Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan angka penggunaan alat kontrasepsesi yang terhenti sebelum waktunya masih tinggi di Indonesia.
Alat kontrasepsi yang dimaksud adalah jenis temporer seperti pil KB, suntik, dan kondom. Jenis ini memerlukan keteraturan pemakaian agar dapat mencegah kehamilan.
"Kenyataannya yang kami lihat di tengah-tengah masyarakat, alat kontrasepsi ini paling mudah drop out atau terputus ditengah jalan. Banyak yang tidak disiplin minum pil atau pakai kondom, " kata Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Swasta BKKBN, Catur Sentana, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catur menjelaskan dari 46 juta pasangan usia subur di Indonesia, sebesar 61 persen merupakan pengguna alat kontrasepsi. Akan tetapi, 27 persen diantara pengguna alat tersebut terputus menggunakan alat kotrasepsi.
"Tingkat putus-pakai sangat cukup tinggi, angkanya 27 persen," ujar Catur.
Ketidakdisiplinan dalam penggunaan alat kontrasepsi itu dinilai akan berpengaruh terhadap efektivitas fungsi kontrasepsi sebagai pencegah kehamilan. Akibatnya, banyak pasangan 'kebobolan' karena belum waktunya untuk hamil.
Catur menyebut umumnya masyarakat lupa untuk memakai kondom atau meminum pil karena sibuk.
Untuk mengurangi tingkat putus-pakai ini, Catur menyarankan untuk beralih menggunakan metode kotrasepsi jangka panjang seperti IUD, implan, dan prosedur operasi medis bagi wanita dan pria.
Alat kontrasepsi jangka panjang itu mampu bertahan dalam waktu tertentu seperti dua hingga delapan tahun. Khusus bagi kontrasepsi melalui operasi akan menghentikan kehamilan secara permanen. Menurut Catur, semua alat kontrasepsi tersebut relatif aman.
Penggunaan alat kontrasepsi dianggap mampu untuk mencegah laju pertumbuhan manusia. Berdasarkan sensus penduduk, dalam rentang waktu dari tahun 2000 hingga 2010, penggunaan kontrasepsi mampu mencegah 100 juta kelahiran.
Tahun ini, BKKBN menargetkan agar pasangan subur yang menggunakan alat kontrasepsi meningkat menjadi 65 persen
Edukasi SeksDi sisi lain, psikolog menekankan pentingnya pemberian edukasi tentang seks dan kesehatan reproduksi kepada para remaja. Edukasi dari sumber yang tepat dan bertanggung jawab dinilai lebih penting dibanding anak 'tersesat' dengan informasi hoax.
Psikolog Remaja Elizabeth Santosa mengatakan, entah diberi tahu atau tidak, anak-anak pasti akan mencari tahu tentang seks.
Ketimbang membiarkan dan mendapatkan informasi yang tidak bertanggung jawab, akan lebih baik jika anak-anak diberitahu serta diarahkan agar bisa dikendalikan.
"Ada fakta bahwa tanpa diberitahu, anak akan cari tahu. Diberi tahu pun, anak juga cari tahu itu. Dari pada dapat informasi salah, lebih baik dapat dari orang tua," kata Elizabeth.
"Kalau orang tua ngomong apa adanya, ini dapat melatih pola pikir mereka," ujar Elizabeth melanjutkan.
Justru ketika anak-anak tidak diberitahu, tutur Elizabeth, akan berpengaruh terhadap kepribadian mereka yang cenderung mengarah kepada pemberontak.
Remaja, menurut Elizabeth, pasti akan mencari tahu karena memiliki dorongan seksual berupa hasrat dan gairah yang alami. Tak bisa dipungkiri, hal itu terjadi pada setiap orang ketika memasuki masa remaja atau pubertas.
Elizabeth mengatakan informasi yang diberikan kepada remaja itu haruslah komprehensif dan tuntas, lengkap dengan pengertian, sebab dan akibat yang bakal diterima. Salah satunya seperti memberitahu konsep pacaran sehat yang bebas dari seks bebas kepada remaja.
Pendidikan ini demi mencegah temuan seperti dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebut 32 persen remaja di kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya sudah melakukan hubungan seks bebas.
"Mesti dijelaskan bahaya, tanggung jawab, dan konsekuensi dari hubungan seks bebas," ucap Elizabeth.
Pengetahuan anak, harus terus dieksplorasi agar dapat terpantau. Elizabeth menyebut pengetahuan orang tua tak boleh kalah dibanding anak-anak.
"Anak-anak cenderung akan menganggap remeh orang tua yang tidak memberi tahu atau bahkan tidak tahu sama sekali tentang seks."
(end/les)