Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi pekerja kantoran, cuti bekerja dan cuti bersama adalah hal paling ditunggu-tunggu. Jika memungkinkan, cuti dan liburan setiap sebulan sekali pun bakal dilakukan,
toh, cuti dan liburan itu adalah hak setiap pekerja.
Sekalipun tak pergi liburan, cuti kerja juga bisa dimanfaatkan untuk istirahat di rumah.
Namun Rahayu (bukan nama sebenarnya), salah seorang karyawan di sebuah media online di Jakarta tidak berpikir demikian. Sudah lebih dari tiga tahun Rahayu tak mengambil jatah cuti kerjanya sehari pun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pekerjaan membuat saya agak susah untuk cuti," kata Rahayu kepada
CNNIndonesia.com, belum lama ini.
Di tahun 2013, dia harus pindah bidang pekerjaan, tidak hanya sekali, tapi beberapa kali, tergantung penempatan dari bos di kantor. Baru di 2014, dia mendapatkan bidang liputan yang tetap sampai saat ini.
"Tahun 2013 susah cuti karena masih sering pindah-pindah, tapi di 2014 sudah tetap di desk hukum. Tapi harus banyak belajar soal itu. Jadi sayang kalau mau cuti," kata dia.
Rahayu sendiri mengaku tak keberatan dengan kondisi susah cuti kerja. Pasalnya dia mengaku kalau tak punya rencana liburan.
"Cuti mau ngapain? mau jalan-jalan juga susah karena masih kuliah S2. Daripada bengong di rumah ya lebih baik kerja saja," ucapnya.
"Kerja dari pagi sampai sore, malamnya kuliah. Kalau cuti rasanya tanggung. Selain itu masih ada tanggung jawab beasiswa kuliah, jadi harus rajin kuliah."
Tahun akhir 2014, Rahayu memutuskan untuk menikah. Di awal 2015 dia hamil. Namun kondisi kehamilan yang lemah membuat kinerjanya menurun. Sempat terpikir untuk berhenti kerja, namun dilarang karena harus membayar penalti ikatan kerja.
"Saat itu saya kerja kerja semampunya, banyak izin dan kerja di rumah. Konsekuensinya kredit kinerja saya menurun drastis. Kalau sudah begini, masak masih mau minta cuti?" ujarnya.
Satu-satunya cuti yang dipakai Rahayu adalah cuti menikah dan melahirkan. Namun, cuti melahirkan bukanlah bagian dari cuti tahunan yang bisa digunakan setiap bulannya untuk liburan.
Tidak dimungkiri, dia juga sempat merasa iri ketika melihat teman-teman seprofesinya bisa mengambil cuti kerja dan pergi liburan.
"Di tahun 2016 saya fokus kembali untuk mengejar kredit poin yang turun, jadi sayang untuk cuti."
Sama seperti peraturan di kantor lain, Rahayu harus merelakan cuti tahunan hangus dan tak bisa diuangkan. Namun sekarang dia sudah sedikit bisa bernapas lega karena satu per satu 'pekerjaannya' bisa diselesaikan.
"Baru tahun 2017 ini saya benar-benar memanfaatkan cuti tahunan saya untuk bersantai bersama anak saya," kata perempuan berusia 30 tahunan ini.
Di tahun ini, Rahayu mengaku tak akan 'menyia-nyiakan' jatah cuti kerjanya untuk liburan. Dia mengaku akan merencanakan cuti kerja untuk liburan bersama suami dan anaknya.
"Biar bagaimana pun otak dan batin harus di-
recharge. Dan salah satu caranya adalah dengan liburan."
Cuti tahunan 'dirampok' cuti bersamaSenasib dengan Rahayu, Jaka, seorang pekerja kantoran di kawasan Pondok Indah pun mengaku dirinya tak pernah memanfaatkan cuti kerja tahunannya untuk berlibur.
Jaka (bukan nama sebenarnya) juga sudah tiga tahun tak mengambil cuti tahunannya.
"Kalau hanya untuk liburan belum pernah," kata Jaka kepada
CNNIndonesia.com.
Jaka mengaku, sama seperti di kantor lainnya, dalam satu tahun jatah cuti kerjanya adalah 12 hari.
"Di kantor saya semua karyawannya seperti itu, ambil cuti untuk hal penting saja, misalnya ada keluarga yang sakit. Pokoknya cuti diambil selain untuk liburan."
Jaka harus merelakan jatah cuti kerja harus hangus di akhir tahun. Jatah cuti ini pun tak bisa diuangkan jika tidak digunakan.
Dia mengungkapkan, masalah terbesar yang membuatnya sulit mengambil cuti adalah keterbatasan sumber daya manusia di kantornya.
"Cuti memang jarang diambil saja, soalnya belum ada orang yang bisa gantikan pekerjaan saya," katanya.
"Kalau dipikir-pikir menyebalkan sih karena tidak ada yang gantikan kerjaan jadi enggak bisa cuti, tapi berusaha menikmati saja," ucapnya diiringi tawa.
Ketika hal ini terjadi, pria ini berusaha untuk berpikir lebih positif. Dia merasa hal tersebut adalah bagian dari tanggung jawab di pekerjaan yang digelutinya.
"Lebih ke arah tanggung jawab kerja saja sama menyimpan uang. Daripada buat liburan lebih baik uangnya buat hal lain."
Meski demikian, Jaka merasa nasibnya tak terlalu miris saat cuti kerjanya hangus. Pasalnya, Jaka masih bisa menikmati liburan. Selain liburan akhir pekan, Jaka juga masih bisa liburan saat libur nasional dan cuti bersama.
"Sebenarnya sama saja sih, sekalipun tidak ambil cuti tahunan, tapi saat ada libur hari raya dan libur nasional, jatah cuti bersama di kantor jauh lebih lama dibanding kantor lainnya," ucapnya.
"Hanya saja bedanya, saya tidak bisa bebas menentukan kapan mau cuti, tapi ditentukan saat cuti bersama yang lebih panjang."
Jaka sendiri tak menampik kalau jatah cuti kerja tahunannya habis dipotong oleh jatah cuti bersama.
"Saat Lebaran dan Natalan misalnya, cuti bersama di kantor saya jauh lebih lama. Jumlah harinya bisa jadi sama dengan jatah cuti tahunan."
"Kalau sudah ada orang yang bisa back-up, sesekali saya juga mau cuti untuk liburan. Mau refreshing."
(les)