Jakarta, CNN Indonesia -- Satu tahun setelah kelompok teroris melakukan pengemboman terhadap pesawat milik Rusia yang sedang terbang membawa wisatawan mancanegara (wisman) di Mesir, industri pariwisata di negara Arab tersebut belum juga pulih dari keterpurukan, ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Di Khan el-Khalili, kawasan padat turis di Kairo, salah satu pemilik toko pakaian mengaku kini ia hanya menyibukkan diri dengan membuka situs Facebook.
“Saya tidak memiliki kegiatan lain,” kata Amgad Qasabgi, di depan tokonya, kepada
AFP pada Sabtu (30/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 31 Oktober 2015, pengeboman yang dilakukan oleh kelompok ISIS menewaskan 224 penumpang pesawat, yang terbang dari resor Sharm el-Sheikh, di dekat Laut Merah.
Setelah kejadian itu, pemerintah Rusia membatalkan seluruh rute penerbangan ke Mesir, sementara Inggris membatalkan penerbangan ke kawasan resor, sehingga industri pariwisata di sana semakin babak belur.
Padahal penduduk dari kedua negara tersebut menyumbang 40 persen jumlah wisman yang datang ke Mesir setiap tahunnya.
Anjloknya pendapatan industri pariwisata, yang menjadi sumber utama devisa, juga membuat lemah perputaran roda ekonomi di Mesir.
Pemerintah Mesir merasa kalau sejumlah konspirasi sengaja dibuat untuk menyerang perekonomian negaranya. Saat ini, mereka meminta bantuan dari berbagai pihak swasta untuk mengundang wisman kembali datang.
“Tidak ada lagi wisman yang datang,” kata Qasabgi, yang telah memiliki lima orang anak.
“Pengeluaran wisatawan lokal tidak mampu menutup pengeluaran kami,” lanjutnya.
Ketika disambangi, sejumlah kafe dan restoran di kawasan Khan el-Khalil terlihat hanya didatangi oleh sejumlah keluarga dan pelajar Mesir.
Beberapa wisman asal Eropa terlihat menaiki dua bus pariwisata yang terparkir di depan Masjid Hussein, namun tidak terlihat membeli oleh-oleh yang dijual pedagang setempat.
“Pariwisata sudah mati,” kata Abdel Rahman, pelayan toko yang menjual lampu kristal, yang kini lebih sering mematikan lampu tokonya demi menghemat biaya listrik.
Sebelum mengalami kondisi ini, industri pariwisata menyumbang sekitar 20 persen devisa yang masuk ke Mesir.
Pada Februari, Perdana Menteri Ismail Sharif mengatakan kalau negaranya telah kehilangan pendapatan sebesar US$1,3 miliar (sekitar Rp16,9 triliun) semenjak peristiwa pengeboman pesawat.
Perang Terhadap TerorismePada Juni 2015, pihak kepolisian berhasil menggagalkan aksi bom bunuh diri di dekat Kuil Karnak, salah satu objek wisata populer di Luxor, Mesir. Saat itu, sebanyak 600 wisman tengah berada di sana.
Tahun lalu, jumlah wisman yang berkunjung turun menjadi 6,3 juta, padahal pada 2010 wisman yang berkunjung tercatat sejumlah 15 juta orang.
Jumlah wisman asal Rusia turun menjadi 2,3 juta, dari 3,1 juta pada 2014.
Di saat yang sama, penerimaan dari industri pariwisata turun sebanyak 15 persen, menjadi US$6,2 juta (sekitar Rp80 miliar).
Saat ini, pemerintah Mesir berharap dapat mendatangkan sebanyak 20 juta wisman hingga akhir 2020. Promosi wisata pun dilakukan sedemikian rupa.
Demi mengembalikan citra industri pariwisata Mesir, pemerintahnya kini terus berjuang melawan aksi terorisme.
Jason Shi, wisman asal China yang mengunjungi Mesir dalam rangka kunjungan bisnis, mengaku tetap ingin mengunjungi objek wisata bersejarah di sana.
“Kami memang mendapat peringatan dari pemerintah agar tidak mengunjungi Sinai atau berada di jalanan terlalu malam,” kata Shi, saat ditemui di luar Museum Kairo bersama penerjemahnya.
“Tapi saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengunjungi sejumlah objek wisata, seperti piramida dan Kairo,” lanjutnya.
Di saat pemerintah Mesir berjuang untuk industri pariwisatanya, salah satu pelayan kedai kebab, Sherif Ibrahim, meragukan hal itu.
“Tidak ada wisman yang ingin datang ke Mesir,” katanya.
“Melihat kondisi yang masih terjadi, saya tidak merasa optimis dengan langkah yang akan dilakukan pemerintah,” lanjutnya.
(ard/ard)