Shinta Dhanuwardoyo, Perempuan di Balik Situs Bubu

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Sabtu, 22 Apr 2017 11:25 WIB
Di antara kuasa pria di dunia teknologi, Shinta membuktikan perempuan juga bisa berkecimpung di bidang ini.
Di antara kuasa pria di dunia teknologi, Shinta membuktikan perempuan juga bisa berkecimpung di bidang ini. (Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jatuh cinta, dua kata inilah yang mengawali perjalanan Shinta Witoyo Dhanuwardoyo dalam dunia teknologi digital. Pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) dari PT Bubu Kreasi Perdana ini jatuh cinta pada internet saat bekerja di laboratorium komputer Universitas Negeri Portland.

Shinta, begitu ia akrab disapa, berkesempatan mengoperasikan komputer dan membuka sebuah website di internet. Ia pun kagum akan kecanggihan internet yang membuatnya dapat mengirim surat elektronik dalam hitungan detik. Internet juga memungkinkan orang dari berbagai negara membuka situs yang sama. 

Aneka situs itu bisa juga digunakan untuk berjualan, bahkan Shinta mulai berpikir, situs bakal bisa digunakan untuk membuat profil perusahaan tanpa harus dicetak di kertas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Aku harus kerja di computer lab 1993-1995. Di situ aku lihat betapa dasyatnya internet. Dia nggak mungkin jadi media yang kecil," kata Shinta bercerita saat ditemui di kantornya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa (11/4).

Itulah awal mulanya kecintaan akan internet bertumbuh. Shinta lalu belajar membuat situs bermodalkan tutorial dari internet, dan kemudian memutuskan untuk mendirikan perusahaan desain situs. Pada 1996, lahirlah Bubu.com.

Sempat Dikira SPG

Dunia teknologi, khususnya teknologi digital selama ini lekat dengan laki-laki. Namun Shinta membuktikan perempuan juga bisa berkecimpung di bidang ini. Menurutnya, perempuan bisa memilih untuk bekerja di bidang apapun termasuk bidang teknologi digital. Namun yang jadi permasalahan adalah minat.

Kendati terjun di dunia digital, Shinta tak pernah merasa diremehkan atau dipandang sebelah mata. Menurutnya, hal ini lebih ke anggapan atau stereotip bahwa mereka yang bekerja atau berkecimpung di dunia teknologi itu laki-laki, bukan masalah anggapan bahwa perempuan tidak bisa.

Shinta bercerita, ia pernah mengalami pengalaman lucu saat awal-awal Bubu.com berdiri. Sekitar awal 2000, ia mengikuti pameran perusahaan teknologi di Jakarta Convention Center (JCC). Selain membawa Bubu.com, Shinta juga mengikutsertakan portal berita koridor.com dan portal hiburan nasgor.com yang sempat dibuatnya saat itu. Ada pengunjung stan miliknya dan ingin bertemu dengan CEO Bubu.com.

"Can I meet your CEO? Yes, can I help you?" begitu kata Shinta menirukan.

"Aku waktu itu nggak mungkin bilang 'Hey I am the CEO'," kata Shinta disusul tawa.

Sang pengunjung yang berasal dari Hongkong itu tidak puas dan bertanya lagi, hingga akhirnya Shinta mengatakan dialah CEO-nya. Sang pengunjung pun kaget tapi kemudian mereka tidak merasa ada masalah dengan hal itu. Bukan masalah perempuan dianggap tidak bisa menjalani, lanut Shinta, tapi anggapan bahwa teknologi itu dunianya laki-laki.

"Mereka kaget. Pas sudah tahu, oh ya sudah tidak apa-apa. Waktu itu aku masih muda, dikira SPG karena pakai seragam," ujar Shinta.

Siapapun bisa kok terjun di dunia digital, bisa laki- laki bisa perempuan. Sekarang problemnya belum tentu (itu) yang kita inginkan. Menurut saya, semuanya itu pada akhirnya minat.


Dukungan Keluarga 

Bagi Shinta, Bubu.com adalah sebuah sejarah perjalanan bisnis dengan rangkaian kisah yang tak bisa dipisah-pisahkan. Menurut Shinta, perusahaan ini adalah yang paling konsisten hingga kini. Ia sempat mendirikan berbagai perusahaan, tapi hanya bertahan satu hingga dua tahun, kemudian terpaksa tutup.

"Banyak pembelajaran di Bubu, karena jatuh bangun entrepreneur ya saya jalani di Bubu," ucap Shinta.

Ia mengaku bersama Bubu.com dirinya lebih banyak mengalami jatuh. Beruntung ia memiliki keluarga yang begitu mendukung kariernya. Sang suami, Jatmiko Dhanuwardoyo, yang juga terjun di dunia wirausaha, bisa mengerti pekerjaan sang istri. Walau bergerak di bidang yang berbeda, yakni bisnis properti, sang suami selama ini jadi teman bercerita.

"Kalau aku lagi down, dia tahu apa yang dirasain gitu, tapi ya untungnya kita tidak di industri yg sama jadi ceritanya beda," katanya.

Ibu dari dua orang putri ini berkata dirinya sangat terbantu berkat keluarga, baik orang tuanya maupun mertua. Anak-anak biasa berada di rumah sang orang tua atau mertua setelah mereka pulang sekolah. Lalu, anak-anak pulang saat kedua orang tua mereka sudah di rumah. Hal inilah yang membuat Shinta merasa tenang saat bekerja, karena tahu anak-anaknya aman bersama orang tua maupun mertuanya.

"Dukungan anak-anak, suami, orang tuaku dan mertua itu doa," ucapnya.

Edukasi masyarakat 

Pengalaman 20 tahun berjuang bersama Bubu.com membuat Shinta berkontribusi dengan mengedukasi masyarakat soal internet. Pada 1996, saat Bubu.com berdiri, internet belum sepopuler sekarang. Hal ini jadi tantangan tersendiri bagi Shinta. bertemu dengan klien membuatnya harus menjelaskan apa itu internet, baru kemudian ia bisa menjelaskan produk yang ia jual.

"Saya jelasin dulu, internet itu apa sih. Nah dengan internet kita bisa buat yang namanya website. Baru dijelasin produk kita, website itu," ujarnya.

Shinta Dhanuwardoyo, Perempuan di Balik Situs Bubu Shinta Dhanuwardoyo saat ditemui di kantornya. (Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Perempuan yang pernah masuk “99 Most Powerful Women” versi Globe Asia dan “Inspiring Women Honor Roll” versi majalah Forbes Indonesia ini juga mendampingi perusahaan-perusahaan rintisan atau startup. Ia membagi pengalamannya selama 20 tahun dengan para pengusaha startup. Selama mendampingi mereka, ada satu kesalahan yang sering mereka lakukan. Mereka punya banyak ide bagus tapi tidak dieksekusi.

Menurutnya, pengusaha startup seharusnya mengeksekusi ide yang mereka punya. Ide hanyalah ide jika tidak dieksekusi. Selain itu, berani ambil resiko. Salah ataupun gagalnya suatu kegiatan eksekusi ide bisa jadi bahan pembelajaran.

"Aku selalu ingetin para startup, sudah jalanin aja, kalau salah ya ganti," tegasnya.

Ia ingin dengan mendampingi para pengusaha startup ini, nantinya ada perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang teknologi digital dan diakui dunia. Selama ini Indonesia terkenal berkat banyaknya pengguna media-media sosial tapi tak ada yang jadi 'pemain' dan dikenal semua orang.

"Aku pengin liat ada perusahaan indonesia yag berbasis teknologi yang jadi terkenal di dunia, kayak Facebook, Google tapi dari Indonesia dan orang tahu. Mungkin sudah ada perusahaan Indonesia yang main di luar tapi orang nggak tahu brand-nya," ungkapnya. (rah)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER