Acara Tren Mode Bukan Acuan Mutlak Gaya Busana

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Selasa, 08 Nov 2016 20:17 WIB
Acara tren fesyen ‘meramalkan' acuan mode selama setahun ke depan, namun bukan berarti mengarahkan gaya berpakaian publik.
Foto: CNN Indonesia/Endro Priherdityo
Jakarta, CNN Indonesia -- Melihat tren mode di Indonesia bisa dikatakan mudah-mudah susah. Mudah, bila suatu jenis pakaian mendadak viral. Sebaliknya tidak mudah, bila memastikan tren mode apa yang akan terjadi satu tahun ke depan.

"Dahulu, 30 tahun yang lalu, masyarakat kebingungan melihat tren mode karena masing-masing desainer memiliki keputusan dan keinginannya sendiri," kata Sjamsidar Isa, ketua dewan pembina Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) saat ditemui CNNIndonesia.com dalam pembukaan IPMI Trend Show 2017 di Senayan City, padaSelasa (8/11).

"Nah, maka dari itu, dibentuk asosiasi perancang mode untuk menyatukan para desainer dan sama-sama dapat memberi edukasi ke masyarakat dan mengangkat kreativitas anak bangsa," lanjut Sjamsidar. "Kalau sendiri-sendiri, tidak akan jalan."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini, IPMI, sebagai asosiasi perancang mode pertama di Indonesia, memasuki usia kepala tiga. Tak kurang 30 kali pula digelar Trend Show, acara garapan IPMI untuk menunjukkan tren mode Indonesia selama satu tahun ke depan.

Setelah sekian tahun menjadi satu-satunya acara besar meneropong tren mode di Indonesia, berikutnya mulai bermunculan acara yang mengusung niat serupa: meneropong tren mode masyarakat Indonesia di masa depan.

Pada 2007, Jakarta Fashion Week mulai digelar. Lalu, disusul Indonesia Fashion Week, serta sederet pekan mode lain. Jagat fesyen Indonesia pun makin bergairah. Tak sedikit pula desainer atau pegiat fesyen mancanegara yang terlibat.

Sekalipun memiliki niat yang sama—'meramalkan' mode Indonesia selama setahun ke depan—tak lantas membuat acara-acara tren fesyen menjadi acuan mutlak industri mode Indonesia yang mengarahkan gaya berpakaian publik.

"Efek dari acara tren ini pasti ada. Tapi di tataran dunia sendiri juga tidak bisa memaksakan kehendak. Artinya, dalam acara tren seperti ini memberikan pilihan dan arahan ke masyarakat mode ke depan seperti apa," kata Sjamsidar.

"Kalau masyarakat tidak mengikuti ya, sah-sah saja. Mereka memiliki hak karena setiap orang akan menyesuaikan tren mode dengan kehidupan dia," lanjut Sjamsidar.

Meski memberikan 'panduan' atau gambaran mode terkini untuk satu tahun ke depan, Sjamsidar menekankan pentingnya para desainer tetap berpegang pada DNA dan ciri khas masing-masing.

'Tuntunan' mode para desainer ini pada akhirnya akan ditentukan oleh masyarakat apakah diterima atau tidak. Bila diterima, maka gaya desainer tersebut akan menjadi budaya tersendiri.

Meski masih belum 'satu suara' dalam memberikan arahan tren mode, Sjamsidar dan kawan-kawan telah bersepakat untuk terus mengenalkan wastra dan kerajinan Indonesia dalam setiap tren yang mereka tampilkan. Menurut salah satu pendiri IPMI ini, kebudayaan Indonesia adalah inspirasi yang tidak dimiliki desainer bangsa lain.

"Di mode, mau tidak mau kiblatnya tetap Paris. Namun kami tetap masih menyesuaikan dengan gaya hidup dan budaya Indonesia. Indonesia punya akar budaya luar biasa dan kami mendorong desainer untuk terus memakai tenun, bordir, songket, dan lain-lain dari para perajin,"  kata Sjamsidar.

"Ini tanggung jawab mereka karena kalau tidak seperti itu, kerajinan dan kebudayaan Indonesia tidak akan terangkat. Lagi pula, ini imbang. Desainer mendapakan inspirasi dan para perajin merasakan penambahan nilai tambah ekonomi di produk mereka."

Saat membuka IPMI Trend Show, Ketua Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf berharap acara tren dapat memberikan bimbingan bagi kaum muda demi pengembangan industri mode. Terlebih tren mode Indonesia belum dirasakan berbagai pihak.

"Desainer yang muda-muda jangan dibuat bingung. Pasar mainstream tetap menjadi pasar penting demi keberlangsungan desainer itu sendiri. Perancang mode tidak bisa melayani hanya sekelompok orang, ia juga mesti menjadi sumber ekonomi juga," kata Triawan.

"Namun," Triawan menambahkan, "saya melihat saat ini buatan desainer Indonesia sudah dipakai oleh banyak orang. Mudah-mudahan acara tren ini tetap ada selama 30 tahun ke depan." (vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER