Pendeta di Jepang Tak Izinkan Perempuan Berlibur ke Pulau Oki

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 22 Mei 2017 13:03 WIB
Di pulau Okinoshima ada satu kuil besar Shinto yang pemuka agamanya mengharamkan kunjungan perempuan sejak kuil tersebut berdiri beberapa abad lalu. Kenapa?
Di pulau Okinoshima terdapat satu kuil besar Shinto yang pemuka agamanya mengharamkan kunjungan perempuan sejak kuil tersebut berdiri beberapa abad lalu. (Wikimedia Commons/As6022014)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jepang memiliki banyak situs keagamaan yang menarik untuk dikunjungi. Mulai dari kuil untuk umat Buddha seperti Todaiji di Nara, Zenko-ji di Nagano, dan Narita-san Shinsho-ji di Chiba, sampai kuil aliran Shinto yaitu Fushimi Inari di Kyoto dan Ise Jingu Geku di daerah Mie.

Namun, ada satu pulau di negara Samurai yang kelompok pendetanya melarang kaum perempuan untuk menginjakkan kakinya di sana. Namanya pulau Okinoshima.

Dikutip dari Fox News, di pulau Oki terdapat satu kuil besar Shinto yang pemuka agamanya mengharamkan kunjungan kaum perempuan sejak kuil tersebut berdiri beberapa abad lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ryo Hashimoto, penulis artikel pulau Oki untuk Japan Times menuturkan para pendeta Shinto di pulau tersebut menganggap seluruh wilayah pulaunya sebagai area yang sakral. Bahkan, sampai saat ini pulau Oki hanya dihuni oleh para pendeta pengurus kuil tersebut.

"Banyak cerita yang berkembang mengenai alasan perempuan dilarang datang ke pulau Oki. Salah satunya karena kekhawatiran darah menstruasi merusak kesucian kuil tersebut. Bagi pendeta Shinto, darah itu simbol ketidakmurnian," kata Hashimoto, dikutip Senin (22/5).

Alasan lain yang lebih masuk akal menurut Hashimoto adalah karena perjalanan laut menuju pulau Oki terlalu berbahaya bagi perempuan dan anak-anak. Jadi larangan tersebut justru bertujuan untuk melindungi mereka.

Tradisi tersebut terus diterapkan sampai saat ini. Bahkan, sejumlah aturan ketat juga berlaku bagi wisatawan laki-laki yang menginjakkan kaki ke pulau yang terletak di tengah semenanjung Jepang - Korea itu.

"Sebelum sampai ke pulau, laki-laki yang datang harus menjalani ritual mensucikan diri sambil telanjang. Mereka juga dilarang mengambil barang apapun dari pulau Oki, bahkan rumput sekalipun. Mereka juga dilarang menceritakan dan mengabadikan pulau Oki kepada media," katanya.

Berabad-abad lalu, pulau Oki memegang peranan penting dalam rute perdagangan bagi saudagar asal Jepang dan Korea. Pulau itu sering menjadi lokasi perlindungan para pelaut dari keganasan ombak laut di semenanjung Jepang - Korea. Untuk bisa beristirahat di pulau Oki, para pelaut harus menyerahkan sebagian harta bendanya kepada pengelola pulau yang tidak lain para pendeta Shinto.

Selama berabad-abad, harta yang dikumpulkan para pendeta di kuil pulau Oki semakin menggunung dan dianggap sebagai harga kekaisaran Jepang.

Keunikan pulau Oki dan tumpukan harta benda para pelaut menarik perhatian UNESCO yang mempertimbangkan untuk menetapkannya sebagai situs bersejarah dunia pada Juli 2017 mendatang.

Namun, penetapan tersebut dikhawatirkan berdampak buruk bagi kesakralan pulau Oki karena bisa menarik perhatian dunia dan para turis mancanegara untuk mengunjunginya.

"Hal itu bisa membuat larangan bagi perempuan untuk menginjakkan kaki di sana jadi masalah baru," tegasnya.

Bahkan sekelompok umat Hindu memprotes upaya UNESCO menjadikannya situs bersejarah dunia kecuali pulau Oki bisa didatangi oleh perempuan.

"Kami tidak akan mengubah tradisi, meskipun pulau Oki ditetapkan sebagai situs bersejarah dunia," ujar Takayuki Ashizu, pendeta kepala kuil utama Munakata yang menjadi induk kuil di pulau Oki kepada Mainichi Daily. (ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER