Jakarta, CNN Indonesia -- Jus buah dalam pengertian awam adalah minuman yang dibuat dari buah yang dihaluskan. Namun ternyata masih ada orang Indonesia yang belum bisa membedakan jus buah dengan minuman rasa buah.
Demikian dikatakan oleh Arwin Hutasoit, Marketing Kalbe Beverages saat ditemui awak media massa di Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (16/11).
Indonesia, katanya, belum dilirik sebagai pasar jus lantaran 'beda selera.' Fakta ini diperoleh Arwin dalam pertemuan produsen jus di Singapura, pada 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari negara lain, mereka memandang Indonesia itu belum suka jus, karena produk yang difavoritkan di Indonesia itu sebenarnya hanya minuman rasa buah," kata Arwin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com
Padahal Indonesia secara resmi sudah memiliki klasifikasi menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Klasifikasinya terbagi dalam tiga kategori minuman buah di Indonesia, yaitu minuman rasa buah, minuman sari buah dan sari buah.
Ketiga klasifikasi tersebut memiliki kandungan buah asli yang berbeda-beda. Minuman rasa buah hanya memiliki 10 persen jus buah asli. Sebagian besar minuman ini hanya berisi air dan gula atau pemanis untuk menghilangkan dahaga.
Beda lagi kandungan minuman sari buah. Minuman macam ini berisi sekitar 35 persen jus buah. Cairannya sedikit lebih kental dengan adanya serat dibandingkan minuman rasa buah.
Sedangkan sari buah sendiri adalah kategori minuman yang mengandung setidaknya 80 persen jus buah asli. Minuman ini memiliki kandungan hampir mirip buah asli, termasuk serat.
"Kalau di luar negeri, yang laku itu sari buah,
the real juice. Sedangkan di Indonesia, lebih laku yang minuman rasa buah padahal itu bukan jus," kata Arwin.
Kondisi ini dapat membuat kondisi kekurangan serat yang dialami Indonesia semakin besar. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2013, masyarakat Indonesia masih kekurangan konsumsi sayur dan buah hingga 93,5 persen. Angka ini dinilai tidak berubah dibanding hasil survei pada 2007.
Padahal kekurangan serat dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Beragam penyakit yang diderita tubuh akibat kurang serat, mulai dari sulit buang air besar, gangguan pencernaan, hingga obesitas yang kemudian berujung pada stroke, diabetes dan gangguan jantung.
"Harusnya konsumen bisa lebih teliti dan pintar dalam memilih produk," kata Arwin. "Mungkin karena faktor harga, di sini yang laku yaitu minuman rasa tadi, karena murah."
Selain faktor harga, Arwin juga menduga faktor pendidikan memberikan kontribusi pada pemahaman masyarakat tentang perbedaan minuman yang berujung pada dampak kesehatan.
Faktor kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak memprioritaskan sayuran dan buah juga mendorong kurangnya minat terhadap serat.
Arwin menegaskan, "Masyarakat harus lebih pintar memilh produk yang masuk ke tubuh, yaitu yang jelas, baik dan punya manfaat kesehatan. Dan minum-minuman yang mengandung banyak buah di dalamnya."
(vga/vga)