Jakarta, CNN Indonesia -- Lazimnya, orang terlelap saat tengah malam, bahkan beberapa jam sebelumnya. Namun ada juga orang yang justru baru tertidur menjelang dini hari. Ini pertanda 'si kalong' menderita gangguan tidur ritme sirkadian.
Jangan kira penderita gangguan sirkadian tersebut tergolong insomnia. Menurut penjelasan dokter saraf dari Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, ada perbedaan antara penderita gangguan sirkadian dengan insomnia pada umumnya.
"Kalau insomnia itu momen untuk tidur namun mereka tidak bisa tidur ataupun mengantuk, sedangkan gangguan sirkadian ini sebenarnya mereka merasakan kantuk tapi tertunda tidurnya," kata Astuti, spesialis saraf dan neurologi, di hadapan awak media massa di JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (18/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya orang yang gangguan sirkadian ini begitu siklus tidur dapat terpenuhi dengan baik, maka dapat bangun dengan segar," lanjutnya.
Ritme sirkadian merupakan sebuah proses biologis yang menunjukkan kerja fisiologi tubuh secara berulang setiap 24 jam. Ritme ini pada dasarnya terjadi secara endogen atau tetap sekaligus mandiri, namun dapat berubah ketika ada perubahan dari lingkungan eksternal tubuh.
Orang dengan ritme sirkadian yang teratur memiliki jam tidur seperti pada umumnya atau sesuai rekomendasi, yaitu mulai pukul sembilan atau sepuluh malam hingga pukul empat atau lima pagi.
Sedangkan orang yang memiliki gangguan sirkadian memiliki jam tidur biasanya lewat tengah malam dan baru bangun sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing.
Bila mengira ini hanya masalah jam tidur, maka sesungguhnya memiliki gangguan sirkadian berdampak cukup kompleks mulai dari masalah fisiologis hingga sosial.
"Tidur itu sebenarnya proses biologis aktif, karena ada komponen terutama hormon yang dikeluarkan saat tubuh tertidur misalnya adalah melatonin," kata Astuti.
Melatonin merupakan hormon saraf yang diproduksi oleh otak dan berperan dalam berbagai proses fisiologi seperti tekanan darah, kerja retina mata, kerja ovarium pada wanita, juga daya tahan tubuh.
Beberapa gejala menyertai munculnya pola tidur 'tidak normal' ini, mulai dari sensasi
jet lag, kelelahan, disorientasi, insomnia, hingga muncul gangguan bipolar dan kardiovaskular.
"Efek ke sosial juga ada dari gangguan ini," kata Astuti. "Pasien saya punya masalah sirkadian ini dan ia selalu tidak bisa bekerja optimal misal harus bertemu klien pagi-pagi, jadi hingga ke sosial dan kerjaan."
Menurut Astuti, orang yang mengalami gangguan sirkadian harus membenahi pola tidur, lantaran belum ada obat yang mampu menanganinya.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan sirkadian, seperti mengatur jam tidur sesuai rekomendasi yaitu mulai pukul sembilan malam hingga pukul empat atau lima pagi.
Kemudian menjauhi benda atau hal yang dapat mengganggu tidur seperti gawai, televisi atau pekerjaan.
Bila tetap sulit tidur, Astuti menganjurkan keluar dari kamar, dan bila sudah mulai mengantuk, coba lah kembali tidur. Terapi cahaya dan hormon juga bisa digunakan sesuai rekomendasi dokter.
(vga/vga)