang mudah dijangkau. Alasan lain, biaya penyewaan gedung di sini tak semahal gedung lain.
Retribusi yang ditetapkan untuk kegiatan di luar olahraga sekitar Rp500 ribu hingga Rp3 juta untuk setiap lima jam pemakaian. Meski lebih terjangkau, mengadakan kegiatan konser di Gelanggang Remaja ternyata tak sembarangan.
"Kalau konsernya diperkirakan akan mengganggu lingkungan, maka kami tolak. Kami juga melihat kapasitas gedung. Kalau konser sudah pasti di lapangan, karena gedung hanya untuk kegiatan olahraga. Pengajuan konser yang ditolak pasti ada," kata Sri.
Tempat PembinaanSeperti tujuan pendiriannya, Gelanggang Remaja juga diisi oleh mereka yang ingin membina minat dan bakat. Hal ini terlihat dari rutinnya berbagai klub olahraga, komunitas seni, dan sejenisnya menggunakan fasilitas Gelanggang Remaja.
Sebagaimana yang terjadi di Gelanggang Remaja Jakarta Pusat atau GOR Senen. Tempat ini, pada dekade '60-an, tergolong marjinal, namun kini menjadi tempat pembinaan banyak anak remaja hingga meraih prestasi. Klub voli dan tenis meja yang dibina GOR Senen pernah menjadi juara tingkat provinsi.
Didi Kusnadi, pimpinan GOR Senen, mengatakan bahwa Gelanggang Remaja yang ia komandoi juga mengajak warga sekitar untuk berolahraga bersama seperti senam. Bukan cuma itu, Didi juga membuka perkumpulan teater bernama Sanggar Poros yang memberikan pelatihan gratis.
Fasilitas Gelanggang Remaja juga menjadi andalan bagi Studio Tari Ekayana yang bergelut di pembinaan tari untuk siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Namun belakangan, ibu-ibu yang mengantar anaknya juga ikut kursus menari.
Tak seluruh murid bisa terus bergabung di sanggar, karena terbentur kegiatan akademik masing-masing. Namun upaya pembinaan tetap berjalan seiring bertambahnya murid baru yang bergabung.
Pemanfaatan fasilitas Gelanggang Remaja seperti ruang serba guna bukan hanya bermanfaat untuk olahraga dan kesenian, namun juga keagamaan.
"Kami sengaja membuka tempat ini untuk ibadah salat Jumat, ini karena lokasinya dekat pasar sehingga banyak orang yang membutuhkan tempat ibadah," kata Didi.
Pengalaman memanfaatkan fasilitas gelanggang juga dirasakan Afanin SN, siswi kelas XI SMAN 32, Jakarta. Untuk kedua kali, ia menggunakan gedung pertunjukan GOR Bulungan dalam kegiatan pentas seni teater SMA se-Jakarta. Tahun lalu, ia sebagai peserta, dan tahun ini, ia sebagai panitia pelaksana.
"Karena dari dahulu terus menggunakan tempat ini, jadi sejauh ini memang masih yang paling tepat untuk melakukan kegiatan. Kalau ditanya butuh atau tidak penambahan Gelanggang Remaja, ya kami butuh. Namun mungkin mestinya bertambah di luar Jakarta," kata Afanin yang mengaku tinggal di Cileduk, Tangerang, Banten.
(end/vga)