Jakarta, CNN Indonesia -- Drama politik di Amerika Serikat (AS) membuat banyak miliuner berencana untuk mencari perlindungan dengan mengungsi ke Selandia Baru. Alasannya cukup sederhana, negara tersebut tidak masuk dalam daftar target perang nuklir jika benar terjadi.
Ide untuk mengungsi ke Negara Kiwi itu muncul pertama kali dalam cerita pendek fiksi karangan penulis asal Inggris, John Wyndham, yang diterbitkan pada 1955.
Cerpen berjudul ‘The Chrysalid’ itu menceritakan kalau kawasan Zealand (atau Sealand, dari kata New Zealand) merupakan tempat yang aman untuk berlindung setelah kiamat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fiksi tersebut hampir menjadi kenyataan, karena saat ini negara seluas 268 juta kilometer persegi dan berpenduduk 4,6 juta jiwa itu memang terbilang damai.
“Dunia sedang mengalami masalah besar,” tulis pengusaha internet asal Jerman, Kim Dotcom, dalam cuitan di Twitter pada tahun lalu, seperti yang dilansir
AFP. “Saya sudah bisa merasakannya, oleh karena itu saya memutuskan untuk pindah ke Selandia Baru. Sejauh ini, negara itu tidak masuk dalam daftar target perang nuklir,” lanjutnya.
Setelah Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS, tercatat sebanyak 17.000 penduduk AS mendaftarkan diri untuk pindah ke sana.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 13 persen sebelum pebisnis dari Partai Republik itu memulai 'Kiamat Trump' di AS.
Pihak Imigrasi Selandia Baru juga mengatakan kalau banyak penduduk Inggris yang mendaftarkan diri setelah drama perpisahan dengan Uni Eropa, atau Brexit.
Baru pada minggu lalu, pengusaha internet yang juga pendukung garis keras Trump, Peter Thiel, diberitakan mendapatkan kewarganegaraan Selandia Baru. Dari beberapa pemberitaan, ia juga diketahui memiliki beberapa properti di sana.
Selain itu, orang berduit lainnya yang memutuskan mengungsi ke Selandia Baru ialah sutradara Hollywood, James Cameron. Pembuat film ‘Titanic’ itu bahkan dikabarkan membeli lahan luas berpemandangan indah.
Pengusaha industri baja asal Rusia, Alexander Abramov dan pengamat bisnis asal AS, William Foley, juga diketahui mengikuti jejaknya.
Bahkan, pengusaha internet pemilik Alibaba, Jack Ma, mengaku terinspirasi oleh 20 rekan kerjanya yang sudah mengungsi duluan.
Selandia Baru seakan menjanjikan kehidupan yang lebih layak, apalagi kualitas lingkungan hidupnya masih terjaga dengan baik.
Badan Transparansi Internasional (TI) juga menyatakan kalau kasus korupsi di sana terbilang rendah, sama seperti di Denmark.
Danau Pukaki di Selandia Baru. (Thinkstock/Pi-Lens) |
Dilansir dari
The New Yorker, para pengusaha yang pindah ke sana memang tidak akan membangun ruangan bawah tanah. Namun, mereka berencana untuk membuat landasan pesawat pribadi jika sewaktu-waktu terjadi kegentingan di negaranya akibat ulah Trump.
Perusahaan konstruksi Triple Star Management mengaku mendapat banyak order untuk membangun fasilitas tersebut.
“Mereka ingin membangun rumah sekaligus landasan pesawat pribadi, bukan ruangan bawah tanah, karena Selandia Baru sangat jauh dari Gedung Putih,” kata Peter Campbell.
Drama politik di AS semakin rumit setelah Trump memberi pernyataan soal nuklir dan perubahan iklim pada minggu lalu.
Bahkan, kelompok ilmuwan sampai memberi pernyataan kalau kiamat akan maju 30 menit lebih cepat, dari perhitungan ilmiah yang dinamakan ‘Doomsday Clock’.
Selandia Baru tidak asal membuka pintu bagi para pendatang. Untuk bisa mendapatkan kewarganegaraan, para pengusaha itu diminta untuk membawa dana investasi sebanyak minimal jutaan dollar.
Perdana Menteri Selandia Baru, Bill English, mengatakan kalau negaranya menjamin kehidupan yang layak dari kestabilan politik dan ekonominya.
“Banyak negara yang mengalami kecemasan karena ketidakpastian yang terjadi, baik di Amerika atau Eropa,” kata English.
“Saya berharap negara ini bisa memberikan yang terbaik bagi mereka yang datang,” lanjutnya.
(ard)