Jakarta, CNN Indonesia -- Selamat datang di era keragaman. Jika di industri film, gong keragaman terjadi di pesta Oscar tahun ini dimana Spotlight terpilih sebagai film terbaik. Sementara di dunia modelling, keragaman sudah dirintis lebih dulu.
Winnie Harlow, finalis America’s Next Top Model (ANTM) musim 21 di tahun 2014 terlahir dengan penyakit kelainan kulit yang dikenal dengan vitiligo. Model yang aslinya bernama Chantelle Brown-Young ini berhasil lolos kompetisi ANTM hingga enam besar dan berjalan di berbagai runaway pekan mode di seluruh dunia.
Selain itu, ada juga desainer Tome dan Ramon Martin selama lima tahun terakhir ini selalu menampilkan model yang beragam. Saat mengeluarkan koleksi musim semi terbarunya tahun ini, mereka mengajak model ukuran plus Marquita Pring dan model berumur 64 tahun, Jaclyn O’Shaughnessy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, para perancang ini melakukan casting model dengan berbagai keragaman ini masih secara sporadis. Situasi kini telah berubah. Tahun 2017 menjadi era berbeda di industri modelling. Keragaman itu menjadi satu pergerakan. Fokus semua pelaku industri mulai dari perancang, pencari bakat, hingga editorial majalah kini sama, diversitas.
Kontrak modelling jutaan dollar tidak hanya untuk mereka yang memiliki kaki jenjang dan wajah cantik. Keunikan dari ras, warna kulit, postur tubuh, usia, hingga identitas gender bisa dilirik agen model besar seperti Elite atau IMG.
Pekan Mode New York yang berlangsung Februari kemarin dihebohkan dengan model berhijab Halima Aden yang disewa oleh Kanye West untuk peragaan busana Yeezy Season 5. Model 19 tahun ini juga dikontrak oleh agensi model IMG dimana Halima berada dalam satu manajemen dengan supermodel Giselle, Karlie Kloss dan kakak beradik Gigi dan Bella Hadid.
“Dulu kita merekrut model yang bervariasi hanya berdasarkan insting. Namun, kini terpengaruh dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Pertimbangan keragaman pun menjadi sebuah pernyataan yang politis. Justru jika mengacuhkannya, kita akan terlihat konyol,” ungkap Ryan Lobo, perancang utama dari merek Tome saat diwawancara oleh majalah Elle.
Bagi para model sendiri, bisa tampil menjadi dirinya sendiri jadi kebanggaan tersendiri. Jasmine Sanders, misalnya. Model 25 tahun ini mengaku selama 10 tahun bekerja sebagai model, penampilannya tidak cocok untuk peragaan busana mewah karena wajahnya dianggap kurang ‘mahal.’
“Akhirnya model tidak lagi dianggap sebagai gantungan baju berjalan saja. Kami senang menjadi kesayangan perancang tetapi selalu ada keinginan untuk bisa menunjukkan kepribadian kita sendiri,” terang Jasmine.
“Industri memang sedang mengalami transisi. Ketika akan memamerkan koleksi terbaru, para perancang itu mencari pendekatan baru yang memiliki pesan kuat,” ujar direktur pencari bakat Jennifer Starr yang pernah bekerja untuk DKNY, Calvin Klein dan Gap.
Model Dengan Beragam Latar BelakangBerangkat dari keinginan untuk menunjukkan dukungan pada keragaman, para perancang pun merekrut beragam model.
Chromat mengajak Iskra Lawrence, model asal Inggris yang sering mengkampanyekan kekuatan wanita berbagai macam bentuk, bersama dengan model waria Carmen Carrera dan Lauren Wasser, mantan atlet yang salah satu kakinya harus diamputasi karena tersiram bahan kimia Total Suspended Solid (TTS).
FTL Moda mengajak model India, Reshma Quereshi yang adalah korban dari serangan bahan kimiawi acid. Kemunculan Reshma ini pun langsung membuat penonton show tertuju pada penampilannya tetapi juga kampanye yang diusung Reshma.
Keragaman model juga dilihat dari sisi editorial. Majalah dan produk fesyen pun tidak sungkan-sungkan lagi merekut model beragam sebagai model atau juru bicara produk mereka.
Caitin Stickels pengidap sindrom mata kucing yang menyebabkan wajahnya malformasi dipercaya majalah V menjadi model untuk sampul depan dan halaman fesyen mereka.
Produk kosmetik CoverGirl untuk pertama kali merekrut James Charles, model pria sebagai ambasador produk mereka. Begitu juga kosmetik Make Up Forever yang memilih model waria Andreja Pejic menjadi ambasador mereka.
Dengan keragaman model seperti model ukuran plus, model waria, model paruh baya, model dengan kekurangan, bagaimana dengan para model profesional dengan kaki jenjang dan wajah cantik itu?
“Saya kerap mempertanyakan perubahan ini. Apakah ini hanya tren saja atau pendekatan seperti ini akan bertahan lama?” ujar direktur pencari bakat Gilleon Smith.
Walau banyak yang meragukan perubahan ini bisa bertahan lama, Ryan Lobo mewakili dari kubu perancang percaya ini akan menjadi bagian dari industri modelling.
“Kadang butuh sesuatu menjadi trendi terlebih dulu sebelum akhirnya menjadi mainstream. Ke depannya haruslah seperti itu. Diharapkan 10 tahun ke depan, kita tidak perlu lagi mempertanyakan soal keragaman ini.”
(sys)