Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak hanya indah diaplikasikan dalam busana, kain tradisonal Indonesia nyatanya juga apik dirangkai menjadi aneka bentuk tas yang trendi.
Hal itu dibuktikan dalam pagelaran Pusaka Mutiara Maumere di Indonesia Fashion Week 2017. Seorang desainer tas asal Bekasi, Jawa Barat menunjukan hasil kreasi tangan dinginnya, dengan menyulap kain khas Maumere menjadi berbagai tas pria dan wanita.
Enam desainer Nita Seno Aji, Kunce, Irwansyah, Verlita Evelyn, Yoyo Prasetyo, dan Dana Duriatna, pagelaran itu sukses menampilkan pusaka masyarakat Maumere yang telah diubah menjadi busana kekinian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam acara tersebut, para desainer tidak hanya menunjukan koleksi busana mereka. Sebagai kolaborasi, seluruh desainer juga menunjukan bakat dalam mendesain tas sesuai konsep masing-masing.
Puluhan tas aneka warna dan bentuk seperti clutch, selempang, sampai tote bag dipamerkan dengan elegan dalam peragaan yang berlangsung selama satu jam tersebut.
Jadi Diri SendiriMeskipun menampilkan pusaka dari Maumere, para desainer juga mengolaborasikan koleksi mereka dengan budaya lain.
Kunce misalnya, pria desainer berdarah Ambon tersebut menghadirkan konsep oriental dalam koleksi busana yang ia bawa. Memadukan aksen Jepang dan Cina, ia ingin agar kain tradisonal asal Indonesia memiliki bentuk baru, dan menunjukan pada masyarakat, kain tenun dapat dipadukan dengan busana yang trendi.
Di sisi lain Dana Duriatna dengan apik memadukan kain Maumere dengan budaya India. Tanpa menghilangkan keindahan kain, Dana mampu membuat Punjabi, baju tradisional pria India dengan aksen tradisional.
Kreativitas para desainer memang tidak dibatasi dalam pagelaran ini. Ervina Ahmad, desainer Warnatasku mengatakan, selama dua bulan bekerja sama dengan para desainer, dirinya memang menegaskan agar mereka menjadi diri sendiri.
"Tiap desainer punya keunikan sendiri. Saya bilang 'just be yourself' saja," ujar Ervina dalam konferensi pers semalam.
Ervina mengaku, dalam mengerjakan proyek ini ia hanya memberikan bahan baku dan menyerahkan sisanya pada desainer. Para desainer diberi kebebasan untuk membuat tas yang sesuai dengan koleksi busana mereka.
Hal itu dibenarkan oleh Yoyo yang menonjolkan teknik rustic dalam busananya. Ia mengatakan, selama proses pembuatan para desainer dituntut utnuk membuat sesuai dengan karakter masing-masing. Membawa 12 koleksi busana yang memakai efek usang namun edgy, busana yang ditampilkan tetap terlihat modern.
"Kendalanya tidak begitu besar, karena disini kita diberi kebebasan untuk mengembangkan kreativitas dari bahan Maumere itu sendiri," ujar Yoyo.
Lebih lanjut Ervina mengatakan, ia mengharapkan hasil kreasi para desainer mampu masuk ke tiap lapisan masyarakat. Setiap warna dan keunikan yang diusung dinilai menjadi daya jual tersendiri yang dapat diterima khayalak luas.
Lantas apakah hal ini akan menghilangkan filosofi makna di tiap lembar kainnya?
Setiap kain tradisional Indonesia tentu memiliki makna filosofis tersendiri, termasuk tenun Maumere. Ervina menceritakan, kain tenun yang telah diwariskan leluhur merupakan pusaka bernilai yang harus dijaga. Pusaka tersebut tidak boleh dijadikan pakaian karena dianggap sebagai warisan berharga yang harus selalu disimpan agar tidak rusak.
Namun keinginan masyarakat setempat membawa pusaka tersebut kemanapun, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menjadikan kain warisan sebagai tas.
"Masyarakat sana sendiri yang mendatangi kami dan minta agar pusaka mereka dijadikan tas, karena tidak boleh dijadikan pakaian. Sementara mereka ingin bawa pusaka itu kemanapun," ujar Ervina.
Ia menjelaskan niatnya untuk melestarikan tenun Maumere dalam bentuk tas telah disetujui dan disambut baik masyarakat setempat.
Sementara itu terkait motif, anak gadis umumnya menggunakan motif burung yang melambangkan bunga desa. Ervina menceritakan, saat seorang anak gadis telah mencapai umur untuk menikah, ia akan memakai kain dengan gambar sepasang burung berhadapan, melambangkan kesiapannya mengarungi bahtera rumah tangga.
Menurut Ervina, untuk kain para pemuda tidak memiliki corak khusus. Mereka cenderung menggunakan warna-warna cerah seperti biru dan hijau. Untuk warna, tenun Maumere memang khas dengan nuansa bata karena mengikuti bahan pewarna yang berasal dari alam.
"Mereka memakai kunyit, ada yang dari mengkudu dan akar-akaran untuk warna merah," ujar Ervina.
Di sisi lain, tenun Maumere dianggap menjadi kekayaan Indonesia yang harus dipamerkan. Dengan mengaplikasikan kain etnik pada tas, ia berharap masyarakat Indonesia lebih menghargai warisan tradisional leluhur dan tidak hanya melirik produk mancanegara.
"Produk Indonesia tidak kalah kok dengan luar. Justru dengan membeli produk lokal kita secara tidak langsung telah membantu para pengrajin daerah," ujar Ervina.
Untuk harga, Ervina mengaku membeli langsung dari para pengrajin dengan harga Rp10 juta. Harga tersebut dirasa terlalu murah mengingat setiap pengrajin lokal membutuhkan waktu enam bulan untuk membuat selembar kain berukuran enam meter.
Melalui tas rancangannya, ia berharap dapat membantu para pengrajin mempromosikan kekayaan Maumere dan meningkatkan kesejahteraan mereka.