Jakarta, CNN Indonesia -- Studi baru mengungkapkan jika codet dan fitur wajah dari tokoh penjahat paling mengerikan di film dapat menghantui orang yang memiliki masalah yang sama.
Dari 10 penjahat film pilihan American Film Institute, kebanyakan tokoh ini digambarkan memiliki masalah dengan kulit seperti codet, rambut rontok yang parah, kelainan warna kulit, dan kerutan tebal.
“Tampaknya kondisi kulit digunakan di film untuk membedakan mana tokoh yang baik dan jahat. Hal ini mungkin memfasilitasi diskriminasi pada mereka yang memang memiliki penyakit kulit,” ungkap penulis utama Dr. Julie Amthor Croley dari University of Texas Medical Branch di Galveston.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam JAMA Dermatology, Croley dan koleganya menuliskan jika menggunakan masalah kulit seperti codet dan kerutan untuk tokoh penjahat di film memang sudah ada sejak awal industri pembuatan film.
“Di era film bisu, pembuat film bergantung pada tanda visual sehingga bias antara tokoh baik dan jahat pun muncul,” tambah Croley saat berbicara kepada Reuters Health.
Untuk penelitian baru ini, para peneliti membandingkan fitur kulit dari para penjahat dan pahlawan dalam daftar 10 film teratas pilihan American Film Institute.
Dr. Hannibal Lecter dari film The Silence of the Lambs yang diproduksi tahun 1991 ditunjukkan dengan kerontokan rambut yang sangat parah. Sedangkan di balik topeng ikoniknya, Darth Vader di The Empire Strikes Back memiliki banyak codet, kerutan tebal dan lingkaran hitam di sekitar matanya. Ratu kejam dalam Snow White and the Seven Dwarfs (1938) menampilkan penjahat dengan beberapa masalah kulit termasuk hidung merah yang membesar dan kerutan.
Sementara itu, hanya dua dari 10 film yang menampilkan tokoh utama atau pahlawannya yang memiliki masalah dengan kulit. Rocky Balboa dari film Rocky memiliki goresan dan lebam di wajah setelah bertarung. Begitu juga Will Kane dari film produksi tahun 1952, High Noon, yang memperlihatkan banyak goresan di wajah.
Croley menyebutkan jika codet atau goresan di wajah pada tokoh utama atau pahlawan di film biasanya memang luka yang dialami aktor pemeran. Sementara, tokoh penjahat biasanya diaplikasikan oleh makeup sehingga terlihat seperti betulan dan unik.
Bias pencitraan seperti ini pun akhirnya ada dalam kehidupan sehari-hari.
“Bias seperti ini ada juga dalam masyarakat. Orang cenderung memiliki kecurigaan terhadap mereka yang memiliki masalah atau penyakit kulit. Apa yang kami harap dari penelitian ini adalah meningkatkan kesadaran publik, pembuat film untuk tidak berprasangka buruk terhadap mereka yang memiliki penyakit kulit.”
(sys)