Jatah Cuti Karyawan di Indonesia Dirasa Masih Kurang

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Selasa, 07 Jun 2016 07:35 WIB
Dalam sebuah survei, ditemukan bahwa karyawan Indonesia merasa cuti selama 29 hari per tahun dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas.
Ilustrasi. (Thinkstock/AndreyPopov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jatah cuti yang disediakan oleh perusahaan ditujukan untuk menjaga keseimbangan hidup karyawannya. Tidak hanya itu, cuti atau meninggalkan pekerjaan beberapa waktu secara resmi untuk beristirahat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karyawan.

Meski begitu, ternyata berdasarkan survei, jatah cuti 12 hari dalam setahun dianggap masih kurang. Hal itu diungkap oleh perusahaan penyedia informasi lowongan pekerjaan JobStreet yang menggelar survei dalam kurun waktu Mei hingga Juni 2016.

Dari 4200 orang yang menjadi responden, didapati bahwa masa cuti 12 hari per tahun yang berlaku di Indonesia dirasakan masih sangat kurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cuti sebesar 29 hari dalam setahun ternyata dianggap oleh 79 persen para pekerja dapat membuat mereka lebih baik," tulis JobStreet dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com.

"Namun banyak perusahaan di Indonesia masih enggan untuk memberikan periode cuti lebih dari 29 hari karena dinilai akan menurunkan produktifitas perusahaan," sebutnya.

Di Indonesia, ketetapan yang menyangkut masa cuti tercantum dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 Pasal 79 ayat 2. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa karyawan yang sudah bekerja paling sedikit 12 bulan berhak mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari.

Namun tercantum pula dalam Undang-undang yang sama, pelaksanaan cuti tahunan ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama atau peraturan atau perjanjian yang terjalin antara perusahaan dengan pegawai. Selain cuti tahunan, ada juga cuti sakit, bersalin, besar, dan cuti dengan alasan penting.

Dari jatah cuti yang tersedia selama 12 hari, banyak orang memanfaatkan untuk berbagai keperluan. Menurut survei yang dilakukan oleh JobStreet, sebanyak 40 persen cuti digunakan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.

Sebanyak 31 persen responden merasa pekerjaan yang menuntut mereka untuk banyak bepergian menjadi faktor munculnya stress. Kelompok pekerja yang menyuarakan ini sebagian besar datang dari industri marketing, manufaktur, akutansi, serta konstruksi.

"Cuti bersama keluarga menjadi pilihan bagi mereka untuk menebus kesibukan dari pekerjaan. Efek yang terjadi adalah kemampuan merehatkan pikiran dan fokus saat bekerja kembali." tulis JobStreet.

Selain bersama keluarga, sebesar 12 persen responden menyatakan cuti akan digunakan untuk refleksi diri. Kegiatan ini kebanyakan disebabkan dari adanya marah, tidak percaya diri, dan tertutup karena merasa ketidaksesuaian pekerjaan dengan bakat yang mereka miliki.

Sebanyak 10 persen responden lainnya merasa bila mereka tidak mendapatkan cuti maka stress akan meningkat. Ujungnya, emosi di tempat kerja pun kian tinggi. Sebesar 38 persen fenomena ini terjadi pada mereka yang bekerja di bidang administrasi.

(meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER