Jakarta, CNN Indonesia -- Maladewa atau yang lebih akrab disapa Maldives, dikenal sebagai destinasi cantik dan tujuan liburan mewah. Tapi, di balik keindahan alamnya dengan pasir putih dan air laut biru cerah, ada cerita sedih.
Cerita itu milik Thilafushi, sebuah laguna indah yang kini berubah jadi tempat pembuangan sampah bagi Maladewa.
Seperti juga wilayah lainnya, pulau yang punya 400 ribu penduduk tetap itu, memproduksi banyak sampah. Apalagi, Maladewa juga dikunjungi jutaan turis setiap tahunnya, yang semakin menambah volume sampah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan kota-kota besar yang punya lahan luas untuk tempat pembuangan sampah, pulau seperti Maladewa, harus memutar otak soal solusi masalah kotoran ini. Cara termudah, membuangnya ke pulau lain.
Itulah yang terjadi pada Thilafushi. Pulau yang berjarak beberapa kilometer dari Male, ibukota Maladewa itu, kini jadi tempat pembuangan sampah bagi ‘surga’ di selatan Asia tersebut.
Kisah Thilafushi beralih fungsi menjadi TPA dimulai 25 tahun lalu. Melansir
Amusing Planet, awalnya Thilafushi adalah sebuah laguna kecil yang indah.
Pada Desember 1991, otoritas Maladewa memutuskan mengubah laguna tersebut menjadi tempat pembuangan sampah, sebagai solusi peningkatan volume sampah akibat perkembangan wisata.
Setelah keputusan diambil, hanya dalam satu bulan, laguna cantik itu langsung tertutup sampah. Mereka menggali pasir dan terus menumpuk sampah dari Male dan pulau-pulau kecil lainnya di Maladewa. Bukan hanya sampah plastik atau bekas makanan, melainkan juga puing-puing sisa pembangunan.
Volume sampah yang terus meningkat, membuat ukuran Thilafushi semakin melebar sehingga membentuk pulau tersendiri. Setiap harinya, sekitar 33 ribu ton sampah dikirim ke Thilafushi dari Male. Jumlah sampah itu bahkan membuat Thilafushi ‘tumbuh’ sekitar satu kilometer persegi setiap hari.
Otoritas Maladewa memanfaatkan ‘perluasan’ itu dengan menyewakan lahan yang mendukung industri dan pembangunan, termasuk mengembangkan area pergudangan serta perkapalan.
Kini, terdapat puluhan pabrik di Thilafushi, serta ratusan rumah mungil yang menjadi tempat tinggal para imigran asal Bangladesh. Di pulau tersebut, mereka bekerja sebagai pemilah sampah.
Sayangnya, pengolahan sampah di Thilafushi masih belum maksimal, sehingga banyak yang akhirnya berakhir di lautan dan terhempas kembali ke Male. Sampah juga membuat banyak situs penyelaman terkontaminasi dan mengancam kehidupan terumbu karang.
Kelompok pencinta lingkungan dunia mengecam hal tersebut dan bahkan masalah sampah Maladewa sempat jadi bahasan internasional. Tekanan global itu membuat pemerintah lokal menerbitkan aturan baru yang melarang pembuangan sampah ke Thilafushi pada 2011.
Kendati kini sebagian sampah masih dibuang ke sana, pemerintah Maladewa mulai mengekspor sampah ke India untuk didaur ulang, dengan tujuannya mengurangi volume sampah di Thilafushi.
(les)