Jakarta, CNN Indonesia -- Penjajah Belanda menamai sebuah pulau di utara Jakarta dengan sebutan Onrust, yang berarti tak pernah beristirahat. Memang benar, karena dalam sejarahnya sejak zaman pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pulau ini terus dipaksa bekerja.
Pada 1619, Belanda menduduki Onrust untuk mengepung Batavia, kota yang kini menjadi Jakarta. Seiring berjalannya waktu, mereka menjadikan pulau seluas 7,6 hektare (sebelum abrasi seluas 12 hekater) ini sebagai tempat galangan kapal.
Sebelum masuk Batavia, kapal-kapal milik VOC dibangun dan diperbaiki di sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena aktivitas perkapalan itu, pulau berpenduduk tiga kepala keluarga ini juga mendapat sebutan sebagai Pulau Kapal.
Onrust dipilih penjajah karena posisinya yang tak jauh dari Jakarta. Dari kawasan Marina, Ancol, menuju Onrust bisa ditempuh dengan kapal cepat dalam waktu 15-20 menit saja.
Selain dari Marina, pulau ini juga bisa ditempuh dari Muara Kamal.
Selain galangan kapal yang menghadap ke Pulau Cipir, Belanda membangun sarana penunjang seperti dermaga, benteng dan kincir angin.
Namun, tsunami karena letusan Gunung Krakatau pada 1883 menghancurkan Onrust.
Meski luluh diterpa tsunami, Onrust masih beraktivitas. Tahun 1911 hingga 1933, Belanda menjadikan pulau ini sebagai pusat penanganan penyakit tuberkulosis (TBC).
Di pulau ini juga, ketika itu, jemaah haji di karantina sebelum pulang ke rumah. Bukan karena penyakit, namun VOC tak ingin para jemaah yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang menyebarkan semangat melawan kolonial di Tanah Air.
 Informasi Pulau Onrust bisa dilihat di bangunan rumah sakit yang dijadikan museum. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman) |
Setelah itu, di masa pendudukan Jepang, Onrust beralih fungsi sebagai penjara tahanan kelas berat.
Selain pusat penanganan penyakit dan penjara, pulau ini juga pernah dijadikan tempat penampungan para gelandangan dan pengemis.
Aktivitas di Onrust berhenti pada 1968. Pulau ini lantas dinyatakan tak berpenghuni. Masyarakat kemudian membongkar dan menjarah material bangunan peninggalan Belanda dan Jepang di sana.
Kini, Onrust tak lagi bekerja keras. Pulau ini seakan mengajak wisatawan yang datang untuk bersenang-senang, menikmati wisata sejarah dan keindahan alamnya.
Kincir angin replika yang pernah dibuat VOC menyambut kedatangan para wisatawan setelah menginjakkan kaki di dermaga.
Pemandu wisata dengan sigap menjelaskan kisah sejarah dari bangunan peninggalan penjajah.
Wisata sejarah ini dapat dinikmati dengan tarif yang sangat terjangkau, hanya Rp5000 saja.
 Komplek pemakaman Belanda di Pulau Onrust. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman) |
Salah seorang pemandu wisata, Masadi, menjelaskan bangunan yang masih tersisa di Onrust adalah bangunan rumah sakit, aula, dan penjara.
"Rumah sakit dijadikan museum, aula itu dulunya gereja, sementara ruang tahanan masih utuh," kata Masadi saat ditemui
CNNIndonesia.com pada akhir pekan kemarin.
Sisanya berupa reruntuhan bangunan saksi sejarah. Salah satu yang unik adalah tembok anti tikus. Belanda sengaja membuat tembok itu karena wabah tikus yang merebak disebabkan oleh tikus yang dibawa oleh koloni itu sendiri.
Di sebelah utara pulau, terdapat pemakaman VOC lengkap dengan cerita makam tersebut. Seperti makam Maria Van de Velde, noni Belanda yang menunggu kekasihnya di Onrust.
Onrust bukan satu-satunya pulau bersejarah di Kepulauan Seribu. Berdekatan dengan Onrust terdapat Pulau Kelor, Pulau Bidadari, dan Pulau Cipir, yang juga memiliki bangunan dan cerita sejarah zaman penjajahan.
Empat pulau di Kepulauan Seribu itu saat ini masuk dalam Daftar Sementara (
Tentative List) Situs Warisan Dunia UNESCO.
(ard)