Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan antara Hillary Clinton dan Donald Trump di Hofstra University, kemarin (27/9), bukan hanya menarik dari sisi materi atau isu yang dibahas. Perdebatan ini juga menarik lantaran busana yang dikenakan oleh Clinton.
Menurut National Sun Times, gaya busana Clinton ini memang mendapat banyak sorotan. Karena tak dimungkiri busana itu memang bisa jadi menyatakan pesan dan budaya tertentu.
Mengutip Romper, Clinton muncul dengan setelan merah menyala. Sedangkan Trump menggunakan dasi yang berwarna biru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Clinton menggunakan
pantsuit atau setelan celana panjang formal. Gaya ini sangat identik dengan sang istri mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton. Hillary sendiri mengklaim ini memang gaya khasnya.
Di akun media sosialnya, Clinton mengklaim bahwa dia adalah seorang
pantsuit aficionado (pecinta pantsuit).
Di beberapa kesempatan, dia kerap menggunakan model pantsuit dengan warna-warna berbeda.
Saat melakoni debat pertamanya, dia menggunakan celana panjang merah yang dipadukan busana panjang warna senada berkerah bundar. Menambah kesan formal, busananya pun ditambahkan dua kantung di sisi kiri dan kanan.
Pemilihan warna merah ini menjadi salah satu hal menarik bagi banyak orang.
Dikutip dari Quartz, penulis Sady Doyle mengungkapkan bahwa Clinton 'berbusana dengan warna darah pria yang meremehkan dia.’ Dia memadukan dengan tata rambut rapi dan lipstik mewah yang menghiasi kulit putihnya.
Netizen juga berkomentar soal baju merah yang dipakai Clinton. Salah satunya, pemilik akun Twitter Kao The Great yang berkicau, “
Hillary wore red to the debate because its murder tonight.”Calon presiden dari Partai Demokrat AS ini sudah menetapkan gaya khasnya dengan pantsuit.
Bukan cuma Clinton yang biasa menggunakan pantsuit sebagai seragamnya. Beberapa perempuan politisi lain juga, termasuk Angela Merkel, Theresa Mei, Sarah Palin, Claire McCaskill.
‘Seragam’ para perempuan politisi ini diklaim lebih dari sekadar substansi untuk gaya. Ini dianggap sebagai busana yang aman dari kritik. Pantsuit dianggap pernyataan gaya yang akan menyulut sedikit kritik dari sisi fesyen.
Clinton mungkin sudah jengah dengan kritik yang dialamatkan kepadanya gara-gara gaya busana. Beberapa waktu lalu, sebelum berlabuh pada pantsuit, gaya busana Clinton sempat mengundang kritik saat sedang pidato pada Juli 2007 lalu.
Kala itu, sebagai senator mewakili New York sekaligus kandidat calon presiden, Clinton diingat karena gaya busananya yang sedikit seksi dengan belahan dada rendah.
Mengutip The Atlantic, selama hampir satu dekade sejak kejadian tersebut, pantsuit Clinton sudah berevolusi menjadi busana yang lebih transenden. Untuk Clinton, celana panjang merupakan perpaduan antara simbol ekstrem busana yang dipakai perempuan.
Pantsuit Clinton seolah lambang yang menyakinkan, sekaligus menantang, tapi damai. Lewat busana ini dia ingin menegaskan bahwa dia adalah seorang perempuan, tapi bukan perempuan biasa.
Sejarah Pantsuit di AmerikaClinton bukanlah perempuan pertama yang memperkenalkan pantsuit sebagai seragam perempuan politikus di Amerika. Faktanya, pantsuit ini mulai dikenal perempuan politikus berkat peran Barbara Mikulski dan Carol Moseley Braun.
Hingga 1993, perempuan tak diperbolehkan memakai pantsuit di ‘dunia’ senat. Namun Mikulski dan Braun memutuskan untuk menentang aturan tersebut.
Mereka akhirnya memimpin untuk menghapuskan aturan tersebut, atau setidaknya penggunaan pantsuit diperbolehkan di ruang senat selama perempuan itu memadukannya dengan jaket.
Penggunaan celana kala itu dianggap sebagai sebuah lambang pemberontakan perempuan. Celana—dalam dunia perempuan politikus AS— adalah pernyataan politik.
Perempuan AS mulai memakainya kala mereka memenangkan
voting, dan bahan celanannya menggambarkan sebuah ambisi egaliter mereka.
(vga)