Jakarta, CNN Indonesia -- Provinsi Torba di Republik Vanuatu, Kepulauan Pasifik Selatan, mengeluarkan kebijakan untuk tidak lagi mengimpor makanan cepat saji. Kebijakan itu bertujuan untuk mengubah gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat.
Melansir
The Guardian, dengan kebijakan impor itu pemerintah berharap masyarakat lebih dapat memanfaatkan lahan pertanian dan kekayaan sumber daya alam yang tersedia di daerah itu.
Pemimpin masyarakat yang juga kepala dewan pariwisata setempat, Father Luc Dini, mengatakan larangan impor makanan asing bertujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan 10 ribu penduduk pulau itu.
"Pada saat ini kami sudah menyaring makanan cepat saji dari luar negeri," katanya. "Sangat mudah memang merebus mie atau nasi, tetapi makanan itu hampir tidak memiliki nilai gizi," ujarnya.
"Tidak perlu makan makanan impor ketika memiliki begitu banyak makanan lokal yang tumbuh secara organik di pulau ini."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dini menyebut provinsi itu memiliki kekayaan alam melimpah untuk dijadikan makanan seperti ikan, kepiting, kerang, talas, ubi jalar, dan nanas.
Menurut Dini, kebijakan ini diterapkalan lantaran kesehatan masyarakat kian menurun akibat makanan cepat saji. Makanan impor cepat saji yang populer di wilayah itu berupa permen, ikan kalengan, dan biskuit.
"Di provinsi lain yang telah mengadopsi diet barat, gadis-gadis muda terlihat cantik tapi ketika tersenyum mereka memiliki gigi busuk karena gula," tambah dia.
"Kami tidak ingin itu terjadi di sini dan kami tidak ingin mengembangkan penyakit yang datang akibat makanan cepat saji ala barat," tutur Dini.
Didukung pemimpin lokal, Dini telah memerintahkan bungalo untuk melayani wisatawan dengan makanan lokal dan organik.
Rencananya, pelarangan itu akan disosialisasikan hingga dua tahun ke depan. Torba bertujuan untuk menjadi provinsi organik pertama di Vanuatu pada tahun 2020.
Namun, Dini belum mengetahui apakah akan menyertakan pelarangan impor minuman alkohol atau tidak.
(end/les)